EVALUASI KRITIS TERHADAP TEOLOGI FEMINISM

Oleh: Pardomuan Marbun
Latar Belakang Teologi Feminis
Pada abad ke-20 timbul pemikiran teologis yang bermacam-macam yang semuanya dimaksud untuk menjawab tantangan zaman itu.  Hal ini disebabkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan modren dan filsafat.[1]  Teologi feminis adalah salah satu pemikiran teologis yang muncul pada zaman ini dan berpengaruh besar hingga masa kini.  Salah satu penyebab munculnya teologi feminis ini diakibatkan adanya perubahan makna gender dalam pemahaman ilmu pengetahuan.  Perubahan makna gender ini muncul di kalangan feminis London yang tidak lagi menggunakan istilah patriarkal atau seixist untuk perjuangan membela hak-hak perempuan.  Akar dari aliran Feminisme ini sudah ada sejak awal abad 20, yaitu pada masa sesudah penghapusan perbudakan dan hak pilih kaum wanita diakui dan dilegitimasi di Amerika dalam undang-undang.  Ann Oakley, salah satu tokoh feminis London yang mempopulerkan kata gender sebagai istilah non-biologis bagi laki-laki dan perempuan.[2]   Hingga kini gender lebih populer diartikan sifat non-biologis yang berpangkal pada perbedaan jenis kelamin, dibakukan dalam tradisi dan sistem budaya masyarakat.[3]  Tepatnya, gender terkait dengan harapan-harapan sosial dan kultural terhadap manusia berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.  Perbedaan gender menghasilkan peran, status, perilaku dan perangai bahkan meluas sampai kepada kapasitas/kemampuan diri yang berkaitan dengan kekuasaan yang terjadi di masyarakat.[4]   Dengan demikian, gender bukan dikodratkan oleh Tuhan tetapi ditentukan oleh masyarakat (konstruksi sosial), sehingga dapat berubah, berbeda-beda bahkan dipertukarkan sesuai dengan budaya, tempat, dan keadaan yang tertentu.[5]  Hal inilah yang diperjuangkan oleh tokoh teolog feminis.
Kemudian pada awal 1960-an beberapa teolog wanita dan mahasiswi teologi di Amerika Serikat mengembangkan satu jurusan teologi baru yang mereka sebut dengan Teologi Feminis.[6]  Teologi ini dipengaruhi oleh gerakan pembebasan wanita yang mewabah ke seluruh dunia, khususnya bagi masyarakat Amerika Utara.  Di Amerika Serikat yang menjadi katalisator gerakan wanita modern adalah karya monumental Betty Friedan, The Feminine Mystique (1963) yang memberikan pengaruh yang sangat kuat bagi masyarakat di negara tersebut.[7]  Pengaruhnya dapat disejajarkan dengan karya Charles Darwin, The Origin of the Species.  Sejak saat itu gerakan ini seolah tak terbendung lagi.  Kini gerakan feminis dapat kita jumpai di belahan bumi mana pun, sehingga tidak heran jika kita mengenal adanya black feminist theology di Afrika, feminis Islam di Indonesia, feminis Yahudi dan sebagainya.  
Jikalau North American Black Theology dan Latin American Liberation Theology dimulai dengan berlandaskan pada suatu pengalaman penindasan yang sangat mendalam sehingga 'penindasan' ini menuntut mereka untuk mendapatkan pembebasan, maka dalam gerakan Teologi Feminis landasan mereka adalah situasi penganiayaan dan penindasan terhadap kaum wanita.[8]  Oleh karena itu, tema seputar penindasan terhadap kaum wanita menjadi arah dasar teologi mereka.  Mereka ingin wanita dibebaskan dari penganiayaan dan penindasan (oleh kaum laki-laki) yang sudah terjadi selama ratusan tahun lalu.  Pengalaman penderitaan wanita Amerika Latin dan Amerika Utara mendorong kaum Feminis untuk mencari sebab kesalahan ini dan meminta keadilan dalam hidup mereka.[9]
Teologi feminis lahir sebagai reaksi protes terhadap dominasi dan penindasan terhadap kaum wanita yang berlangsung di dalam dan di luar gereja selama berabad-abad.[10]  Teolog-teolog feminis sendiri yakin bahwa pendorong gerakan mereka berakar dari pengajaran Perjanjian Baru tentang bagaimana seharusnya orang Kristen berelasi satu dengan yang lain.  Model relasi orang Kristen, khususnya pria dan wanita tidak bersifat hierarki melainkan kesederajatan yang sempurna dan tidak boleh ada lagi peran dalam masyarakat, gereja ataupun di rumah yang berdasar pada gender.
