Tuhan Sumber Kesembuhan

 TUHAN SUMBER KESEMBUHAN

Charisma Melniatri S.Th


    Yesus selama masa pelayananNya di dunia dikisahkan oleh Alkitab sebagai seorang penyembuh. Hal ini dapat kita lihat dalam cerita-cerita yang digambarkan oleh Alkitab dimana Yesus menyembuhkan seorang yang sakit kusta (Mrk.1:40-45), menyembuhkan orang lumpuh (Mrk. 2:1-12),menyembuhkan wanita pendarahan (Mat. 9:18-26), menyembuhkan orang-orang sakit di Genesaret (Mat.14:34-36), menyembuhkan orang tuli (Mrk. 7:31-37), menyembuhkan orang buta, orang bisu, dan banyak orang serta berbagai jenis penyakit yang disembuhkan oleh Yesus. Melalui hal ini kita dapat melihat bahwa Yesus yang adalah Tuhan sekaligus menjadi sumber dari kesembuhan itu.  

    Allah sebagai sumber kesembuhan yang diperagakan oleh Yesus menjadi harapan bagi setiap kita yang mengalami sakit-penyakit. Artinya setiap kita memiliki kesempatan untuk sembuh dari sakit ketika Yesus menjumpai kita secara pribadi. Harapan inilah yang kita bawa di dalam doa-doa saat kita sedang mengalami sakit, dimana ketika kita berdoa ada harapan untuk mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan dan sekaligus harapan untuk menerima kesembuhan. Allah sebagai sumber kesembuhan tidak perlu lagi kita ragukan, karena telah terbukti secara jelas di dalam Alkitab dan juga dalam pengalaman-pengalaman banyak orang yang menerima kesembuhan ketika berdoa dan didoakan dalam nama Yesus. Kita harus percaya dengan tanpa keraguan bahwa Tuhan adalah sumber kesembuhan. 


Harapan yang Tertunda 

Setiap orang pasti memiliki harapan dalam kehidupan. Harapan ibarat sebuah mesin yang akan menggerakkan seseorang. Harapan menjadi motivasi yang memacu kita untuk belajar, bekerja dan berkarya lebih giat. Harapan menjadi kekuatan yang menopang berlanjutnya kehidupan. Itulah sebabnya ketika kita memiliki harapan berarti kita sedanf memiliki kehidupan, namun sebaliknya ketika kita tidak memiliki harapan kita sedang kehilangan kehidupan. Dengan demikian benarlah apa yang tertulis dalam Ibrani 6:19 “ pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita,yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir.” Pengharapan menjadi sauh yang kuat dan aman bagi jiwa artinya pengharapan menjadi pondasi bagi keamanan jiwa kita, terlebih jika pengharapan itu berdasar pada Kristus Tuhan yang mengasihi kita dan menebus segala dosa kita. 

Di satu sisi pengharapan menjadi kekuatan bagi kita, namun di sisi yang lain ketika apa yang kita harapkan tidak terjadi sesuai kenyataan maka kebanyakan orang akan menjadi kecewa, kehilangan semangat, kurang bergairah dan bahkan tidak sedikit yang berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Oleh karena itu tidak jarang juga kita melihat dan mendengar tentang orang-orang yang mundur dari Tuhan dan meninggalkan imannya kepada Kristus karena harapannya tidak terwujud. Ketika sakit-penyakit datang dalam waktu yang lama dan tak kunjung sembuh, dapat membuat iman kita menjadi lemah dan kehilangan pengharapan.  

