KONTRIBUSI PENTAKOSTA KHARISMATIK
DALAM TEOLOGI SISTEMATIKA
Pendahuluan
Sekilas tentang
Pentakosta-Karismatik
Ada
kesepakatan umum bahwa asal-usul gerakan Pentakosta modren dapa ditelusuri
kembali tanggal 1 Januari 1901, dan di Sekolah Alkitab kecil di Topeka, Kansas.[1] Kebangunan rohani Azusa Street (1906-1909)
yang dipimpin Seymour menaburkan benih-benih kegerakan yang tumbuh menjadi
“gerakan sosial paling sukses di abad akhir ini. sebagai hasil dari kebangkitan ini, pesan
Pentakosta bahwa kekuatan yang menggerakkan gereja rasuli yang ada saat ini
terjadi di seluruh dunia. Namun
Pentakosta telah melahirkan kelompok-kelompok lain yang enam puluh tahun lalu,
setidaknya secara teologis relatif homogen, kini menjadi lebih beragam dan
menghasilkan banyak gerakan berbeda di tahun-tahun terakhir. Sebagian menyebut dirinya Pentakosta,
sebagian lagi Neo-Pentakosta, sebagian lagi Karismatik. Oleh karena itu perlu didefenisikan apa
sebenarnya Pentakosta-Kharismatik itu.
Kebutuhan
untuk mendefenisikan Pentakosta menjadi sesuatu yang mendesak untuk lebih
mengenali gerakan ini. Para teolog pun
mulai mencoba mendefinisikan gerakan Pentakosta ini. Salah satunya adalah menurut Menzies,
Pentakosta adalah
Orang Kristen yang percaya bahwa Kitab Kisah Para Rasul menyediakan model
bagi gereja masa kini dan atas dasar ini mendorong setiap orang percaya
mengalami baptisan dalam Roh (Kis.2:4), yang dipahami sebagai pemberian kuasa
untuk memberitakan Injil, berbeda dari dilahirkan kembali, baptisan Roh ditandai
dengan berbahasa lidah, dan menegaskan bahwa “mukjizat dan tanda-tanda heran,”
termasuk semua karunia yang tercantum dalam 1Korintus 12:8-10. Harus mencirikan
gereja saat ini.[2]
Menzies juga
memberikan definisi secara khusus terhadap kaum Karismatik. Menurutnya Karismatik adalah:
Seorang Kristen yang percaya bahwa semua karunia yang tercantum dalam 1
Korintus 12:8-10, termasuk karunia bernubuat, berbahasa roh, dan karunia menyembuhkan,
berlaku bagi gereja sampai saat ini; tetapi menolak penegasan bahwa baptisan
dalam Roh (Kis 2:4) merupakan pemberian kuasa untuk penginjilan berbeda dari
kelahiran baru.[3]
Melihat kedua definisi di atas
dengan jelas kita dapat menemukan perbedaan yang sangat signifikan di antara
kaum Pentakosta dengan kaum Karismatik. Sepertinya
Karismatik telah memisahkan diri dari Pentakosta. Namun sebagian besar orang Pentakosta saat
ini menyebut diri mereka Pentakosta-Kharismatik. Salah satu dari kelompok ini di Indonesia
adalah Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA).
Selanjutnya yang menjadi pertanyaan adalah apa yang disebut
Pentakosta-Karismatik? Dengan
mempertimbangkan kedua definisi di atas maka dapat diberikan satu penegasan
bahwa Pentakosta-Karismatik adalah mereka yang menerima paham Pentakosta dan
Karismatik. Dengan kata lain
Pentakosta-Karismatik adalah orang kristen yang percaya bahwa Kitab Kisah Para
rasul menyediakan model bagi gereja masa kini dan atas dasar ini, mendorong
setiap orang percaya mengalami baptisan dalam Roh(Kis.2:4), yang dipahami
sebagai pemberian kuasa untuk memberitakan Injil, berbeda dari dilahirkan
kembali dan menerima bahwa semua tanda-tanda heran dan mujizat dan karunia yang
tercantum dalam 1Korintus 12:8-10 berlaku bagi gereja saat ini.