Pengertian Teologi Feminis
Salah satu perkembangan teologi yang terjadi pada akhir-akhir ini adalah bahwa iman mulai direfleksikan dari sudut pandang dan pengalaman kaum perempuan.  Model refleksi teologis ini disebut teologi feminist. Dasar dari refleksi ini bersumber pada keyakinan akan adanya kesetaraan gender yakni kaum perempuan dan laki-laki memiliki martabat yang utuh sebagai manusia.  Feminism tidaklah sama dengan teologi Feminist.  Philip Kennedy dengan jelas memaparkan perbedaannya seperti dibawah ini:
Feminism is the belief and intellectual conviction that females are humanly equal to males.  It also involves the active promotion of that conviction. Feminist theology is a discourse about God that complements a centuries-long tradition of theology articulated mostly by men,by using the experiences of girls and women – peculiar to them – to devise lan-guage about God that is neither sexist, androcentric nor patriarchal.[11]
Melihat hal di atas feminisme adalah kepercayaan dan keyakinan intelektual bahwa perempuan sama dengan laki-laki secara manusiawi.  Hal ini dapat disamakan dengan gerakan emansipasi wanita yang dipelopori oleh Raden Ajeng Kartini di Indonesia.[12]  Sementara teologi feminist lebih cenderung kepada pemahaman tentang Allah yang dikaji dari sudut pandang perempuan, dimana selama ini selalu dikaji dari sudut pandang Patriakal.  Lebih jelas lagi diungkapkan oleh Neil Ormerod yang mengatakan bahwa:
The issue of a particularly feminist perspective in Christianity goes back to attemps in the late nineteenth and early twentieth centuries to create a "women's bible. the purpose  of this bible was to delete or rewrite those sections of the bible which where thought to be oppressive of women.[13]
Jadi teologi Feminist ingin mengubah semua catatan yang ada di dalam Alkitab yang dianggap merugikan dan menindas wanita.  Teologi feminis berusaha untuk mengungkap cara di mana tradisi Kristen telah terinfeksi oleh ideologi patriarki.[14] 
Jenis-jenis Kaum Feminis
Feminis Pembaharuan
Kaum feminis pembaharuan adalah mereka yang berusaha memberi kesempatan, baik bagi kaum pria maupun bagi kaum wanita untuk menggunakan potensinya.  Mereka berusaha memberi kesempatan baik bagi kaum pria maupun kaum wanita untuk menggunakan potensinya.  Menurut mereka, dalam masyarakat tradisional pembagian tugas menurut jenis kelamin membatasi kebebasan keduanya, baik pria maupun wanita.[15]  Mereka mendapat kesempatan memainkan peranannya dan hanya beberapa bagian peranan yang cocok dengan kedudukannya, misalnya sebagai ayah atau ibu.  Mereka berfungsi seperti separuh manusia. Oleh karena itu, menurut kaum feminis pembaharuan, harus ada pembaharuan berkaitan dengan kedudukan pria dan wanita.  Pembaharuan ini dapat dicapai dengan dua cara yaitu pembaharuan secara struktural dan secara individu.[16]
Feminis Emansipasi
Kaum feminis emansipasi, ("emancipare" yang berarti melepaskan) adalah mereka yang
Feminis Radikal
Kaum Feminis Radikal adalah mereka yang tidak puas untuk memperbaharui masyarakat yang ada saja tetapi ingin menghancurkan sistim patriakal yang ada. 
Bentuk dan Penekanan Teologi Feminism