    Kecewa karena kenyataan tidak sesuai harapan adalah bagian dari pengalaman saya secara pribadi juga. Saya lulus dari Sekolah Tinggi Teologi pada tahun 2016, dan di wisuda tepatnya pada 4 december 2016. Pada saat itu, sebagai seorang yang baru menyelesaikan pendidikan dari sekolah Tinggi Teologi, tentunya memiliki semangat dan hati yang menggebu-gebu untuk segera terjun ke ladang pelayanan dan idealisme pelayanan yang kuat. Semangat itu mendorong untuk segera pergi dan menuangkan semua ilmu yang sudah diterima selama empat tahun di kampus. Namun dalam hati kecil muncul pertanyaan “kemana saya akan melayani”. Sebelum wisuda, saya berdiskusi dengan teman-teman tentang tempat pelayanan setelah selesai kuliah. Saat itu saya mendapat tawaran untuk membantu salah satu gereja di Bontang. Setelah wisuda sayapun menerima tawaran tersebut dan bersedia untuk membantu pelayanan disana.

    Januari 2017 saya berangkat ke Kalimantan untuk membantu pelayanan penggembalaan di salah satu gereja, tepatnya di Bontang Kalimantan Timur. Setelah tiba disana saya mendapat sambutan hangat dari ibu gembala dan keluarga. Hari kedua di Bontang, saya diajak jalan-jalan keluar melihat pemandangan kota Bontang. Gembala sidang sekaligus akan menjadi pimpinan saya, mulai menjabarkan apa yang akan saya kerjakan, tugas dan tanggung jawab saya selama berada di bawah pimpinannya. Saat itu saya sangat senang, bahagia dan sangat semangat karena semua jemaat dan bahkan anak-anak muda di gereja itu juga menyambut dengan baik.

    Setelah tujuh bulan, tepatnya 1 juli 2017 saya dan beberapa kaum muda menghadiri acara retreat yang diadakan oleh departemen kaum muda nasional di Balikpapan selama lima hari. Setiba disana kami mengikuti semua kegiatan yang ada. Pada hari ketiga setelah mandi sore saya merasa ada yang aneh di leher bagian kiri saya. Ketika saya meraba seperti ada benjolan yang kera. Saat itu saya berpikir mungkin hanya masuk angin, jadi hanya mengolesinya dengan minyak angin. Lima haripun berlalu dan acara selesai, tiba saatnya kami kembali ke rumah di Bontang. Sesampai di rumah benjolan itu masih ada, dan setiap malam saya mencoba memijat dan mengolesi minyak. Satu minggu berlalu namun benjolan itu tak kunjung hilang bahkan semakin membesar. Saya merasakan bahwa tubuh saya mulai demam, dan selera makan berkurang. Karena rasa sakit yang saya alami semakin menjadi akhirnya saya memutuskan untuk periksa ke dokter. Singkat cerita setelah saya ke dokter untuk berobat, saat itu dokter hanya memberikan obat pereda nyeri dan antibiotik saya disarankan untuk konsumsi obat itu selama tiga hari, jika tidak ada perubahan saya bisa kembali lagi. 

    Setelah tiga hari obat yang diberikan tadi sudah habis namun benjolan itu tak kunjung hilang. Akhirnya saya kembali lagi ke klinik, dan dokter pun memberikan obat yang berbeda. Akan tetapi setelah beberapa hari komsumsi obat yang baru diberikan dokter, saya tidak ada mengalami perubahan sama sekali malah semakin parah, benjolan itu semakin sakit dan demam saya semakin tinggi. Hal ini membuat saya bingung dan kuatir karena saya sendiri tinggal menumpang di rumah gembala sidang. Karena sakit yang saya alami semakin berat, saya memutuskan untuk kembali ke klinik, saat itu akhirnya dokter memberikan rujukan ke dokter spesialis. Setelah ke rumah sakit, dokter mengecek dan menyarankan untuk melakukan biopsi. Saat itu saya setuju untuk segera melakukan biopsi dengan harapan biaya ditanggung oleh BPJS. Namun, lagi lagi harapan saya pupus karena dokter menyatakan rumah sakit itu tidak memiliki alat jadi harus melakukan biopsi di rumah sakit lain dengan biaya sendiri (tidak ditanggung BPJS). Saya pun kebingungan harus mencari dana dari mana? Meskipun biaya biopsi tergolong sedikit bagi banyak orang, tetapi bagi saya itu adalah jumlah yang sangat besar, karena penghasilan saya setiap bulan yang sangat kecil. Di tengah kebingungan dan rasa kuatir menunggu hasil Biopsi dari laboratorium rumah sakit tersebut, dengan tiba-tiba saja demam saya kembali naik 39,5©, hal ini membuat saya sambil mengigau dan tak sadarkan diri, orang yang melihat akhirnya dengan panik melarikan saya ke rumah sakit dan akhirnya harus dirawat inap.


