Makna Kematian Yesus/Matius 27:50-53

OLEH
PARDOMUAN MARBUN


MAKNA KEMATIAN YESUS
(EKSEGESIS TEKS MATIUS 27:50-53)

Pendahuluan
            Kematian Yesus adalah hal yang paling pokok di dalam kekristenan.  Paulus menulis dalam Roma 5:10, bahwa oleh kematian Yesus manusia diperdamaikan dengan Allah dan diselamatkan.  Kematian Yesus membawa keselamatan bagi dunia.  J.T. Nielsen mengatakan, kematian Yesus membuka jalan masuk kepada Allah.[1]  Donald Guthrie juga mengatakan bahwa kematian Yesus adalah prinsip penggantian untuk menyelamatkan seluruh bangsa dan mempersatukan anak-anak Allah yang telah tercerai-berai.[2]  Hal serupa juga diungkapkan oleh Thiessen, ia mengatakan makna dari kematian Yesus adalah sebagai pemenuhan tuntutan Allah dan penebusan untuk manusia berdosa.[3]  Harun Hadiwijono juga mengatakan kematian Yesus adalah sebagai ganti dosa manusia dari tuntutan keadilan Tuhan.[4]  Sementara itu ada beberapa pandangan mengatakan bahwa Yesus mati untuk memberitakan Injil kepada orang-orang mati, supaya mereka sama seperti manusia, dihakimi secara badani ...(1 Pet. 4:4-6).[5]  Bahkan, banyak tokoh yang menyangkal cerita kematian Yesus dan mengatakan bahwa kisah Yesus hanyalah mitos, kematiannya tidaklah bermakna apa-apa.  Beberapa diantara mereka adalah H. S. Reimarus, D.F. Strauss, dan F. Chr. Baur.[6]  Mereka hanya percaya bahwa Yesus hanyalah guru yang mengajarkan tentang kehidupan dan yang dikenal dengan teladan-Nya.  Hal ini juga menjadi bahan perdebatan diantara orang kristen dengan penganut agama-agama lain.
            Dengan adanya perbedaan pemahaman mengenai makna kematian Yesus seperti di atas, maka penulis akan meneliti makna yang sebenarnya.  Makalah ini diharapkan bisa memberikan sumbangsih bagi permasalahan ini, sehingga pembaca dapat menyimpulkan makna yang sebenarnya secara Alkitabiah.  Penulis juga berharap, melalui makalah ini, pembaca akan memperoleh peneguhan iman dengan menyadari makna kematian Yesus yang sesungguhnya.
Analisa Historiskal-Gramatikal
Penulis
            Para pakar modren meragukan bahwa penulis Injil Matius adalah Matius.  Mereka mengatakan bahwa penulis Injil Matius sepertinya tergantung pada satu dokumen yang disusun oleh seorang penulis bukan rasul.[7]  John Drane juga mengatakan kepenulisan Injil ini masih anonim, dalam arti tidak menyatakan siapa penulisnya dengan pasti.[8]  Akan tetapi tradisi Gereja mengatakan bahwa Injil Matius ditulis oleh Matius Lewi, seorang pemungut cukai, yang dipanggil oleh Yesus menjadi salah seorang dari kedua belas muridnya (Mat. 9:9-13; 10:3).[9]  Hal ini juga didukung oleh bapak-bapak gereja yaitu Eusebius, Irenaeus, Origenes.  Mereka mengatakan bahwa Matius menulis Injil dalam bahasa Ibrani.[10]  Selain itu, bukti internal juga mendukung hal tersebut.[11]  Oleh karena itu maka dapat disimpulkan bahwa kitab Matius ditulis oleh Matius murid Yesus si pemungut cukai.
Tahun Penulisan
            Nubuatan tentang penghancuran bait Allah dalam Kitab-kitab Injil Sinoptis diberi tempat yang utama.  Para pakar sepakat kitab Injil tersebut ditulis tidak jauh dari waktu penghancuran itu sekitar tahun 70 M oleh prajurit Roma.[12]  Guthrie juga mengatakan Injil Matius ditulis sebelum kejatuhan Yerusalem.[13]  Hal yang serupa juga diungkapkan oleh C. Groenen OFM, ia mengatakan jika Injil Matius ditulis sesudah tahun 70 M, maka sang rasul harus mencapai usia yang untuk zaman itu tua sekali.[14]  Sementara itu, M. E. Duyverman mengatakan hal yng berbeda yaitu, Injil Matius ditulis antara tahun 72-85.[15]  Hal ini juga didukung oleh kelompok “liberal” yang berpendapat bahwa waktu penulisannya sekitar tahun 80-90 Masehi, atau pada akhir abad pertama.[16] 
Meskipun ada dua perbedaan dalam penetapan tahun kepenulisan kitab ini, namun dapat ditarik kesimpulan bahwa para pakar lebih banyak menetapkannya sebelum kejatuhan Yerusalem (70 M).  Misalnya, Henry C. Thiesen yang mengatakan Injil Matius ditulis sebelum tahun 70 M, karena Matius tidak menceritakan secara detail tentang peristiwa kejatuhan Yerusalem dan menuliskannya dalam konteks yang akan terjadi di masa depan.[17]  Hal ini juga didukung oleh Merril C. Tenney.[18]  Irenaeus juga memberikan kesaksian bahwa Injil Matius ditulis ketika Nero memerintah (54-68), ketika itu Petrus dan Paulus ada di Roma.[19]  Oleh karena itu tidaklah salah jika disimpulakan bahwa penulisan Injil Matius dilakukan sebelum tahun 70 M.
Tempat Penulisan
            Mengenai tempat penulisan kitab ini, Tenney berpendapat bahwa tempat penulisannya adalah di Antiokhia.[20]  Groenen juga mengatakan bahwa tempat yang paling cocok dengan penulisan kitab ini adalah Siria, khususnya kota Anthiokhia, atau di pantai Palestina, misalnya kota Kaisarea.[21]  M. E. Duyverman juga membenarkan hal ini dengan mengatakan bahwa tempat penulisan kitab ini adalah Antiokhia.[22]  Secara umum para sarjana juga memberi perkiraan bahwa tempat penulisan dari Injil Matius adalah di Antiokhia-Siria.[23]  Suharyo juga mengatakan tempat penulisan kitab ini dapat ditentukan dengan mempertimbangkan ciri-ciri tulisan dan pribadi pengarang, yaitu Antiokhia di Siria.[24]  Dengan demikian maka dapat disimpukan bahwa tempat penulisan kitab Matius adalah Antiokhia di Siria.