Pamela Dickey Young mencirikan empat tema yang mempersatukan gerakan para feminis di seluruh dunia, yaitu:  pertama, teologi Kristen tradisional bersifat patriarkhal.  “It has been written, almost totally, by men.  It has been formulated, despite claims to universality, as though maleness were the normative form of humanity.”  Kedua, teologi tradisional telah mengabaikan kaum wanita serta pengalaman mereka.  Ketiga, natur teologi yang patriarkhal telah memberikan konsekuensi yang merusak bagi wanita.  Keempat, sebagai solusi atas ketiga masalah di atas, itu wanita harus menjadi teolog yang memulai usaha teologis mereka.  “They must do theology in such a way . . . women must become equal shapers of the theological enterprise.  Oleh karena itu, menurut Young, setiap doktrin serta konsep teologis harus diuji kembali dari sudut kesadaran kaum wanita yang tertindas. [17]
Penekanan feminisme adalah “penindasan,” “patriarkhal” dan “kesetaraan”.  hal ini merupakan problem yang harus dihadapi oleh wanita.  Kaum wanita harus berjuang melawan penindasan yang diakibatkan oleh tembok-tembok patriarkhal guna mencapai kesetaraan dengan pria.  Dengan kata lain, perjuangan kaum wanita pada dasarnya adalah perjuangan untuk meraih kebebasan dan secara ringkas dapat disimpulkan bahwa feminisme pada hakikatnya adalah suatu gerakan pembebasan kaum wanita dari sistem yang selama ini membuat mereka berada di marginal.  Sedangkan teologi feminis dapat dikatakan sebagai suatu usaha untuk menjelaskan kembali iman Kristen dari perspektif wanita sebagai kelompok yang tertindas.
Pendekatan Teologi Feminis
Kaum Feminis mengembangkan tiga langkah dalam berteologi yaitu: Pertama, dimulai dengan kritik terhadap peristiwa masa lampau, terutama terhadap tradisi gereja dan budaya yang cendrung bernuansa patriarkat.[18]  Kritik tersebut dimaksudkan sebagai semacam penyembuhan atas ingatan akan adanya bahaya penindasan yang dialami kaum wanita pada masa lampau yang dilakukan oleh kaum laki-laki.  Kedua, mencari alasan, istilah dan alternatif lain untuk mendukung gerakan yang disesuaikan dengan keinginan mereka, terutama dari Kitab Suci, dan juga dari luar Alkitab.  Ketiga, mereka mengembangkan metode teologi untuk merevisi doktrin yang tidak sesuai dengan lingkup dunia wanita.  Teolog feminis juga mempertanyakan otoritas kaum laki-laki, karena menurut mereka laki-laki dan perempuan adalah sederajat diciptakan Tuhan.[19]
Beberapa preposisi yang ditulis oleh Betty Talbert-Wettler: Feminis melihat bahwa sistem ajaran inti kekristenan bersifat ‘patriarkhat’ yang menindas wanita.[20]  Simbol ‘maskulin’ untuk Allah menguatkan sistem hirarki secara seksual, menempatkan kedudukan laki-laki melebihi kedudukan wanita.  Simbol, metafor dan gambaran Kristus sebagai laki-laki tidak cocok dengan kepentingan religi wanita.  Wanita harus dilepas-bebaskan dari penindasan kaum laki-laki baik secara teologis maupun secara sosial.  Wanita harus membangun komunitas baru yang berdasarkan pada nilai-nilai yang berbeda dengan tradisi dan filsafat ‘patriarchi’.
Pandangan Feminis terhadap Allah/Kristologi.
Kristologi merupakan sebuah ajaran Gereja yang paling banyak digunakan untuk menindas kaum perempuan.[21]  Allah bisa digambarkan sebagai laki-laki maupun perempuan (ex: Lukas 15:1-10; Domba dan dirham yang Hilang; Mat 23:37-39).  Jenis kelamin Yesus dianggap sebagai modus apa artinya menjadi manusia.  Tafsiran harafiah menyingkirkan kaum perempuan karena menjadi laki-laki berarti menjadi manusia yang ideal.  Kristologi pembebasan feminis telah menemukan Yesus sebagai Sang Pembebas, bukan dalam arti umum yang berkenaan dengan orang-orang miskin tetapi khususnya berkenaan dengan kaum perempuan.[22]  Yesus di dalam iman kaum feminis telah membawa keselamatan melalui hidup dan Roh-Nya, menempatkan kaum perempuan kepada martabat pribadi yang sepenuhnya dalam kerajaan dan pemerintahan Allah.  Yesus juga telah mengilhami kaum feminis untuk membebaskan diri dari struktur-struktur dominasi kaum laki-laki.
Pandangan Feminism terhadap Alkitab