Sore hari, hasil biopsi yang ditunggu- tunggu akhirnya keluar dan saat membaca hasilnya tertulis“limfadenitis tuberkulosis” yang artinya saya positif mengidap TBC. Dalam pemahaman saya selama ini penyakit TBC adalah penyakit yang menular dan mematikan. Hal itu membuat saya takut dan kuatir jika orang-orang di sekitar saya akan menjauh dan tidak bergaul dengan saya lagi. Rasa minder pun muncul ketika beberapa ibu yang datang mengunjungi saya saat itu berbisik-bisik. Saya merasa bahwa mereka sedang membicarakan saya dan penyakit yang saya derita. Saat itu saya benar-benar merasa tidak percaya dengan hasil itu. Hati saya benar-benar hancur, hilang semua harapan, rasa tidak percaya diri, saat itulah saya merasa benar-benar berada di titik nol. 

     Dalam keadaan tidak berdaya ini saya mengharapkan keluarga, dan orang-orang terdekat bisa berada di samping saya, tetapi itu hanya harapan yang sia-sia. Pada hari minggunya saya terpaksa sendiri di rumah sakit oleh karena ibu gembala harus melakukan pelayanan. Keluarga juga tidak ada yang bisa menemani. Ketika dokter datang memeriksa dan memberitahu bahwa besok saya harus menjalani operasi untuk mengambil benjolan yang ada di leher membuat saya semakin putus harapan. Bagaimana jika operasinya gagal? Terlebih yang dibedah adalah bagian leher saya. Saya merasa hari itu menjadi seperti akhir dari kehidupan saya. Saya menangis dan ingin mengadu kepada orang-orang terdekat tetapi tidak ada satu pun yang hadir pada masa itu. Terlebih lagi sebelum proses operasi dilakukan keluarga harus menandatangani surat persetujuan yang menyatakan siap menjalani operasi dan menerima hasil operasi tersebut, namun saat itu tidak ada keluarga yang bisa datang untuk tanda tangan surat tersebut, jadi semakin lengkaplah penderitaan dan kesedihan yang saya alami ini. Saya berpikir harus berjuang sendiri tanpa ada siapa pun. Hati kecil saya menangis dan mulai bertanya dan pikiran bergejolak mengapa penyakit ini tiba-tiba yang Tuhan berikan? Kenapa Tuhan ijinkan saya sakit setelah di pelayanan?.  

Di tengah keadaan yang begitu sulit itu, datang satu ayat Firman Tuhan yang berbicara dalam hati saya “perkataan Ayub “Tetapi jawab Ayub kepadanya: "Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?” Dalam ke semuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya. (Ayub 2:10). Ayat ini menegur saya saat itu, dan menyadarkan kepada saya bahwa selama ini saya sudah menikmati semua berkat yang Tuhan berikan dan saya juga dikuatkan melalui teman-teman yang selalu mendoakan saya melalui telepon. Saya juga diingatkan pada ayat firman Tuhan dalam mazmur 38:15. “ sebab kepada-Mu, ya TUHAN, aku berharap; Engkaulah yang akan menjawab ya Tuhan Allahku. Firman inilah yang menguatkan saya kembali dan memberi harapan. Dalam keadaan sulit yang terjadi, saya seperti merasakan kehadiran Tuhan. Tuhan seperti mengunjungi saya secara pribadi dan berbicara menguatkan saya melalui firman Nya. Firman yang datang kepada saya seperti memberi kesegaran dan kekuatan bagi saya. Saya juga percaya hal ini terjadi bagi setiap orang yang sedang berada dalam keadaan sulit seperti yang saya rasakan. Saya percaya Tuhan Yesus tidak membiarkan anda berjuang sendirian dalam penderitaan atas sakit penyakit yang anda alami. Yesus Tuhan kita peduli atas pergumulan kita.