Penerima
            Penerima Injil Matius belum terpisah dari Yudaisme, artinya penerima didominasi oleh orang-orang Yahudi.[25]  Hal ini terlihat dari penekanan Matius terhadap Perjanjian Lama di sepanjang Injil ini.  J. J. de Heer juga mengatakan penerima Injil Matius adalah jemaat Yahudi yang beradab di sekitar Antiokhia-Siria.[26]  Jemaat tersebut bukanlah jemaat Yahudi asli melainkan Yahudi diaspora yang menggunakan bahasa Yunani dan juga mengerti bahasa Ibrani.[27]  Irving L. Jensen juga mengatakan dari isi kitab Matius, sangat jelas bahwa kitab ini ditulis untuk orang-orang Yahudi.[28]  Stefan Leks mengatakan bahwa “ Injil Matius terkenal sebagai kitab bergaya Yahudi, sasaran dari kitab Matius adalah orang-orang Kristen yang sudah mengenal penulisnya.”[29]  Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa penerima dari Injil Matius ini adalah orang-orang Kristen Yahudi dan bercampur juga dengan jemaat-jemaat non Yahudi.
Tujuan Penulisan
            Suharyo mengatakan Injil Matius menjadi saksi dari sebuah proses ketika tradisi Yahudi-Kristen meninggalkan ciri partikularismenya atau keterikatannya pada hukum.[30]  Hal ini berarti bahwa kabar keselamatan Yesus Kristus ditujukan kepada semua orang dan dengan demikian gereja mempunyai ciri universal, yaitu untuk semua orang.  Duyvermman juga mengatakan bahwa Injil Matius bertujuan meyakinkan dengan sistematis dan dengan penuh hormat bahwa Yesus adalah Mesias yang sudah dijanjikan oleh Allah di dalam Perjanjian Lama.[31]
            Tujuan yang lain dari penulisan Injil Matius adalah sebagai pengajaran kepada jemaatnya.  W. Grundmann mengatakan bahwa Matius menulis untuk mengajar jemaatnya. [32]  Tenney juga berpendapat selain menunjukkan kemesiasan Yesus dari nubuat Perjanjian Lama, Injil Matius juga memiliki titik perhatian pada unsur pendidikan.[33]  Melalui hal ini kita bisa melihat bahwa Matius ingin menekankan isi dari ajaran Yesus yang berhubungan dengan pribadi-Nya serta hukum taurat, supaya keseluruhan makna kedatangan Mesias menjadi jelas.  Kemesiasan Yesus sebagai pengenapan dai tujuan ilahi adalah menjadi tujuan utama penulisan kitab ini.[34]
Latar Belakang Kota
Keadaan Politik
            Sejarah dari bangsa Israel merupakan sejarah yang sangat unik.  Hal ini dikarenakan Israel adalah bangsa pilihan Allah, tetapi selalu dijajah dan dikuasai oleh bangsa lain.  Bangsa-bangsa yang pernah menguasai Israel diantaranya adalah Asyur, Babel, Persia, Yunani dan Romawi.  Bangsa-bangsa inilah yang bergantian menjajah bangsa Israel.  Akan tetapi pada masa kehidupan Yesus dan masa penulisan Kitab Perjanjian Baru hampir seluruh peradaban dunia dikuasai oleh Romawi, termasuk di dalamnya Israel.[35]  Kaisar yang memerintah pada masa itu adalah kaisar Agustus (31 SM-14 SM), Kaisar Tiberius (14-37 M), kaisar Caligula (37-41 M), kaisar Claudius (41-54), dan kaisar Nero (54-68).[36]  Kekaisaran Romawi menempatkan Herodes Agung (37 SM-4M) diangkat menjadi raja di Palestina.[37]  Herodes adalah seorang politikus yang cakap dan lihai.  Ia mengambil hati rakyatnya dengan pembangunan yang hebat, seperti gedung-gedung, kuil-kuil, kota-kota, dan benteng kuat serta terkenal dengan bangunan bait Allah yang megah (20 SM-70 M).[38]
            Setelah Herodes Agung meninggal kesatuan politis Palestina terpecah.  Wilayah Yudea setelah diperintah oleh anak Herodes, Arkhilaus dalam waktu yang singkat kemudian langsung diperintah oleh Roma melalui wali negeri sampai tahun 70 M.[39]  Secara politik bangsa Israel adalah bangsa yang terjajah dan dikuasai oleh bangsa Roma.
Keadaan Sosial
            Masyarakat Yahudi dan kafir adalah dua bagian dari keadaan sosial pada abad pertama.  Secara umum, Wolfgang Stegemann menggolongkannya seperti dibawah:
Para imam, kaum Lewi, orang Yahudi murni, keturunan para Imam yang tidak sah karena sang Imam menikah dengan wanita korban perkosaan atau janda.  Selanjutnya adalah kaum proselit, budak-budak yang merdeka, anak diluar pernikahan yaang sah, orang-orang yatim, bayi-bayi terllantar, sida-sida, mereka yang lahir dari sida-sida, mereka yang memiliki kelainan seksual, dan orang non Yahudi.[40]

Golongan diatas diurutkan secara kedudukan mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah dengan peraturannya masing-masing.  Dengan berbedanya kedudukan maka perlakuan yang diberikan juga berbeda dari satu golongan dengan golongan yang lainnya.[41]
Keadaan sosial semakin susah karena pperbudakan dan menjadi penjahat, terlebih lagi karena peperangan.  Masyarakat yang memiliki status sebagai budak terus meningkat terlebih karena peperangan, uta ng-piutang, dan kelahiran.[42]  Situasi seperti inilah yang juga dialami oleh penerima Injil Matius.  Ada golongan-golongan di dalam jemaat, seperti golongan ningrat, mereka yang hidup sebagai tuan tanah, golongan kelas menengah dan ada banyak budak-budak.