Bagi kaum feminis, Alkitab adalah “buku yang berbahaya karena sering digunakan untuk menasihati kaum bawahan dan kaum perempuan agar mereka tunduk pada tuan-tuannya serta mengagumkan peperangan serta memberkatinya.[23]  Alkitab tidak boleh diterima mentah-mentah sebagai firman Allah karena banyak unsur manusianya (baca: pria) di dalamnya.  Menurut kelompok ini, Alkitab diinspirasikan oleh Allah dalam pengertian bahwa di dalam dan melalui kata-kata yang digunakan oleh penulis Alkitab, Allah memberikan firman-Nya.  Allah memakai manusia yang terbatas untuk menyatakan kehendak-Nya.  Firman Allah sempurna tetapi manusia, sebagai penulis Alkitab, terbatas.  Jadi, ada peluang bagi ketidaksesuaian antara firman Allah yang kekal dan kata-kata yang digunakan oleh para penulis Alkitab.  Atau dengan kata lain, Alkitab bersifat falibel serta tunduk pada keterbatasan manusia dalam menuangkan maksud Allah dalam kata-kata. 
Metode Berteologi
Pengalaman kaum wanita harus menjadi sumber dan norma bagi teologi Kristen kontemporer yang serius. Menurut Ruether, pengalaman manusia harus menjadi starting point dan ending point dalam berteologi.  Prinsip penalaran dari teologi feminis ialah peneguhan dan pengangkatan kemanusiaan yang utuh.[24]  Feminis Yahudi dan Kristen menggunakan prinsif-prinsif baru untuk membebaskan firman Allah di dalam kitab suci.  Dengan melibatkan pengalaman perempuan ke dalam tugas ini, mereka menemukan teologi-teologi baru dan melepaskan diri dari penindasan.[25]  Sebagian feminis menganggap bahwa kitab suci dan tradisi teologis harus ditinggalkan dan mereka memusatkan perhatian kepada kekudusan perempuan.
Evaluasi terhadap Teologi Feminism
Dampak Positif
Feminisme bertujuan agar wanita mempunyai hak yang sama dengan pria dan mereka diperlakukan sederajat dalam segala hal.  Gereja menemukan kembali pentingnya arti nilai pelayanan wanita yang memang sering dilupakan dalam sejarah gereja.  Sientje Merentek-Abram mengatakan bahwa teologi feminis yang telah dikembangkan bukan saja mengekspresikan kritik terhadap ketidakadilan yang dialami oleh perempuan dalam gereja tetapi juga mengekspresikan kontribusi terhadap pemahaman teologi yang selama ini berat sebelah, karena berpola pada kerangka berpikir laki-laki.[26]  Teologi feminis juga memberi sumbangsih yang dapat dirasakan gereja.  Selama ini banyak gereja yang melarang kaum wanita untuk mengambil bagian dalam pelayanan.  Bertumbuhnya teologi feminis telah mendorong gereja dan para teolog untuk kembali melihat dan mempertimbangkan apa yang Alkitab katakan sebagai peran wanita di dalam gereja dan pelayanan.
Dampak Negatif
Kaum feminis yang bersifat ‘radikal’/‘ekstrim’ sering melangkah terlalu jauh bahkan dengan menggunakan metode spekulatif berani untuk menghakimi Alkitab.  Mereka menyimpulkan kedudukan antara Allah dan manusia tak ada bedanya.  Penolakan mereka terhadap Allah sebagai 'Bapa' dan 'Tuhan' dapat membuka jalan pada kepercayaan politeisme dewa-dewi.  Hal yang lebih ekstrim pun akan terjadi di mana, terpecahnya tubuh Kristus yang diakibatkan pemisahan antara teolog feminis dengan kaum laki-laki.
Kesimpulan
            Feminisme menuju satu masyarakat bahwa laki-laki maupun perempuan hidup dan bekerja sama sebagai mitra yang sejajar dengan tanggung jawab yang setingkat pula.  Sebagai orang percaya seharusnyalah menekankan ketuhanan atau keilahian sebagai rahasia yang melampaui segala sesuatu yang dapat kita bayangkan dan pikirkan.  Kaum laki-laki maupun kaum perempuan dapat bergandengan tangan dalam membangun tubuh Kristus.  Hendaknya hak dan peranan perempuan semakin dihormati dan ditekankan segi kebersamaannya dalam hubungan timbul balik.  Oleh karena itu hendaklah gereja memberikan tempat dan waktu untuk mengekspresikan pemahaman dan pemikiran teologi mereka di dalam pelayanan sesuai dengan apa yang Alkitab telah nyatakan.



