    Dua hari berlalu, tibalah hari yang ditetapkan untuk menjalani operasi. Kini ketakutan pun kembali menguasai hati dan pikiran terlebih saat memasuki ruang operasi. Terbaring di tempat tidur dalam ruang operasi, rasa tidak berdaya memenuhi hati kecil ini, namun saat itu masih ada iman dalam hati saya bahwa Tuhan pasti menolong. Inilah saatnya mengangkat tangan dan berserah serta melihat pekerjaan Tuhan dinyatakan dalam hidup saya. Operasipun akhirnya dilakukan oleh dokter dan saya pun disuntik bius sehingga tidak sadarkan diri.. Setelah beberapa jam berlalu, tiba-tiba terdengar suara yang membangunkan saya. Puji Tuhan ternyata saya masih masih hidup. Dan setelah kembali ke ruangan rawat inap dalam keadaan belum sadar sepenuhnya saat itu saya minta diputarkan lagu rohani. Hari kedua setelah operasi, dokter membacakan hasil dari pemeriksaan Rongent dan cek dahak yang juga sudah dilakukan sebelumnya. Satu penghiburan bagi saya karena ternyata paru-paru dan dahak saya bersih. Dokter juga menjelaskan bahwa penyakit yang saya alami adalah TBC Kelenjar dimana penyakit ini tidak akan menular kepada orang lain. Hal ini menjadi sedikit penghiburan bagi saya saat itu, dan kembali sedikit percaya diri untuk bertemu dengan orang lain. Saya bersyukur untuk pertolongan Tuhan dalam hidup saya, bersyukur untuk kesempatan yang Tuhan berikan.


    Melalui pengalaman itu saya belajar bahwa hidup berarti adanya pergerakan untuk terus berjalan, namun dalam perjalanan itu kita akan di perhadapkan kepada berbagai situasi yang akan menjadi pengalaman hidup dan melihat Tuhan campur tangan serta karyaNya yang sempurna dinyatakan. Biopsi ,Opname, dan Operasi telah selesai ini berarti satu tahap bayang-bayang maut berhasil dilewati bersama dengan Tuhan. Namun bukan berati perjuangan sampai di situ saja, obat rutin baru akan dimulai, kini saatnya berjuang untuk terus hidup dan menikmati Anugrah dari Tuhan. Tanggal 1 Agustus 2017 saya diperbolehkan kembali ke rumah, namun tetap mengonsumsi obat TBC yang rutin setiap hari selama tujuh bulan ke depan. Tidak boleh lupa sama sekali karena jika lupa maka akan di ulang kembali dari awal. Sungguh suatu tantangan baru dan disiplin penuh bagi saya secara pribadi karena sekali lagi ini adalah pengalaman pertama selama hidup. Efek samping dari mengonsumsi obat tersebut adalah mual, pusing dan juga lemas.  

Hari berganti hari. bulan berganti, rutinitas dalam mengonsumsi obat secara teratur ini mengajarkan kepada saya bahwa dalam perjalanan iman dan hubungan yang intim dengan Tuhan juga harus dibangun setiap hari. Dalam perjalanan iman setiap hari dan melalui peristiwa-peristiwa sederhana itulah kita akan terus mengalami Tuhan. Dalam Yesaya 41:10 “Janganlah takut sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab aku ini Allahmu; aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan. Melalui pengalaman ini saya ingin berkata bahwa Tuhan itu hidup dan menyertai kita di dalam segala keadaan. Meskipun kenyataan tidak sesuai apa yang kita harapkan namun, pertolongan Tuhan selalu sempurna.