Dari tahun-ke tahun Pentakosta terus
berkembang dan semakin berpengaruh di dalam jumlah yang terus-menerus
meningkat. Allan Anderson memberikan
gambaran bagaimana pertumbuhan Pentakosta selama seratus tahun terakhir. Pada tahun 1970 populasi
Pentakosta-Karismatik berkisar 74 juta atau sekitar 6% dari semua populasi
kekristenan di dunia. Pada tahun 1977
Pentakosta-Karismatik mengalami perkembangan yang pesat kira-kira 497 juta atau
27 % dari populasi Kristen dunia, lebih besar dari jumlah Protestan dan
Anglikan. Barret memperkirakan pada 2025
Pentakosta-Karismatik akan mencapai 1.140 juta atau 44% dari total orang
kristen yang ada di dunia.[4] Pentakosta-Karismatik menjadi agama terbesar
jumlahnya di dunia.
Dengan melihat perkembangan Pentakosta-Karismatik
yang begitu pesat beberapa tahun terakhir, tentu menjadi sesuatu yang harus
dipertahankan. Banyak pakar teologi
menilai bahwa perkembangan Pentakosta-Karismatik tidak akan bertahan lama
dikarenakan teologi yang dibangun berdasarkan pengalaman. Bahkan tidak sedikit teolog yang mengatakan
bahwa gerakan Pentakosta-Karismatik adalah sesat karena tidak sesuai dengan
pandangan Alkitab. Oleh karena itu di
akhir abad ke-20 muncullah teolog-teolog Pentakosta-Karismatik dan mulai
memberikan hasil penafsiran mereka sesuai dengan Alkitab dalam mempertahankan
dan membela kepentakostaan mereka.
Beberapa teolog Pentakosta ternama adalah William Menzies dan Robert
Menzies, Stanley Horton, Martin William Mittelstadt[5]
dan tokoh-tokoh lainnya. Oleh karena
itu, melalui makalah ini, penulis ingin meneliti apa yang menjadi kontribusi
dari teologi Pentakosta-Karismatik di dalam lingkup teologi sistematika. Penulis berharap, dengan melihat kontribusi
yang diberikan oleh teologi Pentakosta-Karismatik maka akan memberi keterbukaan
juga bagi pembaca untuk menerima Pentakosta-Karismatik sebagai sebuah gerakan
yang sesuai dengan firman Allah atau yang sering kita sebut Alkitabiah seperti
yang dikatakan oleh Menzies bahwa ciri gerakan Pentakosta yang berpusat pada
Kristus dan digerakkan oleh Roh Kudus tidak boleh dilupakan.[6]
Kontribusi
bagi Teologi Sistematika
Pengertian
Teologi Sistematika
Secara
sederhana teologi berarti ilmu mengenai Allah, mengenai doktrin-doktrin agama dan
mengenai hal-hal yaang berkaitan dengan Allah.[7] Menurut Millard
J. Erikson teologi adalah bidang studi yang berusaha untuk menyampaikan suatu
pernyataan yang berhubungan secara logis tentang doktrin-dokrin iman kristen,
yang terutama berdasarkan Alkitab, ditempatkan pada konteks kebudayaan pada
umumnya, dikalimatkan dalam bahasa masa kini, dan berhubungan dengan
masalah-masalah kehidupan.[8] Sementara teologi sistematika adalah teologi
yang berhubungan dengan penyusunan berbagai topik yang teratur dari
doktrin-doktrin yang berkaitan dengan Allah, manusia, malaikat, Dosa, dan
Keselamatan. Doktrin ini merupakan
penyusunan sistematis doktrin-doktrin dasar yang utama dari teologi Biblika.[9] Sedangkan menurut Thiessen teologi
sistematika adalah teologi yang mempergunakan bahan-bahan yang disajikan oleh
teologi eksegetis dan teologi historis lalu menatanya menurut suatu tatanan