Keadaan Ekonomi
            Sama seperti saat ini, masyarakat pada abad pertama juga diharuskan bekerja untuk menunjang kehidupannya.[43]  Dunia pekerjaan yang mendorong pertumbuhan ekonomi pada masa itu adalah pertanian, industri, perbankan serta pengangkutan dan perjalanan.[44]  Semua tenaga yang digunakan pada masa itu adalah tenaga manusia bukanlah tenaga mesin.  Keadaan ekonomi pada masa itu mengalami sekularisasi.  Masyarakat melakukan perdagangan bebas dengan mudah melalui sebuah transaksi seperti para tuan, pejabat, dan pemilik tanah.  Hal ini tidak terlepas dari penguasaan Yunani sebelumnya dimana sampai masa ini bahasa Yunani Koine sebagai bahasa Internasional.[45]  Kondisi ekonomi seperti ini membuat orang kaya semakin kaya, sementara orang miskin semakin miskin.  Di dalam Injil keadaan ini juga dicatat dalam bentuk perumpamaan, misalnya perumpamaan tentang talenta (Mat 25:15), perumpamaan tentang pengampunan (Mat. 18:23-30).
Keadaan Agama
            Pada abad pertamaYudaisme adalah agama yang dianut oleh sebagian besar orang Israel.  Selain Yudaisme masih banyak agama[46] bermunculan, diantaranya adalah Pantheon Romawi-Yunani.[47]  Hal ini berawal dari agama primitif di Roma yang pada awalnya adalah animisme.  Namun, pemujaan terhadap pantheon Yunani sudah mulai menurun pada zaman Kristus.  Pemujaan terhadap mereka bersifat semi politik; seseorang adalah penganut Zeus atau Hera atau Artemis karena kebetulan ia tinggal di kota dimana dewa yang bersangkutan paling banyak disembah.  Hal ini juga ditulis dalam beberapa ayat dalam perjanjian baru (KPR. 19:27-35).
            Agama yang juga turut berkembang pada abad pertama adalah pemujaan kepada kaisar, agama-agama rahasia, pemujaan alam gaib, dan Filsafat-filsafat.[48]  Pemujaan kepada kaisar mengakibatkan permusuhan dengan para pengikut Kristus dan penganiayaan yang keji.  Kaisar-kaisar harus disembah sebagai Tuhan dan Allah.[49]  Bahkan kaisar Caligula memerintahkan agar patungnya didirikan di dalam bait suci Yerusalem.  Ken kristenan pada masa itu menjadi sangat terancam terlebih lagi berkembangnya filsafat-filsafat yang mempertuhankan akal dan pengetahuan.
Teologi Injil Matius
            Injil Matius berisi tentang kisah kehidupan Yesus dan pelayananNya di dunia ini.  Hal ini dimulai dari silsilah kelahirannya, baptisan, penderitaan, mukjizat, kematian hingga kebangkitan-Nya.  Di dalam kisah narasi kehidupan Yesus, Matius ingin menunjukkan bahwa Allah adalah pusat ceritanya.  Silsilah Yesus menunjukkan rencana keselamatan Allah (Mat. 1:2-17).  Dalam semua kisah Yesus hingga Ia dewasa, Allah sendirilah yang berperan dan merencanakan bahwa melalui Yesus akan digenapi karya keselmatan-Nya (Mat. 1:18, 23; 2:13, 19-20).  Allah sebagai kasih dan yang adil juga menjadi pesan Matius.  Ia mencari dan mengundang agar manusia diselamatkan dari kebinasaan dan maut.  Hal ini dapat dilihat dari pelayanan Yesus yang pergi mencari orang berdosa ke desa-desa dan kota-kota agar dibawa kembali ke dalam anugerah-Nya.  Namun, di dalam narasi Matius banyak orang yang menolak undangan tersebut.  Sementara itu jika tawaran kasih Allah ditolak maka, penghukuman akan datang.  Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ladd, ia mengatakan, “manusia harus menanggapi tawaran kasih ini; jika tidak, satu hukuman yang lebih besar sedang menanti.”[50]  Hal inilah yang membuat salah satu teologi dari Injil Matius adalah teologi tentang Allah.[51]
            Allah sebagai Bapa juga menjadi salah satu perhatian penting dari Injil Matius.  Hal ini bisa dilihat dari penggunaan kata “ Bapa” sebanyak 44 kali di dalam Injil ini.[52]  Peranan Allah sebagai Bapa dinyatakan melalui janji-Nya yang senantiasa akan memelihara anak-Nya (5:43-45; 6:26-30; 15:30; 18:10,14; 19:20) dan janji untuk memberi yang terbaik (7:11).
            Selain teologi tentang Allah, Matius juga menjadikan Kristus sebagai pokok teologinya.  Matius menggambarkan Yesus sebagai Mesias, sebagai anak Daud, Anak Manusia, Anak Allah, dan juga sebagai Tuhan.[53]  Kemesiasan[54] Yesus menjadi penekanan utama oleh Matius.  Hal ini terlihat dari isinya yang tersebar dari 1:23 hingga 27:48 yang memuat sekurang-kurangnya 60 contoh mengenai mesias.  Tujuan utama kemesiasan-Nya adalah mati di kayu Salib.  Oleh karena itu, mesias yang diperkenalkan Matius berbeda dengan pemahaman orang Yahudi.  Tujuan kedatangan-Nya tidak untuk mendirikan kerajaan secara politis, melainkan kerajaan surga yang kekal.  Konsep baru ini yang berusaha diperkenalkan oleh Matius terhadap pembancanya yang mayoritas adalah orang Yahudi.
Konteks Satra
            Injil Matius adalah salah satu dari Injil Sinoptik, oleh karena itu, untuk menafsirkan satu kisah dalam satu Injil harus melihat kesejajaran dalam ketiga Injil secara bersama.[55]  Hal ini disebabkan karena ketiga Injil memiliki banyak kesamaan, baik dalam pemaparan pribadi Yesus maupun Pengajarannya.[56]  Hal inilah yang menyebabkan ketiga Injil[57] disebut sebagai Injil Sinoptik, yang berarti melihat bersama dengan cara yang sama.[58]  Matius 27:50-53 adalah salah satu bagian yang memiliki kesamaan atau kesejaran dengan Markus 15:37-39 dan Lukas 23:45-49.  Kesejajaran tersebut dapat dilihat lebih jelas dari tabel dibawah ini.