KESEMBUHAN ADALAH PROSES

(Sakit TBC Lagi, Plus Mengandung)


    Desember 2017 saya kembali ke Batam untuk melayani, sekaligus untuk mempersiapkan diri masuk dalam pernikahan, tetapi masih tetap mengonsumsi obat TBC secara rutin, sehingga saya melanjutkan rawat jalan di Batam. Akhir bulan Febuari 2018 saya kembali kontrol ke Rumah Sakit, benjolan sudah hilang dan dinyatakan sembuh. Kebahagiaan yang tak terkatakan serta ucapan syukur atas kesembuhan yang Tuhan berikan meluap dari hati saya dan terucap melalui mulut. Akhirnya bisa bernafas dengan lega, tujuh bulan bisa dilewati dan berkata “Eben Ha Ezer” sekali lagi sampai di sini Tuhan masih menolong. Saya sangat bersyukur untuk berkat kesembuhan yang Tuhan berikan, kini bisa kembali beraktivitas, melayani. Satu pelajaran penting lagi Tuhan ajarkan melalui peristiwa ini bahwa “yang terpenting bagi Tuhan adalah proses dan kesetiaan yang dilakukan setiap hari. Waktu kita menjalani proses dengan setia dan bergantung sepenuhnya kepada Tuhan maka Allah akan memberikan hasil yang maksimal yang tentunya mendatangkan kemuliaan bagi nama Tuhan.

    Waktu terus berjalan, 3 bulan kemudian yakni pada tanggal 5 Mei 2018 tepat di hari ulang tahun saya, ada hadiah yang membahagiakan seperti sebuah kado terindah yang Tuhan berikan di tahun itu, kesembuhan dan mendapat pendamping hidup. Pada hari itu saya melangsungkan pernikahan dengan pacar saya yang sudah lama kukenal karena kebetulan satu kampus selama kuliah. Kebahagiaan itu terus memuncak setlah sebulan kemudian dari pernikahan kami ternyata Tuhan langsung memberkati kami dengan keturunan. Sungguh kebahagiaan yang sempurna di tahun ini, tidak hanya menjadi istri tetapi sebentar lagi akan menjadi seorang ibu. Saya merasa seperti sedang dilimpahi berkat yang berlipat ganda. Tentu jika anda mengalami hal yang sama, anda akan merasakan kebahagiaan yang sedang saya rasakan. Karena banyak orang dalam pernikahannya menginginkan apa yang sedang saya alami, yakni cepat mendapatkan anak.

