MAKNA KETEKUNAN DAN PENDERITAAN






MAKNA KETEKUNAN DAN PENDERITAAN
EKSEGESIS TEKS WAHYU 1:9
DAN APLIKASINYA BAGI JEMAAT MASA KINI


Pendahuluan

            Penderitaan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.  Pada kenyataannya, setiap manusia yang hidup pastinya pernah mengalami apa yang disebut dengan penderitaan.  Penderitaan adalah “keadaan yang menyedihkan yang harus ditanggung.”[1]  Penderitaan berasal dari kata dasar derita yang di dalam bahasa Sansekerta yaitu dhra yang memiliki arti menahan atau menanggung.  Jadi penderitaan ialah menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan.[2]
            Secara umum, macam-macam penderitaan antara lain: penderitaan karena alasan fisik, seperti bencana alam, penyakit dan kematian, yang kedua ialah penderitaan karena alasan moral, seperti kekecewaan dalam hidup, matinya seorang sahabat, kebencian kepada orang lain, dan lain sebagainya.  Semua penderitaan ini menyangkut kehidupan duniawi dan tidak mungkin disingkirkan dari dunia, serta dari kehidupan umat manusia.[3]  Penderitaan adalah sesuatu yang sangat tidak diinginkan oleh setiap manusia untuk terjadi di dalam kehidupannya.  Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa penderitaan ialah fakta yang bersifat universal.  Maka tidak heran jika penderitaan selalu dipandang sebagai sesuatu yang bersifat negatif.  Hal ini disebabkan oleh karena penderitan sangat identik dengan kesedihan serta kemalangan.  Maka dari itu, tidak heran jika pada akhirnya muncul berbagai pengajaran yang timpang yang berusaha untuk menjawab masalah mengenai sebuah penderitaan.
Konteks Historis

Penulis dan Penerima

            Penulis dari kitab Wahyu adalah Yohanes.  Hal ini terlihat jelas dibuktikan secara internal dari dalam kitab Wahyu ( Why. 1:1; 1:4; 1:9; 22:8).  Tradisi gereja mempercayai bahwa Yohanes yang menulis kitab Wahyu adalah penulis kitab Injil Yohanes yang adalah murid Yesus.[4]  Sebagian besar ahli menyimpulkan bahwa penerima kitab ini adalah keseluruhan gereja Tuhan Yesus Kristus disegala tempat dan segala abad.[5] Sementara itu, Bratcher dan Hatt on mengatakan bahwa kitab ini ditujukan kepada semua orang Kristen pada waktu itu, atau setidak-tidaknya kepada semua orang Kristen di propinsi Asia pada saat itu.  Sementara penerima surat ini secara internal juga dinyatakan bahwa surat ini ditujukan kepada ke-tujuh jemaat di Asia Kecil (Why. 1:4).[6]  Ke-tujuh jemaat ini adalah jemaat di Efesus, Smirna,  Pergamus, Tiatira, Sardis, Filadelfia, dan Laodikia. 

Tujuan Penulisan

            Yohanes menulis kitab ini di Asia Kecil.  Pada masa itu umat Kristen disiksa dan dikejar-kejar karena kepercayaan mereka kepada Yesus Kristus sebagai Anak Allah, sehingga dengan menulis kitab ini sang penulis berharap ingin memberi semangat kepada para pembaca dan pendengarnya, dan juga untuk mendorong mereka supaya tetap percaya meskipun waktu situasi demikian.[7]  Kitab Wahyu ditulis untuk memberikan dorongan dan penghiburan serta semangat untuk tetap setia bagi orang percaya di mana pada saat itu sedang mengalami penderitaan dan penganiyaan.[8]  Selain itu, kitab Wahyu juga bertujuan untuk mengajar dan menegur gereja dan orang percaya yang juga sedang mengalami degradasi secara rohani.[9]  Hal ini terlihat jelas di dalam salah satu teguran yang dialamatkan kepada jemaat di Efesus di mana mereka telah kehilangan kasih yang mula-mula.  Oleh karena itu, kitab Wahyu ditulis selain sebagai penghiburan dan memberikan dorongan, juga sebagai nasihat untuk penggembalaan ketujuh gereja yang ada di Asia Kecil.