Tabel 1
Kesejajaran Injil
Matius 27:50-54
Markus 15:37-39
Lukas 23:44-47
50. “Yesus berseru pula dengan suara nyaring lalu menyerahkan nyawa-Nya.
51. Dan lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah,
52. dan kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang kudus yang telah meninggal bangkit.
53. Dan sesudah kebangkitan Yesus, merekapun keluar dari kubur, lalu masuk ke kota kudus dan menampakkan diri kepada banyak orang.

37. “Lalu berserulah Yesus dengan suara nyaring dan menyerahkan nyawa-Nya.
38. Ketika itu tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah.

39. Waktu kepala pasukan yang berdiri berhadapan dengan Dia melihat mati-Nya demikian, berkatalah ia: "Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!"
44. “Ketika itu hari sudah kira-kira jam dua belas, lalu kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga,
45. sebab matahari tidak bersinar. Dan tabir Bait Suci terbelah dua.
46. Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku." Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya.
47. Ketika kepala pasukan melihat apa yang terjadi, ia memuliakan Allah, katanya: "Sungguh, orang ini adalah orang benar!"
            Maksud dari kesejajaran Injil di atas untuk menunjukkan bahwa ketiganya, baik Injil Matius 27:50-53 dan Markus 15:37-39 serta Lukas 23:44-47 memiliki maksud penyampaian yang berbeda satu dengan yang lain.  Walaupun, kelihatannya ketiganya memiliki kesamaan yang sangat menonjol.
Analisa Konteks
Konteks Jauh
            Injil Matius berisi mengenai kisah kehidupan Yesus.  Hal ini dimulai dari kelahiran-Nya, pembaptisan-Nya, pengajaran-Nya sampai kepada kematian dan kebangkitan-Nya yang ditutup dengan amanat untuk menjadikan semua bangsa menjadi murid-Nya.  Matius 27 di dahului oleh ringkasan pemberitahuan mengenai penderitaan-Nya dan rencana pembunuhan-Nya (26:1-5).  Hal ini dinyatakan melalui penghianatan Yudas (26:14-16) yang menjual Yesus kepada imam-imam kepala.  Setelah perjamuan paskah dengan murid-murid-Nya (26:17-34), kemudian dilanjutkan dengan penangkapan Yesus dan pengadilan-Nya di hadapan mahkamah agama (26:47-68).
            Matius pasal 28 setelah pasal 27 adalah kisah dari kebangkitan Yesus.  Hari ketiga setelah kematian-Nya, Ia bangkit dan menampakkan diri kepada murid-murid-Nya.  Kemudian menjelaskan mengenai dusta dari mahkamah agama untuk menutupi kebangkitan Yesus (28:11-15).  Kisah ini kemudian ditutup dengan perintah untuk memberitakan Injil dan sekaligus kenaikan Yesus ke Surga.
Konteks Dekat
            Matius 27:50-53 adalah satu kesatuan dari kisah dari Matius 27:1-66.  Matius 27:1-31 berbicara mengenai pengadilan-Nya di hadapan Pilatus dan dijatuhi hukuman mati.  Ayat 32-44 berbicara mengenai penyaliban-Nya.  Ayat 45-56 adalah kisah mengenai kematian Yesus.  Pasal ini kemudian ditutup dengan penguburan-Nya yang dijaga ketat oleh prajurit Pilatus.
Bahasa Asli
50δὲ ὁ Ἰησοῦς κράξας πάλιν μεγάλῃ φωνῇ ἀφῆκεν τὸ πνεῦμα,
51 καὶ ἰδοὺ τὸ καταπέτασμα τοῦ ναοῦ ἐσχίσθη εἰς δύο ἀπ’ ἄνωθεν ἕως κάτω καὶ ἡ γῆ ἐσείσθη καὶ αἱ πέτραι ἐσχίσθησαν
52 καὶ τὰ μνημεῖα ἀνεῴχθησαν καὶ πολλὰ σώματα τῶν ἁγίων κεκοιμημένων ἠγέρθησαν
53 καὶ ἐξελθόντες ἐκ τῶν μνημείων μετὰ o αὐτοῦ τὴν ἔγερσιν εἰσῆλθον εἰς τὴν ἁγίαν πόλιν καὶ ἐνεφανίσθησαν πολλοῖς.
Terjemahan Penulis
50. Sekali lagi Yesus berteriak dengan suara keras-keras menyerahkan Roh-Nya,
51.Dan lihatlah! Tabir Bait suci Terbelah dua dari yang Paling atas sampai yang paling bawah, dan bumi tergoncang, dan batu-batu karang terbelah,
52.dan kuburan-kuburan terbuka, dan banyak tubuh dari orang-orang kudus yang telah meninggal bangkit,
53.dan keluar dari kuburan-kuburan setelah kebangkitan-Nya, mereka masuk ke kota kudus dan menampakkan diri kepada banyak orang.
Analisis Struktur Teks Matius 27:50-53
1.      Kematian Yesus (ayat 50)
2.      Akibat Kematian Yesus (ayat 51-53)
a.       Tabir Bait Suci Terbelah Dua (ayat 51)
b.      Bumi bergoncang dan Batu-batu terbelah (ayat 51)
c.       Kuburan-kuburan terbuka dan Orang-orang Kudus Bangkit dari Kubur (ayat 52).
Pembagian Teks Matius 27:50-53
            Berdasarkan pada analisis struktur di atas, maka teks Matius 27:50-53 dapat dibagi menjadi dua bagian.  Bagian pertama berbicara tentang kematian Yesus dimana Ia menyerahkan nyawa-Nya (50) dengan berseru “sudah selesai” (Yoh 19:30).  Selanjutnya bagian kedua berbicara mengenai akibat dari kematian Yesus (ayat 51-53).  Hal ini ditandai dengan terbelahnya Tabir Bait suci menjadi dua (ayat 51), bumi bergoncang dan batu-batu terbelah (ayat 51) disertai dengan kuburan-kuburan yang terbuka dan bangkitnya orang-orang kudus yang sudah meninggal dari kubur (ayat 52).