Daftar Pustaka
Abdullah, Irwan.  Seks,Gender & Reproduksi Kekuasaan.  Yogyakarta: Tarawang Press, 2001.
Arbaningsih, Dri.  Kartini dari Sisi Lain: Melacak Pemikiran Kartini tentang Emansipasi “Bangsa”. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2005
Baidhawy, Zakyuddin. Wacana Teologi Feminis: Perspektif Agama-agama, Geografis, Dan Teori-Teori. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997
Fakih, Mansour.  Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.
Fakih, Mansour. Analisis Gender dan Transformasi Sosial.  Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.
Frommel, Marie Claire Barth.  Hati Allah Bagaikan Hati Seorang Ibu: Pengantar Teologi Feminis.  Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003.
Grenz, Stanley J. and Roger E, Olson. 20th Century Theology: God and World in a Transitional Age. Illinois: IVP, 1992.
Grudem, Wayne. Evangelical Feminist and Biblical Truth.  Oregon: Multnomah Publishers, Inc, 2004.
Hadiwijono, Harun.  Teologi Reformatoris Abad ke-20.  Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2000.
Hommes, Anne,  Perubahan Peran Pria dan Wanita dalam Gereja dan Masyarakat. Jakarta-Bandung: Gunung Mulia dan Kanisius, 1992.
Kennedy, Philip.  Twentieth-Century Theologians. London: I.B Tauris, 2010.
Lie Ing Sian, “Sebuah Tinjauan terhadap Teologi Feminis Kristen,” Jurnal Veritas. Vol. 4 Malang: SAAT, 2003
Ormerod, Neil.  Introducing Contemporary Theologies: The What and The Who Of Theology Today.  Maryknoll, New York: Orbis Books, 1997.
Risnawaty Sinulingga, “Gender Ditinjau dari Sudut Pandang Agama Kristen,” Jurnal Wawasan 12/1 (Juni 2006): 47-48; Najlah Naqiyah, Otonomi Perempuan (Malang: Bayumedia Publishing, 2005), 25.
Russel, Letty M.  Perempuan dan Tafsir Kitab Suci.  Yogyakarta: Kanisius, 2004.
Sientje Merentek-Abram, “Wanita Dalam Konflik Gereja serta Keterlibatan dalam Pembaharuan, ” Jurnal Penuntun 16/4 (2000), 485.
Wettler, Betty Talbert.  Secular Feminist Religious Metaphor and Christianity.  San Diego: EVSJ, 1995.