Sosial-Politik

            Pada masa penulisan kitab wahyu, abad pertama dan awal abad kedua adalah puncak dari kejayaan pemerintahan Romawi dan kemakmuran yang terjadi dalam bidang sosial bagi masyarakat Roma.  Pada masa ini, secara politik Romawi yang menjadi penguasa atas seluruh wilayah.  Sejak zaman kekaisaran Agustus penyembahan kepada kaisar dimulai sehingga mengakibatkan munculnya kelompok pemberontak yang ingin melawan imperial Romawi.[10]  Pada zaman pemerintahan kaisar Nero (54-68 M) penyembahan kepada kaisar dipaksakan kepada semua orang, sehingga terjadilah penganiyaan besar-besaran terhadap orang Kristen yang setia.[11]  Pada tahun 81-96 M kaisar Domitianus juga mewajibkan penyembahan kepada kaisar bagi seluruh rakyat dan bangsa di bawah kekuasaan Romawi.  Pada masanya, Domitianus memerintah dengan sewenang-wenang dan seorang yang diktator, sehingga menjadi perlawanan bagi perkembangan kekristenan dan menandai pertumbuhan keadaan sosial, ekonomi, dan keagamaan seperti yang dinubuatkan oleh kitab Wahyu.  Jadi, kitab Wahyu adalah saksi dari kebencian yang makin hebat di antara gereja dan negara Romawi yang kafir.[12]

Konteks Sastra

Konteks Dekat

            Di dalam teks Wahyu 1:4-8 dituliskan bahwa surat yang dituliskan berasal dari ketujuh Roh dan dari Yesus Kristus.  Yesus Kristus dijelaskan sebagai saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati dan yang berkuasa atas raja-raja bumi ini.[13]  Dalam hal ini jelas dinyatakan bahwa jemaat sedang didorong untuk tetap setia menjadi saksi seperti Kristus yang adalah saksi yang setia.  Jemaat juga didorong untuk tetap setia dan berpengharapan bahwa satu kelak akan ada kebangkitan.  Mereka diyakinkan bahwa byang berkuasa atas semua raja-raja adalah Yesus Kristus, bukanlah raja-raja yang menganiaya mereka.  Hal ini merupakan penghiburan bagi jemaat yang sedang mengalami penderitaan.  Yohanes juga mengingatkan bahwa Yesus telah mengasihi jemaat itu dan melepaskan mereka dari dosa dengan kematian-Nya dan membuat menjadi suatu kerajaan bagi-Nya.  Kemudian diteruskan dengan pernyataan bahwa Dia adalah Alfa dan Omega, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, yang mahakuasa.  Dalam hal ini terlihat jelas bahwa jemaat sedang didorong untuk bertahan di dalam kesusahan mereka ketika mereka menjadi saksi bagi Kristus.  Penghiburan juga diberikan bahwa Dialah yang mahakuasa dan sudah ada dan akan datang bagi jemaat itu. 
            Di dalam ayat 10-20 dituliskan bahwa Yohanes telah melihat Yesus Kristus dengan segala kemuliaan-Nya.  Yesus berkata kepada Yohanes untuk tidak takut, karena Dialah yang memegang kekuasaan bahkan segala kunci maut dan kerajaan maut.  Dengan melihat hal ini jelas bahwa ketujuh Jemaat di Asia kecil sedang didorong untuk tetap setia menjadi saksi Kristus.

Konteks Jauh

            Dalam Wahyu 1:3 dikatakan bahwa berbahagialah yang membacakan dan yang mendengarkan serta yang menuruti apa yang tertulis di dalam kata-kata nubuat itu (Kitab Wahyu).  Hal ini menunjukkan dorongan kepada jemaat untuk tetap bersukacita dan berbahagia di dalam semua yang mereka alami.  Di dalam ayat-ayat sesudahnya, banyak menggambarkan penghakiman-penghakiman yang datangnya dari Kristus Yesus sebagai Hakim yang adil.  Hal ini menunjukkan bahwa Yesus Kristuslah yang berkuasa atas segala yang ada.
Exegesis Teks

Wahyu 1:9,
“Aku, Yohanes, saudara dan sekutumu dalam kesusahan, dalam Kerajaan dan dalam ketekunan menantikan Yesus, berada di pulau yang bernama Patmos oleh karena firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus.”