Eksegesis Teks
Kematian Yesus
            Ayat 50, “Yesus berseru pula dengan suara nyaring lalu menyerahkan Roh-Nya.”
Ayat ini merupakan tahap akhir dari penderitaan Yesus yang terakhir.  Dengan suara nyaring Yesus mengucapkan kata-kata-Nya yang terakhir, “Sudah Selesai” (Yoh. 19:30).  Seruan ini menandakan akhir dari segala penderitaan-Nya serta penyelesaian karya penebusan.  Hutang dosa manusia telah dilunasi, dan rencana keselamatan ditegakkan.  Bahasa asli dari kata “menyerahkan” adalah ἀφῆκεν (apheken) yang berasal dari kata dasar ἀφὶημὶ (aphiemi) yang berarti to let go, to send away.[59]  Hasan Sutanto juga memberikan arti yang lebih, yaitu: menyuruh pergi, membiarkan, meninggalkan, mengampuni, menghapuskan, menyerahkan, dan menceraikan.[60]  Kata ἀφῆκεν memiliki bentuk aor,[61] ind, act, orang ketiga tunggal.[62]  Dari hal ini maka dapat diambil satu terjemahan bahwa Yesus telah melepaskan roh-Nya sekali untuk selamanya.  Rogers mengatakan yang di maksud dengan roh disini bukanlah roh Ilahi, tetapi nafas kehidupan.[63]  D. A Carson juga mengatakan this suggest  His sovereignty over the exact time of His own death.[64]  William Barclay mengatakan, seruan penyerahan Yesus adalah seruan kemenangan, dimana Ia telah menyelesaikan tugas-Nya.[65]  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kematian Yesus adalah bagian dari kedaulatan-Nya, Ia sendirilah yang menyerahkan kehidupan-Nya kepada Bapa.  Yesus memilih untuk menyerahkan kehidupan-Nya sebagai penggenapan atas rencana-Nya (Matius 20:28).  Jadi kematian Yesus dalam hal ini adalah sesuai dengan kedaulatan-Nya di dalam waktu yang tepat dan tujuan dari rencana-Nya untuk mati dan menjadi tebusan bagi umat manusia yang berdosa. 
Akibat Kematian Yesus
            Ayat 51-53, “Dan lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah, dan kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang kudus yang telah meninggal bangkit. Dan sesudah kebangkitan Yesus, merekapun keluar dari kubur, lalu masuk ke kota kudus dan menampakkan diri kepada banyak orang.”

Pada waktu yang bersamaan ketika Yesus menyerahkan roh-Nya maka terjadilah ketiga ayat di atas yang merupakan akibat dari kematian Yesus.  Akibat pertama dari kematian Yesus adalah terbelahnya tabir Bait Suci.  Kata “terbelah” dalam bahasa aslinya adalah ἐσχίσθη (eschisthe) yang berasal dari kata dasar σχίξω (skhizo) yang berarti to split, to divide, to tear apart.[66]  Kata ini memiliki bentuk 3 pers, sing, aor I, ind, pass, [67] yang memberi arti bahwa tabir itu terbelah sekali untuk selamanya, tetapi bukan karna tabir itu, melainkan oleh kematian Yesuslah maka tabir itu terbelah.  Hal yang sama juga diungkapkan oleh Sutanto, kematian Yesus telah membuat tabir bait suci terbelah.[68] Mattew Henry mengatakan terbelahnya tabir itu adalah melambangkan keselamatan yang nyata dan bersatunya orang Yahudi dan bukan Yahudi, serta pengudusan dan pembentangan jalan kehidupan yang baru, yang membawa orang kepada Allah.[69]  Terbelahnya “tabir Bait Suci” menunjukkan bahwa jalan kini terbuka lebar untuk menghapiri Allah (bndk Kel. 26:31-33; 36:35).  Tabir yang memisahkan Tempat Kudus dengan tempat Maha Kudus sebelumnya menghalangi orang menghampiri hadirat-Nya.  Melalui kematian Yesus, tabir itu disingkirkan dan jalan menuju tempat maha Kudus (yakni kehadiran Allah) kini terbuka bagi semua orang yang percaya kepada Yesus dan Firman-Nya yang menyelamatkan (bndk. Ibr. 9:1-14; 10:19-22).
Hal kedua yang menjadi akibat kematian Yesus adalah bangkitnya orang-orang kudus dari kuburan-kuburan.  Kata bangkit dalam bahasa aslinya adalah ἠγέρθησαν dari kata dasar έγείρω yang memiliki arti to raise.[70]  Kata ini memiliki bentuk 3 pers, pl, aor, pass, indic.[71]  Berdasarkan bentuk dari kata ini maka dapat diketahui bahwa mayat-mayat orang-orang kudus itu adalah passip.  Artinya mereka bangkit bukan karena mereka sendiri, melainkan dibangkitkan oleh kematian Yesus.  Barclay mengatakan terbukanya kuburan-kuburan yang disertai dengan kebangkitan orang-orang kudus adalah merupakan simbol bahwa Yesus telah menaklukkan maut.[72]  Sementara itu Henry juga mengatakan, bangkitnya mereka disebabkan oleh kuasa Yesus.[73]  Peristiwa ini merupakan petunjuk nubuat bahwa kematian dan kebangkitan adalah sesuatu yang pasti.  Melalui kematian dan kebangkitan Kristus, maka orang-orang percaya pasti akan bangkit.  Kebangkitan Yesus menandakan kekalahan maut (1 Kor. 15:50-58; 1 Tes. 4:14). 
Kesimpulan
            Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Yesus benar-benar mati.  Kematian-Nya memiliki makna sebagai korban pengganti, penebus, pendamai, dan sekaligus membuka jalan untuk manusia dapat menghampiri Allah.  Melalui kematian Yesus tidak ada lagi tembok pemisah antara orang percaya dengan Allah, tetapi orang percaya menjadi anak-anak Allah.  Kematian Yesus juga memberikan jaminan bahwa orang percaya juga akan dibangkitakan seperti orang-orang kudus telah dibangkitkan, dan kebangkitan-Nya.  Kematian Yesus juga menjadikan semua orang percaya imam karena langsung berhubungan dengan Allah.  Kematian Yesus juga memberi makna bahwa Allah dapat hadir dimanapun dan dapat dijumpai dimana saja, tidak lagi seperti di bait suci. Kematian Yesus juga mempersatukan semua anak-anak Allah, menjadi satu di dalam Yesus.
