yang logis sesuai dengan tokoh-tokoh besar dalam penelitian teologis.[10] Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
teologi sistematika adalah satu bagian dari ilmu teologi (tempat dalam teologi)
yang di dalamnya disusun berbagai doktrin, seperti bibliologi, antropologi,
Kristologi, Pneumatologi, Angelologi, doktrin tentang Allah dan lainnya. Teologi sistematika apabila dijabarkan maka
di dalamnya menyangkut tentang Alkitab, Allah, Manusia, Dosa, Kristus,
Keselamatan, Gereja, Akhir zaman ataupun eskatologi.[11]
Melalui
pengertian teologi sistematika seperti di atas, maka kita dapat melihat apa
yang menjadi kontribusi teologi Pentakosta-Karismatik bagi teologi sistematika
baik dari segi hermeneutik, Metodologi, maupun hasil akhir dari teologi
Pentakosta-Karismatik tersebut. Hal ini
dapat ditemukan dari setiap teolog-teolog Pentakosta-Karismatik yang telah
memaparkan teologi mereka di dalam buku-buku yang telah ditulis dan diterbitkan.
Bidang Hermeneutik
Dari segi hermeneutik yang menjadi
kontribusi dari orang-orang Pentakosta-Karismatik adalah cara membaca narasi
Kisah Para Rasul, dan khususnya mengenai peranan Roh Kudus pada hari Pentakosta
(Kis. 2), sebagai model yang juga terjadi pada masa sekarang ini. Kaum Pentakosta-Karismatik sangat
terang-terangan dan sederhana: kisah-kisah dalam Kisah Para Rasul adalah kisah
Kaum Pentakosta-Karismatik yang ditulis sebagai model untuk membentuk hidup dan
pengalaman mereka.[12] Pentakosta-Karismatik mengangkat kitab
Lukas-Kisah Para Rasul (kitab sejarah) sebagai landasan teologi mereka, di mana
hal ini bagi kaum Injili adalah sesuatu yang kurang tepat.[13] Bahkan Erikson mengatakan meskipun bukti
sejarah mengatakan bahwa bahasa tetap ada selama masa berbagai masa gereja juga
tidak akan membenarkan fenomena kharismatik yang ada pada masa kini.[14] Hal ini ditegaskan oleh John R.W. Stott
yang mengatakan bahwa kita
tidak boleh mendirikan teologi di atas kitab-kitab sejarah. Teologinya kitab-kitab sejarah (Lukas-Kisah
Para Rasul secara khusus Kisah Para rasul) harus ditentukan oleh tulisan2
didaktik (Paulus). Akan tetapi hal ini terbantahkan dengan apa
yang diungkapkan oleh I Howard Marshall yang menjelaskan bahwa Lukas sebagai
seorang sejarahwan tetapi juga sekaligus adalah seorang teolog.[15] Marshall berpendapat bahwa Lukas sebagai
seorang sejarahwan tidak hanya menulis tentang sejarah, tetapi sejarah yang
berkaitan dengan iman.[16] Oleh karena itu tulisan Lukas tidak harus
dilihat dari tulisan pengajaran Paulus, tetapi keduanya harus ditempatkan
sebagai teolog yang mandiri.
Dengan
berkembangnya gerakan Pentakosta yang begitu pesat di seluruh dunia, secara
otomatis mendorong para pakar teologi baik dari golongan Injili maupun
Pentakosta untuk mengkaji ulang teologi mereka dan melihat gerakan ini dari
sudut pandang Alkitabiah. Hal inilah
juga yang mendorong berkembangnya ilmu penafsiran ataupun yang disebut
hermeneutik. Salah satu dari
perkembangan Hermeneutik saat ini adalah munculnya Hermeneutika Spiral yang
ditulis oleh Grant R. Osborne.[17] Secara tidak langsung perkembangan gerakan
Pentakosta telah mendorong perkembangan hermeneutika secara khusus dengan
teks-teks yang berkaitan dengan peran dan karya Roh Kudus.