Ekesegesis kata Kesusahan dan Ketekunan.
Sekutu dalam Kesusahan (sugkoinwnoς en qliyei ).
Kata sekutu dalam bahasa Yunani sugkoinwnoς[14] yang memiliki arti yang mendapat bagian dalam; yang ikut serta dalam.[15]  Cleon Roger memberikan arti terhadap kata ini yaitu, Fellow partaker, one who shares together.[16]  Sementara kata kesusahan berasal dari kata qliyei  yang berasal dari kata dasar qliyiς yang memiliki bentuk datif tunggal, yang berarti pressure, trouble, distress, tribulation.[17]  Kata qliyiς muncul sebanyak 45 kali di dalam Perjanjian Baru dan 5 kali di dalam kitab Wahyu[18] di mana kata ini sering diartikan penindasan, kesusahan, kesengsaraan, penderitaan, penyiksaan.[19]  Kata en + datif di dalam prase sugkoinwnoς en qliyei menyatakan bahwa orang yang menerima surat Wahyu dari Yohanes adalah teman, sekutu, sepenanggungan di dalam kesusahan yang dialami oleh Yohanes dan penerima suratnya.  Hal ini menyatakan bahwa mereka turut merasakan bersama-sama masuk di dalam penderitaan dan kesusahan yang dialami bersama.  Di dalam perjanjian Baru kata qliyiς (Kesusahan) selalu digunakan sebagai sebuah Figurative Sense, di mana pengalaman penderitaan dari anggota gereja, dan rasul-rasul yang dapat diteladani.[20]  Kesusahan yang dimaksud di dalam kitab Wahyu secara umum adalah menunjuk kepada kesusahan besar di mana orang-orang percaya pada masa itu dalam aspek present sudah mengalaminya dan dalam sapek future (eskatologi) akan mengalami kesusahan besar tersebut. 

Ketekunan
Kata ketekunan dalam bahasa aslinya adalah upomonh[21] yang memiliki bentuk feminim datif tunggal[22] berarti ketekunan, kesabaran, dan ketahanan.[23] Wesley J. Perschbacher juga memberikan hal yang sama di mana kata upomonh m emiliki bentuk feminim datif tunggal yang memiliki arti patient endurance, patient awaiting, a patient frame of mind, an enduring of affliction.[24]  Cleon Roger memberikan arti yang lebih luas yaitu patience, patient endurance, bearing up under pressure.[25]  Kata ini muncul 32 kali dalam Perjanjian Baru dan 7 kali dalam kitab Wahyu[26], yang diberi arti Ketekunan; kesabaran; ketabahan; ketekunan menantikan.[27]  Ketekunan dalam hal ini merujuk kepada ketekunan akan hal menanggung penderitaan, kesusahan, dan penyaniayaan yang di akibatkan oleh Injil (iman orang percaya kepada Yesus Kristus).  Jika kita melihat di dalam kitab Wahyu, kata upomonh selalu dipadankan dan muncul berbarengan dengan kata qliyei.  dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa ketekunan yang dimaksud adalah di mana orang-orang percaya tekun, sabar, tabah menanggung penderitaan, kesengsaraan, penganiyaan yang mereka alami dan terus tekun menantikan kedatangan Tuhan Yesus.  Ketekunan ini juga menunjuk kepada ketekunan Tuhan Yesus yang bahkan Rela hingga mati di salibkan.  Dalam kitab Wahyu Yohanes menjadikan Yesus Kristus menjadi Teladan akan ketekunan itu sendiri.  Oleh karena itu Yohanes mendorong kepada penerima suratnya untuk terus-menerus bertekun menjadi saksi yang setia sekalipun harus mengalami penderitaan dan penganiayaan (Why 1:5).



Kesimpulan
Dalam teks Wahyu 1:9 dapat disimpulkan bahwa Yohanes sedang menyurati orang-orang percaya yaitu ketujuh jemaat yang ada di Asia Kecil untuk tetap bertekun dan setia menjadi saksi seperti Yesus yang adalah setia sampai mati, dan seperti dirinya yang bertekun di dalam Kristus meskipun mengalami penderitaan dan penganiyaan.  (untuk jenis penderitaan dan penganiayaan lihat latar belakang jemaat dan politik pada masa Yohanes menulis surat Wahyu.)
Aplikasi Masa Kini
            Pada masa kini, Kekristenan sering ditolak.  Sebagai orang percaya sering diperlakukan secara diskriminatif baik oleh pemerintahan, maupun oleh masyarakat di sekeliling kita.  Terkadang kita mengalami kesusahan akibat mempertahankan iman kita dan menjadi saksi bagi Kristus.  Kita mungkin dikucilkan, dianiaya, atau apa pun bentuknya kesusahan yang kita dapatkan ketika kita menjadi saksi yang setia.  Hal ini menjadi perlu kita ingat bahwa kita tidak boleh mundur ataupun menjadi lemah, karena Yesus mengasihi kita dan Telah melepaskan kita dari dosa-dosa kita serta telah menyediakan tempat bagi kita.  Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa penderitaan, kesusahan yang kita alami sekarang tidak ada artinya dengan kemuliaan yang akan kita terima ketika kita menjadi setia, tetap menantikan Kristus.