[1] Harun Hadiwijono, Teologi Reformatoris Abad ke-20 (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2000), 22.
[2] Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013),
8.  Fakih mengamati bahwa kesalahpahaman pemaknaan kodrat dan gender menjadi salah satu pemicu permasalahan ketidakadilan terhadap perempuan. 

[3] Risnawaty Sinulingga, “Gender Ditinjau dari Sudut Pandang Agama Kristen,” Jurnal
Wawasan 12/1 (Juni 2006): 47-48; Najlah Naqiyah, Otonomi Perempuan (Malang: Bayumedia Publishing, 2005), 25.

[4] Irwan Abdullah,  Seks,Gender & Reproduksi Kekuasaan (Yogyakarta: Tarawang Press, 2001),
47-66.
[5] Sinulingga, Jurnal Wawasan 12/1 (Juni 2006): 48.
[6] Stanley J. Grenz and Roger E, Olson, 20th Century Theology: God and World in a Transitional Age (Illinois: IVP, 1992), 225.

[7] Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), 106-107.
[8] Teologi pembebasan berpijak pada kenyataan bahwa Allah memihak pada orang-orang yang tertindas dan yang dikesampingkan.  Ia membebaskan sekelompok pekerja paksa dari “rumah perbudakan di Mesir”, menjadikan mereka umat-Nya, serta mengikat perjanjian dengan mereka dan memberikan hukum kemerdekaan untuk mengatur hidup bermasyarakat mereka.  Lihat Marie Claire Barth-Frommel, Hati Allah Bagaikan Hati Seorang Ibu: Pengantar Teologi Feminis (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 14-16.

[9] Zakyuddin Baidhawy, Wacana Teologi Feminis: Perspektif Agama-agama, Geografis, Dan Teori-Teori (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), 59-79.

[10] Ibid.
[11] Philip Kennedy, Twentieth-Century Theologians (London: I.B Tauris, 2010), 178.
[12] Dri Arbaningsih, Kartini dari Sisi Lain: Melacak Pemikiran Kartini tentang Emansipasi “Bangsa” (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2005), 135-140. Buku ini adalah hasil disertasi penulis untuk Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada Yogyakarta tahun 2004.  Ia menggarisbawahi bahwa Kartini berjuang untuk perempuan Jawa karena ketika itu kebangsaan nasional Indonesia belum lahir.  Walau demikian, pengaruh Kartini sebagai salah satu perintis nasionalisme etnis di Nusantara (Jawa) memiliki dampak nasional pada era pra-kemerdekaan Indonesia.
[13] Neil Ormerod, Introducing Contemporary Theologies: The What and The Who Of Theology Today (Maryknoll, New York: Orbis Books, 1997), 164.
[14] Ibid.
[15] Anne Hommes, Perubahan Peran Pria dan Wanita dalam Gereja dan Masyarakat, (Jakarta-Bandung: Gunung Mulia dan Kanisius, 1992) 110-114.

[16] Ibid.
[17] Lie Ing Sian, “Sebuah Tinjauan terhadap Teologi Feminis Kristen,” Jurnal Veritas. 4 (Malang: SAAT, 2003), 272-78.
[18] Letty M. Russel, Perempuan dan Tafsir Kitab Suci (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 17

[19] Wayne Grudem, Evangelical Feminist and Biblical Truth ( Oregon: Multnomah Publishers, Inc, 2004) 103.

[20] Betty Talbert-Wettler, Secular Feminist Religious Metaphor and Christianity, (San Diego: EVSJ, 1995), pp. 78-79.

[21] Elizabeth A. Johson, Kristologi di Mata Kaum Feminis: Gelombang Pembaharuan dalam Kristologi (Yogyakarta: Kanisius, 2007), 128.
[22] Ibid., 138.

[23] Frommel, 33.
[24] Russel, 17.
[25] Ibid., 33
[26] Sientje Merentek-Abram, “Wanita Dalam Konflik Gereja serta Keterlibatan dalam Pembaharuan, ” Jurnal Penuntun 16/4 (2000), 485.

No comments:

Post a Comment

Jika anda Ingin Membantu pelayanan ini, silahkan kirimkan bantuan anda dengan menghubungi email charinmarbun@gmail.com. Jika anda diberkati silahkan Tuliskan dalam komentar. Jika ada pertanyaan dan permohonan Topik untuk dibahas, silahkan tuliskan dikolom komentar. Terimakasih sudah membaca, Tuhan Yesus memberkati selalu.