Daftar Pustaka

____________, Ensiklopedi Alkitab: Jilid II, M-Z.  Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF, 1995.
Barclay, William.  Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Injil Matius Pasal 11-28.  Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2010.
Chilton, Bruce.  Studi Perjanjian Baru Bagi Pemula.  Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994.
Drane, John.  Mamahami Perjanjian Baru: Pengantar Historis-Teologis.  Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005.
Duyverman, M. E.  Pembimbing ke Dalam Perjanjian Baru.  Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992.
Erickson, Millard J. Teologi Kristen vol 2.  Malang: Gandum Mas, 2003.
France,R. T.  Mattew: Evangelist dan Teacher.  Grand Rapids, MI: Zondervan Publishing House, 1989.
Gomacki, Robert G. New Testament Survey.  Grand Rapids, Michigan: Baker Books Haouse, 1974.
Groenen, C.  Pengantar ke Dalam Perjanjian Baru.  Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1993.
Groenen, C.  Sejarah Dogma Kristologi: Perkembangan Pemikiran tentang Yesus Kristus pada Umat Kristen, Cet 2.  Yogyakarta: Kanisius, 1987.
Guthrie, Donald.  Pengantar Perjanjian Baru: Volume. 1.  Surabaya: Penerbit Momentum, 2008.
Guthrie, Donald.  Teologi Perjanjian Baru 2: Keselamatan dan Hidup Baru, diterjemahkan oleh Jan S. Aritonang.  Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992.
Hadiwijono, Harun Iman Kristen.  Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.
Heer,J. J. de.  Tafsiran Alkitab: Injil Matius I.  Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982.
Henry, Mattew.  Tafsiran Mattew Henry: Injil Matius 15-28.  Surabaya: Momentum, 2008.
Jensen, Irving L.  Matius: Buku Penuntun Belajar.  Bandung: Penerbit Kalam Hidup, 1974.
Jeremias, Joachim.  Jerusalem in the Time of Jesus .  Philadelpia, PA: Fortpress, 1962.
Ladd, George Eldon.  Teologi Perjanjian Baru I.  Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2002
Leks, Stefan.  Tafsir Injil Matius.  Jakarta: Penerbit Kanisius, 2007.
Mimery, Nehemia.  Komentar Praktis Injil Sinoptis: Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas.  Jakarta: Mimery, 1992.
Morris, Leon.  Teologi Perjanjian Baru, diterjemahkan oleh H. Pidyarto.  Malang: Gandum Mas, 1986.
Moulton, Harold K.  The Analytical Greek Lexicon Revised: 1978 edition.  Michigan: Zondervan Publishing House Grand Rapids, 1978.
Mounce, William D.  Basics of Biblical Greek Grammar (Dasar-dasar Bahasa Yunani Biblika Gramatika.).  Malang: Literatur SAAT, 2012.
Nelsen, J. T.  Tafsiran Alkitab: Kitab Injil: Matius 23-28, diterjemahkan oleh Th. Van den End.  Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.
Perschbacher,Wesley J.  The Analytical Greek Lexicon of The New Testament: Every Word and Inflection of the Greek New.  USA: Hendrikson Publisher, Inc, 2001.
Rogers Jr, Cleon L dan Cleon L Rogers III.  The New Linguistic and Exegetical Key to the Greek New Testament.  Grand Rapids, Michigan: Zondervan Publishing House, 1998.
Santoso, David Iman.  Teologi Matius: Intisari dan Aplikasinya.  Malang: Literatur SAAT, 2009.
Stegemenn, Wolfgang et al., ed., The Social Setting of Jesus and The Gospels, oleh anonymous.  Minneapolis: Fortress Press, 2002.
Suharyo, I.  Pengantar Injil Sinoptik.  Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1989.
Susanto, Hasan.  Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru (PBIK), jilid I dan II.  Jakarta: LAI, 2006.
Tenney, Merrill C.  Survei Perjanjian Baru.  Malang: Gandum Mas, 1992.
Thiesen, Henry Clarence.  Introduction to The New Testament.  Grand Rapids, Michigan: WM. B. Eerdmans Publishing Company, 1989.
Thiessen, Henry C.  Teologi Sistematika, direvisi oleh Vernon D. Doerksen.  Malang: Gandum Mas, 1992.



[1] J. T Nelsen, Tafsiran Alkitab: Kitab Injil: Matius 23-28, diterjemahkan oleh Th. Van den End (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 173.
[2] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 2: Keselamatan dan Hidup Baru, diterjemahkan oleh Jan S. Aritonang (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992), 74-5.
[3] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, direvisi oleh Vernon D. Doerksen (Malang: Gandum Mas, 1992), 358-365.  Kematian Yesus sebagai pengganti bagi orang lain.  Selain itu kematian Yesus juga memiliki makna sebagai pemenuh tuntutan keadilan Allah, tuntutan hukum Allah, pendamaian dan peredaan murka Allah serta penghentian perseteruan antara Allah dengan manusia.
[4] Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 334.
[5] Millard J. Erickson, Teologi Kristen vol 2, (Malang: Gandum Mas, 2003), 443.
[6] C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi: Perkembangan Pemikiran tentang Yesus Kristus pada Umat Kristen, Cet 2(Yogyakarta: Kanisius, 1987), 214-8.
[7] ____________, Ensiklopedi Alkitab: Jilid II, M-Z (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF, 1995), 38.
[8] John Drane, Mamahami Perjanjian Baru: Pengantar Historis-Teologis (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 219.  Dalam buku ini, John Drane mengatakan tidak ada kesepakatan tentang siapa penulis Injil ini, dan mengatakan bahwa banyak ahli sulit menerima tradisi kristen, karena Matius adalah seorang murid Yesus.  Mereka beranggapan bahwa tidak mungkin Matius (murid Yesus) begitu mangandalkan Injil Markus, yang ditulis oleh seseorang yang bukan saksi dari peristiwa-peristiwa dalam kehidupan Yesus.