[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, s.v.”Penderitaan,” oleh Anton M.  Moeliono.

[2] Norman,”Manusia dan Penderitaan,” [artikel on-line]; diambil dari http://artikelmedia.blogspot.com/2011/03/manusia-dan-penderitaan.html; Internet; diakses 16 November 2014.

[3] Gunadarma University,”Manusia dan Penderitaan,” [jurnal on-line]; diambil dari http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/03/manusia-dan-penderitaan-22/; Internet; diakses 16 November 2014.
[4] George E. Ladd, A Commentary on The Revelation Of John (Grand Rapids: Eerdmans Publishing, 1972), 7.
[5] Simon J. Kistemaker, Tafsiran Kitab Wahyu (Terjemahan, cet.1., Surabaya: Momentum), 2009), 56
[6] Merill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru (Malang: Gandum Mas, 1992), 475.
[7] C. Groenen. 1984. Pengantar ke Dalam Perjanjian Baru. (Yogyakarta: Kanisius), 1984. 394-398.
[8] William Hendriksen, Lebih dari Pemenang: Sebuah Interpretasi Kitab Wahyu, diterjemahkan Peter Suwadi Wong (Surabaya: Momentum, 2007), 2.
[9] David Iman Santoso, Membaca dan Memahami Kitab Wahyu: Pesan Kristus kepada Gereja-Nya (Malang: Literatur SAAT, 2003), 20.
[10] Jakob P.D. Groen, Aku Datang Segera: Tafsiran Kitab Wahyu (Surabaya: Penerbit Momentum, 2002), 15.
[11] Dave Hagelberg, Tafsiran Kitab Wahyu dari Bahasa Yunani (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005), 5.
[12] Tenney, 476.
[13] Wahyu 1:5a
[14] Perjanjian Baru (Yunani-Indonesia), Lembaga Alkitab Indonesia.
[15] B. F, Drewes, Haubeck Wilfrid dan Siebent, Kunci Bahasa Yunani Perjanjian Baru (Surat Roma Hingga Kitab Wahyu) (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006) 365.
[16] Cleon Roger JR dan Cleon Roger III,  The New Linguistik and Exegetical Key to Greek New Testament (Grand Rapids, Michigan: Zondervan Publishing House, 1999), 612.
[17] Ibid.
[18] Lihat, Wahyu 1:9, 2:9; 2:10; 2:22; 7:14.
[19] Hasan Sutanto, Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru Jilid II (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2014) 351.
[20] Gerhad Kittel, Theological Dictionary of the New Testament Vol. III (Grand Rapids, Michigan: WM. B Eerdmans Publishing, 1979), 143. 
[21] Perjanjian Baru (Yunani-Indonesia), Lembaga Alkitab Indonesia
[22] Harold K. Moulton, The Analitical Greek Lexicon Revised (Grand Rapids, Michigan: Zondervan Publishing House, 1978), 418.
[23] B. F, Drewes, Haubeck Wilfrid dan Siebent, Kunci Bahasa Yunani Perjanjian Baru (Surat Roma Hingga Kitab Wahyu) (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006) 365.
[24] Wesley J. Perschbacher, The New Analytical Greek Lexicon (USA: Hendrickson Publishers, 1990), 422.
[25] Cleon Roger JR dan Cleon Roger III,  The New Linguistik and Exegetical Key to Greek New Testament (Grand Rapids, Michigan: Zondervan Publishing House, 1999), 612.
[26] Lihat Wahyu 1:9; 2:2; 2:3; 2:19; 3:10; 13:10; 14:12.
[27] Hasan Sutanto, Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru Jilid II (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2014) 733.

No comments:

Post a Comment

Jika anda Ingin Membantu pelayanan ini, silahkan kirimkan bantuan anda dengan menghubungi email charinmarbun@gmail.com. Jika anda diberkati silahkan Tuliskan dalam komentar. Jika ada pertanyaan dan permohonan Topik untuk dibahas, silahkan tuliskan dikolom komentar. Terimakasih sudah membaca, Tuhan Yesus memberkati selalu.