Bidang
Metodologi
Menurut
Stanley M Horton teologi dibangun diatas lima landasan yaitu: Pertama, Otoritas Kanon, kedua, Otoritas teologi, ketiga
Otoritas gerejawi, keempat Pengalaman sebagai otoritas, dan kelima Akal sehat
manusia. Menurut Horton eksegesis dan
teologi Alkitabiah sebagai acuan dalam teologi.[18] Aspek pengalaman dalam membangun teologi
sistematika adalah hal yang sangat ditekankan oleh Pentakosta-Karismatik. Dalam Pentakosta-Karismatik pengalaman adalah
sesuatu yang dapat pertanggungjawabkan dalam teologi yang Alkitabiah. Hal ini sering disebut dengan kesaksian. Kesaksian adalah pengalaman hidup yang
merupakan bagian dari rencana Allah, di mana orang percaya mengalami hubungan
dan pertolongan dari Tuhan. Hal ini
diteguhkan oleh Grant Wacker yang berkata bahwa “Testimonies hold special
importance in the Pentecostal movement.
In the early days of Pentecostal movement, a testimony was treated as an
importan highlight in a service.”[19] Sesuai dengan pemahaman teologi gerakan
Pentakosta-Karismatik bahwa baptisan Roh Kudus adalah berfungsi sebagai
pemberdayaan untuk menjadi saksi yang efektip. Hal inilah yang mendorong orang-orang
Pentakosta-Karismatik untuk mengutamakan kesaksian dan memberi tempat untuk
menjadi salah satu hal yang penting dalam membangun teologi.
Hasil Akhir
Hasil
akhir dari teologi Pentakosta-Karismatik adalah bahwa baptisan Roh Kudus
terjadi setelah pertobatan dan sebagai pemberdayaan untuk menjadi saksi Kristus
yang efektip. Bagi Pentakosta-Karismatik
baptisan Roh Kudus adalah berbeda dengan pertobatan ataupun kelahiran
baru. Baptisan Roh Kudus terjadi setelah
kelahiran baru atau pertobatan yang ditandai dengan berbahasa Roh.[20] Craig S. Keener menyimpulkan bahwa baptisan
dalam Roh Kudus mencakup pemberdayaan Allah bagi misi-Nya yang telah diberikan
bagi gereja-Nya.[21] Menzies
juga menyerupakan kuasa yang
berasal dari Roh Kudus di dalam Lukas-Kisah Para Rasul sebagai hubungannya
dengan kesaksian kenabian dan proklamasi dari pada mujizat-mujizat.[22] Oleh karena itu
kisah murid-murid di dalam Kitab Lukas-Kisah Para Rasul juga menjadi kisah
murid-murid masa kini (dalam hal ini Pentakosta-Karismatik).
John
Stott mengatakan ungkapan “Baptisan Roh” adalah
ungkapan yang secara eksklusif hanya terdapat di dalam PB (muncul 7 kali),
tetapi bahwa ungkapan itu juga menjadi suatu pemenuhan dari harapan Allah.[23] Baptisan Roh Kudus adalah tindakan Allah yang dengannya
Ia mengidentifikasikan orang-orang percaya dengan Yesus Kristus, Kepala
Gereja yang ditinggikan itu dan membentuk Tubuh rohani Kristus di dunia (1
Korintus 12:12-14).[24] Jadi, dalam baptisan Roh Kudus (terjadi hanya
1x) ada tindakan Allah yang Allah kerjakan bagi gereja-Nya, tubuh Kristus.