[9] Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru (Malang: Gandum Mas, 1992), 183.
[10] Donald Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru: Volume. 1 (Surabaya: Penerbit Momentum, 2008), 27-35.  Dalam hal ini tradisi kuno dan bapa-bapa gereja mengatakan bahwa penulis kitab ini adalah Matius.  Sebagai contohnya adalah Papias yang merupakan seorang murid Rasul Yohanes (60-130 M), ia berkata bahwa tulisan rasul Matius sudah biasa digunakan oeh orang kristen pada masa itu.  Hal ini juga dapat dilihat dari judul kitab Matius yang menggunakan frasa kata matthaion yang berarti menurut Matius.
[11] Matius adalah seorang Yahudi yang disebut juga Lewi bin Alfius (Mark. 2:14), serta bekerja sebagai pemungut cukai (Mat. 10:3). Hal ini tercermin dari tulisannya yang biasa dikenal dengan transaksi finansial yaitu Matius 17:24-27; 18:23-25; 20:1-16; 27:3-10; 28:11-15, dan frasa “ tiga puluh uang perak” dalam Mat. 26:18.  Lihat R. T. France, Mattew: Evangelist dan Teacher (Grand Rapids, MI: Zondervan Publishing House, 1989), 67.
[12] Bruce Chilton, Studi Perjanjian Baru Bagi Pemula (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994), 45.
[13] Guthrie, 37.  Orang kristen pada tahun 66 lari ke Pella.  Pembahasan eskatologi Matius 24:16-17 menyebutkan para murid diperintahkan lari ke atas gunung pada saat krisis.
[14] C. Groenen OFM, Pengantar ke Dalam Perjanjian Baru (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1993), 87.
[15] M. E. Duyverman, Pembimbing ke Dalam Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992), 55.
[16] Robert G. Gomacki, New Testament Survey (Grand Rapids, Michigan: Baker Books Haouse, 1974), 70.
[17] Henry Clarence Thiesen, Introduction to The New Testament (Grand Rapids, Michigan: WM. B. Eerdmans Publishing Company, 1989), 132.
[18] Tenney., 184.
[19] Ibid.
[20] Ibid.,  Tenney memberi alasan bahwa Kutipan-kutipan Injil dalam karya para penulis gereja yang pertama seperti Papias dan Ignatius sangat menyerupai ayat-ayat dalam Injil Matius, sehingga ini menunjukkan bahwa Injil yang pertama merupkan pilihan jemaat Siria Yahudi.  Hal ini juga dikuatkan oleh karena Antiokhia adalah gereja pertama yang mempunyai anggota bukan Yahudi dalam jumlah yang banyak berbicara dalam bahasa Aram dan Yunani, dan tidak ada tempat lain yang lebih sesuai dengan Antiokhia.
[21] Groenen., 88.
[22] Duyverman., 55.
[23] Kamus Pintar Alkitab, s.v. “Antiokhia, ” oleh Selvester M. Tacoy.  Kota ini terletak 485 KM sebelah utara Yerusalem.
[24] I. Suharyo, Pengantar Injil Sinoptik (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1989), 78.  Tempat penulisan ini ditentukan dengan mempertimbangkan Injil Matius di tulis di daerah yang dihuni oleh sebagian besar oleh orang Yahudi, dimana dipakai bahasa Yunani, dan tidak terlalu jauh dari Yamnia (= pusat Yudaisme sesudah Yerusalem hancur, terletak di sebelah selatan Tel Aviv sekarang).
[25] Guthrie., 22.  Kemungkinan penerima surat ini adalah jemaat yang bercampur antara orang Yahudi dan non-Yahudi, tetapi jumlah jemaat Yahudi lebih banyak, meskipun jemaat non- Yahudi kemungkinan terus bertambah.
[26] J. J. de Heer, Tafsiran Alkitab: Injil Matius I (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982), 16.
[27] Groenen., 88.
[28] Irving L. Jensen, Matius: Buku Penuntun Belajar (Bandung: Penerbit Kalam Hidup, 1974), 8.
[29] Stefan Leks, Tafsir Injil Matius (Jakarta: Penerbit Kanisius, 2007), 16.  Leks juga mengatakan bahwa Matius sebagai penulis kitab ini suka berpolemik dengan orang-orang Yahudi yang tidak mau menerima Yesus.  Hal ini terlihat jelas dari seringnya ia mengecam orang-orang farisi.
[30] Suharyo., 79.
[31] Duyverman., 54.  Di dalam Yesus itu kerajaan Allah telah datang dan nanti akan berkembang sampai kepada kesudahan Alam.  Barang siapa menerima Yesus, ia menjadi anak kerajaan Sorga, terang dunia yang kebenarannya melebihi kebenaran yang sebelumnya.
[32] De Heer., 17.
[33] Tenney., 193.  Diantara kitab Injil lainnya, Injil Matius lebih banyak mengandung khotbah-khotbah pendek (pasal 5, 6, 7) maupun yang lebih panjang (pasal 10, 13, 18, 23, 24, dan 25) yang dikutip dari ajaran-ajarn Yesus.
[34] Ibid., 193.
[35] Ibid., 3.
[36] Tenney., 5-11. 
[37] Groenen., 35.  Raja ini kemudian diberi gelar Herodes Agung, ia bukan seorang Yahudi murni tetapi keturunan orang Idumea.  Nenek moyangnya terpaksa masuk Yahudi, tetapi agama tidak berarti apa-apa baginya.  Ia berlagak seperti orang Yahudi namun bergaya hidup Yunani.  Ia adalah orang yang tidak disukai oleh rakyatnya.  Watak Herodes ganas dan Galak dan tidak kenal ampun terhadap siapa saja yng dicurigai, namun demikian ia tetap menjadi orang kepercayaan kaisar Roma.
[38] Joachim Jeremias, Jerusalem in the Time of Jesus (Philadelpia, PA: Fortpress, 1962), 124.
[39] Groenen., 35.  Wali negeri yang menjabat secara berturut-turut adalah Coponius, valerius Gratus, Pontius Pilatus, Marcellus, Cuspius Fadus, Tiberius Alexander, Ventidius Cumanus, Antonius Felix, Porcius Festus, Luceius Albinus, Gesius Flores dan raja Herodes Agrippa I pada tahun 41-44 M, yang sama dengan masa Herodes Agung memiliki wilayah seluruh palestina.