ketika seseorang mengalami kepenuhan Roh Kudus (kepenuhan Roh Kudus terjadi
berulang-ulang), orang itu akan diberikan kuasa untuk bersaksi dan melayani
(Kis 2:4, Kis 1:8).[25]
Hal
kedua yang menjadi hasil akhir dari teologi Pentakosta-Karismatik adalah
kepercayaan bahwa karunia-karunia rohani seperti yang tercatat dalam 1 Korintus
12:8-10 masih tetap berlaku bagi gereja hari ini.[26] Orang-orang Pentakosta-Karismatik percaya
bahwa semua karunia-karunia rohani masih dimiliki dan harus menjadi ciri yang
khas dari gereja-gereja masa kini. Hal
ini tentu berbeda dengan apa yang dipahami oleh kaum Injili dan terutama
Reformed. Hal ini jelas seperti yang
dikatakan Stephen Tong Baptisan Roh Kudus
berarti mempersatukan kita menjadi tubuh Kristus. (I Korintus 12:13).[27] Stephen Tong
menjelaskan bahwa karunia-karunia rohani telah berhenti pada masa jemaat
mula-mula.
Hal
berikutnya yang menjadi kontribusi dari gerakan Pentakosta-Karismatik adalah
adalah perkembangan di dalam misi dan penginjilan. Allan Anderson mengatakan bahwa “Pentecostal
and Charismatik believed that the spirit had been poured out on them in order
to engage in the end-time harvest of souls that would accompany the preaching
of the “full gospel” throughout the world.”[28] Pentakosta-Karismatik telah memberikan
gambaran yang baru dalam hal misi dan penginjilan yang berbeda dari “Missio
Dei” dari Katolik dan Protestan pada umumnya.
Anderson mengatakan “the heart of Pentecostal Mission is the experience
of the power of the Spirit.[29] Jadi misi bagi Pentakosta adalah pengalaman
pemberdayaan kuasa Roh Kudus dalam menginjil.
Kontribusi
berikutnya dari Pentakosta-Karismatik dan yang paling besar dampaknya dalam
teologi sistematika adalah pemahaman mereka mengenai Roh Kudus. Anderson mengatakan bahwa isu-isu yang keluar
dari Pentakosta-Karismatik adalah pemahaman mereka mengenai Pneumatology yang
kuat.[30] Doktrin mengenai Roh Kudus inilah yang
menjadikan perbedaan antara Pentakosta-Karismatik dengan kelompok-kelompok
lainnya. Roh Kudus bekerja di dalam
keselamatan seperti dikatakan oleh Elmer L. Towns “ Dari semua hal yang
dikerjakan Roh Kudus, Ia menolong kita untuk memperoleh keselamatan pribadi
yang dikerjakan bagi kita di atas kayu salib.”[31] Namun di sisi lain Pentakosta-Karismatik
percaya bahwa Roh Kudus masih tetap bekerja hingga saat ini memberikan kuasa
bagi orang percaya untuk bersaksi dan memberikan karunia-karunia rohani untuk
membangun tubuh Kristus yaitu gereja.
Ishak Sugianto mengatakan: “ Dengan turunnya Roh Kudus di hari
Pentakosta, masyarakat Palestina 2.000 tahun yang lalu melihat sebuah gaya
hidup baru, yaitu gaya hidup penuh dengan Roh Kudus.”[32] Roh Kudus yang memenuhi murid-murid memberi
mereka kuasa baik dalam apa yang mereka katakan dan apa yang mereka lakukan.
Pemahaman mengenai Roh Kudus ini, juga telah membawa perbedaan diantara kaum
Pentakosta-Karismatik dengan kaum Injili mengenai akhir zaman.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Pentakosta-Karismatik
memiliki banyak kontribusi di dalam telogi sistematika. Kontribusi ini dapat dilihat dari segi
hermeneutika, metodologi dan hasil akhir dari pemahaman
Pentakosta-Karismatik. Namun, dari semua
kontribusi tersebut, pemahaman mengenai Roh Kuduslah (Pneumatology) yang
menjadi utama di dalam Pentakosta-Karismatik.
Beranjak dari pemahaman inilah maka muncul perbedaan dalam hal
Hermeneutika, Metodologi, maupun doktrin-dokrin seperti mengenai Roh Kudus,
Misi, Akhir zaman dan lain sebagainya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pentakosta-Karismatik juga
adalah satu gerakan yang berdasarkan Alkitab.
Daftar
Pustaka
Allan H. Anderson dan
Hollenweger, W.J, Pentecostals after a
Century: Global Perspective on a Movement in Transition (England: Sheffield
Academic Press, 1999.
Anderson, Allan. An Introduction to Pentecostalism. USA: Cambridge University Press, 2004
Conner, Kevin J. A
Practical Guide to Christian (Malang: Gandum Mas 2004.
Erikson, Millard
J. Teologi
Kristen. Vol. 1. Malang: Gandum Mas, 1999.
Erikson, Millard
J. Teologi
Kristen. Vol. 3. Malang: Gandum Mas,
2004.
Horton,
Stanley M.
Systematic Theology: A Pentecostal
Perspective. Jilid 1. Springfield, Missouri: Logion Press),
1994.
Keener, Craig S. Gift
and Giver: Mengenali dan Mengalami Kuasa Roh Kudus. Jakarta: Literatur Perkantas, 2015.
Ma, Wonsuk. et al
(ed), David Yonggi Cho: A Close Look at
His Theology and Ministry (Baguio, Philippines: APTS Press, 2004.
Marshall, I
Howard. Luke: Historian and Theologian.
Downers Grove, Illinois: InterVarsity Press, 1998.
Martin William
Mittelstadt, The Spirit and Suffering in
Luke-Act: Implication for a Pentecostal Pneumatology. London: T and T Clark, 2004.
Menzies, Robert. P. The Development of Early Christian
Pneumatology (Sheffield: Academic Press,1991.
Menzies, William W. and Robert P. Menzies.
Spirit and Power: Foundation of
Pentecostal Experience. Grands
Rapids, Michigan: Zondervan Pubblishing House, 2000.
Osborne, Grant R. Spiral Hermeneutika: Pengantar Komprehensif
bagi Penafsiran Alkitab. Surabaya:
Momentum, 2012.
Palma, Anthony D. The Holy Spirit. USA: Gospel Publishing House, 2001.
Robert P. Menzies, Pentecost: This Story is Our Story. Teologi
Pentakosta. Malang: Gandum Mas,
2015.
Stott, John. Baptisan dan Kepenuhan: Peranan dan Karya Roh Kudus Masa Kini. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina kasih, 1999.
Sugianto, Ishak. The Transforming Power Of the Holy Spirit:
Membangkitkan Kembali Api Pelayanan Para Rasul dalam Gereja Masa Kini.
Yogyakarta: ANDI, 2009.
Thiessen, Henry
C. Teologi
Sistematika: direvisi oleh Vernon D. Doerksen (Malang: Gandum Mas, 1992.
Tong, Stephen. Baptisan dan Karunia Roh Kudus.
Jakarta: Lembaga Reformed Injili, 1995.
Towns, Elmer L. Nama-nama Roh Kudus: Memahami Nama-nama Roh Kudus untuk Menolong Kita
Mengenal Allah Lebih Mendalam.
Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1997.
Wacker, Grant. Heaven
Below: Early Pentecostalism and American Culture. Cambridge, MA: Harvard University Press,
2001.
Wiersbe, Warren W.
Dinamis
di Dalam Kristus. Bandung:
Kalam hidup, 2002.
[1] Robert P.
Menzies, Pentecost: This Story is Our
Story. Teologi Pentakosta (Malang: Gandum Mas, 2015), 11.
[4] Allan H.
Anderson dan Hollenweger, W.J, Pentecostals
after a Century: Global Perspective on a Movement in Transition (England:
Sheffield Academic Press, 1999), 19.