[40] Wolfgang Stegemenn et al., ed., The Social Setting of Jesus and The Gospels, oleh anonymous (Minneapolis: Fortress Press, 2002), 79.
[41] Stegemenn., 79.
[42] Tenney, 60-3.
[43] Tenney., 72.  Perkembangan dan pelakasanaan ibadah mereka dipengaruhi oleh keadaan ekonomi.  Pertanian, perindustrian, keuangan, dan penagankutan serta perjalanan semuanya berpengaruh terhadap penyebaran Injil.
[44] Ibid., 73-7.
[45]Bahasa Yunani Koine tetap menjadi bahasa pemersatu atau bahasa pergaulan di suatu tempat dimana terdapat berbagai bahasa disitu, meskipun pada masa itu Yunani sudah tidak memerintah.
[46] Tenney., 81-4.
[47] Ibid.  Agama ini bermula dari pertumbuhan negara militer dan hubungan yang terjadi dengan kebudayaan Yunani yang mengakibatkan peleburan dewa-dewi dibawah dominasi Pantheon-Yunani.  Yupiter, dewa langit, disamakan dengan Yunani Zeus; Juno, istrinya dengan Hera, Neptunus, dewa laut, dengan poseidon; Pluto, dewa kejahatan, dengan Hades.  Di bawah pemerintahan Augustus kuil-kuil baru dibangun dan dibentuk jajaran imam baru.  Banyak orang yang mempercayai dan menyembah dewa-dewi kuno, baik dewa-dewi Yunani maupun Roma.
[48] Ibid., 83-9.
[49] Misalnya Julius Caesar, Kaisar Caligula, dan Domitianus.
[50] George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru I (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2002), 114.
[51] Leon Morris, Teologi Perjanjian Baru, diterjemahkan oleh H. Pidyarto (Malang: Gandum Mas, 1986), 160.
[52] David Iman Santoso, Teologi Matius: Intisari dan Aplikasinya (Malang: Literatur SAAT, 2009), 23.
[53] Ibid., 29-58.
[54]Kata Ibrani untuk ungkapan ini ialah: "Mesias". Kata ini adalah sebuah gelar yang berarti "Dia yang diurapi"; gelar ini diberikan kepada penyelamat yang kedatangan-Nya dijanjikan oleh nabi-nabi bangsa Yahudi. Tapi pengertian Yesus akan dan cara-Nya untuk menggenapi panggilan ke-Mesias-an-Nya berbeda dari gambaran umum tentang Mesias yang diharapkan. Suara dari sorga pada saat pembaptisan-Nya (#/TB Mr 1:11*) menyambut Dia sebagai Mesias dari suku Daud, dengan kata-kata dari #/TB Mazm 2:7*: ‘AnakKu-lah Engkau’. Tapi dengan menambahkan kata-kata dari #/TB Yes 52:1* yg memperkenalkan Hamba Yahweh, diberi pertanda bahwa ke-Mesias-an-Nya akan menggenapi gambaran Hamba itu, rendah hati, taat, menderita, menggenapi tugas-Nya dengan menjalani maut, sambil menyerahkan pembelaan atas diriNya kepada Allah dengan hati yg percaya. Pelayanan Yesus yg dimahkotai dengan penderitaan-Nya, ditandai dengan selalu berpegang teguh pada jalan yg ditentukan bagi-Nya oleh BapakNya. Maka karena itu Yesus memberikan pengertian baru kepada kata ‘Mesias’, yg mengatasi setiap arti yg sebelum itu dimilikinya.  Lihat Ensiklopedi Alkitab: Jilid M-Z, “Mesias”.
[55] Nehemia Mimery, Komentar Praktis Injil Sinoptis: Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas (Jakarta: Mimery, 1992), 2.
[56] Suharyo, 17.
[57] Yang dimaksud ketiga Injil adalah Injil Matius, Injil Markus, dan Injil Lukas.
[58] Suharyo, 35.
[59] Cleon L Rogers Jr dan Cleon L Rogers III, The New Linguistic and Exegetical Key to the Greek New Testament (Grand Rapids, Michigan: Zondervan Publishing House, 1998), 64.
[60] Hasan Susanto, Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru (PBIK), jilid I dan II (Jakarta: LAI, 2006), 135.  Kata Aphiemi ini muncul sebanyak 143 kali di dalam perjanjian baru.
[61] Bentuk Aorist aktif menunjukkan bahwa perbuatan itu dilakukan sekali yang memiliki dampak untuk seterusnya di masa depan.  Lihat William D Mounce, Basics of Biblical Greek Grammar (Dasar-dasar Bahasa Yunani Biblika Gramatika.) (Malang: Literatur SAAT, 2012), 169.
[62] Harold K. Moulton, The Analytical Greek Lexicon Revised: 1978 edition (Michigan: Zondervan Publishing House Grand Rapids, 1978), 61.
[63] Rogers Jr dan Rogers III, 64.
[64] Ibid.
[65] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Injil Matius Pasal 11-28 (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2010), 586.
[66] Rogers Jr dan Rogers III, 64.
[67] Moulton, 170.
[68] Sutanto, 739.
[69] Mattew Henry, Tafsiran Mattew Henry: Injil Matius 15-28 (Surabaya: Momentum, 2008), 1514-5.
[70] Rogers Jr dan Rogers III, 64.
[71] Wesley J. Perschbacher, The Analytical Greek Lexicon of The New Testament: Every Word and Inflection of the Greek New (USA: Hendrikson Publisher, Inc, 2001), 191.
[72] Barclay, 587.
[73] Henry, 1518.

No comments:

Post a Comment

Jika anda Ingin Membantu pelayanan ini, silahkan kirimkan bantuan anda dengan menghubungi email charinmarbun@gmail.com. Jika anda diberkati silahkan Tuliskan dalam komentar. Jika ada pertanyaan dan permohonan Topik untuk dibahas, silahkan tuliskan dikolom komentar. Terimakasih sudah membaca, Tuhan Yesus memberkati selalu.