[5] Martin William
Mittelstadt menulis buku yang berjudul The
Spirit and Suffering in Luke-Act: Implication for a Pentecostal Pneumatology. Mittelstadt memaparkan bahwa baptisan Roh
Kudus memberi kuasa untuk bersaksi, tetapi kaum Pentakosta sering lupa bahwa kuasa
untuk bersaksi tersebut sekaligus juga dalam satu paket ada penderitaan. Orang Pentakosta-Karismatik sering hanya
mengagungkan kuasa yang diberikan tetapi lupa akan tanggung jawab dibalik kuasa
tersebut. Selengkapnya lihat Martin
William Mittelstadt, The Spirit and
Suffering in Luke-Act: Implication for a Pentecostal Pneumatology (London:
T and T Clark, 2004).
[10] Henry C.
Thiessen, Teologi Sistematika: direvisi
oleh Vernon D. Doerksen (Malang: Gandum Mas, 1992), 31-31.
[15] I Howard
Marshall, Luke: Historian and Theologian
( Downers Grove, Illinois: InterVarsity Press, 1998), 73-76.
[17] Grant R.
Osborne, Spiral Hermeneutika: Pengantar
Komprehensif bagi Penafsiran Alkitab (Surabaya: Momentum, 2012). Osborne berkeyakinan bahwa hermeneutika
adalah sebuah spiral dari teks menuju konteks- sebuah gerakan antara cakrawala
teks dan cakrawala pembaca yang semakin mendekati makna yang dimaksud dari teks
Alkitab dan signifikansinya bagi masa kini.
[18] Stanley M. Horton, Systematic Theology: A Pentecostal Perspective. Jilid 1 (Springfield, Missouri:
Logion Press), 1994. 42-45.
[19] Grant Wacker, Heaven Below: Early Pentecostalism and
American Culture (Cambridge, MA: Harvard University Press, 2001), p.
3. Dikutip dalam Wonsuk Ma et al (ed), David Yonggi Cho: A Close Look at His
Theology and Ministry (Baguio, Philippines: APTS Press, 2004), 44. Dalam tulisan buku ini dijelaskan bahwa
kesaksian adalah pendorong dari pertumbuhan gereja Pentakosta. Penginjilan tidak boleh lepas dari
kesaksian.
[20] Craig S.
Keener, Gift and Giver: Mengenali dan Mengalami Kuasa Roh Kudus (Jakarta:
Literatur Perkantas, 2015), 196.
[22] Robert.
P.Menzies, The Development of Early
Christian Pneumatology (Sheffield: Academic Press,1991), 161.
[23] John Stott, Baptisan dan Kepenuhan: Peranan dan Karya
Roh Kudus Masa Kini (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina kasih, 1999), 23.
[26] William W.
Menzies and Robert P. Menzies, Spirit and
Power: Foundation of Pentecostal Experience (Grands Rapids, Michigan:
Zondervan Pubblishing House, 2000), 179-87.
[28] Allan
Anderson, An Introduction to
Pentecostalism (USA: Cambridge University Press, 2004), 206.
[31] Elmer L.
Towns, Nama-nama Roh Kudus: Memahami
Nama-nama Roh Kudus untuk Menolong Kita Mengenal Allah Lebih Mendalam
(Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1997), 5.
[32] Ishak
Sugianto, The Transforming Power Of the
Holy Spirit: Membangkitkan Kembali Api Pelayanan Para Rasul dalam Gereja Masa
Kini (Yogyakarta: ANDI, 2009), 20.
No comments:
Post a Comment
Jika anda Ingin Membantu pelayanan ini, silahkan kirimkan bantuan anda dengan menghubungi email charinmarbun@gmail.com. Jika anda diberkati silahkan Tuliskan dalam komentar. Jika ada pertanyaan dan permohonan Topik untuk dibahas, silahkan tuliskan dikolom komentar. Terimakasih sudah membaca, Tuhan Yesus memberkati selalu.