Namun, Di tengah-tengah kebahagiaan itu tiba-tiba suatu sore saya mengalami demam tinggi, menggigil dan ketika saya memegang leher saya ternyata ada benjolan lagi di sebelah kanan. Saat itu kekuatiran meliputi saya, saya mulai berpikir apakah saya terkena TBC kelenjar lagi, akan tetapi saya berusaha untuk tidak percaya hal itu, berusaha tenang. Ketika suami mengajak untuk berobat saya menolak karena benar-benar takut. Takut jika penyakit itu timbul lagi, saya tidak siap untuk konsumsi obat. Setiap malam saya selalu mengalami demam tinggi dan menggigil dan semakin hari semakin parah. Hal inilah yang membuat saya pada akhirnya harus tetap ke dokter karena benjolan itu tak kunjung hilang tetapi bertambah besar. Setelah konsultasi dan diperiksa oleh dokter tenyata ketakutan saya benar benar menjadi kenyataan. Penyakit TBC saya kambuh lagi meskipun di tempat yang berbeda dan harus menjalani pengobatan. Dokter mengatakan bahwa saya tertular kembali dari orang lain. Akhirnya setelah dua minggu menjalani pemeriksaan dokter memutuskan untuk saya kembali mengonsumsi obat TBC yang sebelumnya hanya tujuh bulan kali ini dokter menyarankan untuk konsumsi obat selama 9 bulan. Saat itu saya benar-benar frustasi, kuatir karena sedang mengandung, bagaimana dengan janin dalam kandungan saya? Apa yang terjadi jika saya tidak mau mengonsumsi obat? Terlebih lagi ketika dokter mengatakan bahwa jika konsumsi obat TBC pasti ada efek samping bagi janin, akan tetapi jika tidak segera di obati maka bisa menjadi semakin parah dan bahkan bisa menularkan kepada bayi yang ada di kandungan. Setelah obat rutin diberikan saat itu saya menunda untuk konsumsi obat tersebut. Rasa kecewa mulai meliputi saya ada banyak pertanyaan yang timbul dalam hati saya. Mengapa Tuhan berikan penyakit ini lagi? Kenapa penyakit ini kambuh saat saya sedang hamil? Mungkin kah anak ini akan selamat? Bagaimana jika anak ini nantinya lahir dengan cacat? Mampukah saya menerima kenyataan itu? Saya seperti dibawa oleh Tuhan kepada pengalaman yang baru, yang bagi saya lebih berat lagi dari apa yang pernah dialami. Tentu jika kita mengalami kisah ini akan timbul pertanyaan untuk apa lagi ini Tuhan? Bukankah sudah cukup sekali kita mengalaminya? Tetapi benarlah bahwa kesembuhan itu adalah proses. Proses kita untuk lebih lagi mendekatkan diri kepada Tuhan, mengenal Dia dengan lebih dalam, dan mengenal kuasa kesembuhan yang bersumber dari Tuhan.



KESEMBUHAN YANG SEMPURNA 

DARI TUHAN

    Janji Tuhan itu sempurna dan tidak pernah terlambat pertolongan-Nya. Sama seperti apa yang telah menjadi sebuah lagu yang berjudul “janjiMu seperti fajar pagi hari” benar-benar tidak pernah terlambat sedetikpun. Dalam Mazmur 119:50 jelas mengatakan bahwa “inilah penghiburanku dalam sengsaraku, bahwa janji-Mu menghidupkan aku.” Saat dalam sengsara, masalah, penderitaan, penyakit, mengingat janji Tuhan akan memberikan kita kekuatan dan penghiburan sehingga tetap mampu untuk bertahan dalam keadaan apapun. Mengingat janji Tuhan sama dengan kita percaya bahwa Tuhan ada bersama kita dalam persoalan yang sedang kita hadapi, Tuhan ada bersama kita di dalam sakit- penyakit yang kita alami, Tuhan ada dalam pergumulan-pergumulan kita. Namun akan sulit melihat Tuhan ketika kita fokus hanya kepada masalah saja. Masalah dapat membuat kita lupa akan besarnya kuasa Tuhan yang akan menolong, sehingga membuat kekuatiran yang berlebihan dan dapat membawa kepada keputusasaan. 

    Hal inilah yang saya alami ketika kehamilan putri pertama sudah mencapai puncaknya yaitu pada usia 9 bulan. Rasa kuatir saya semakin memuncak dikarenakan harus melahirkan dalam kondisi sakit TBC dan mengomsumsi obat secara rutin setiap hari. Pertengahan Februari 2019 dalam USG terakhir bayi yang ada dalam kandungan saya dalam posisi sungsang padahal dalam prediksi dokter dua minggu lagi akan melahirkan. Hal ini menambah kekuatiran saya dan sekaligus bertanya-tanya dapatkah saya melahirkan dengan normal? Akankah bayi saya akan lahir dengan sehat? Rasa kuatir dan takut saya semakin memuncak ketika akhir februari 2019 suami saya harus berangkat ke Kalimantan Barat selama seminggu untuk mengajar. Saya berpikir bagaimana jika bayi saya lahir ketika suami tidak ada? Siapa yang akan menolong saya? terlebih lagi mertua dan orangtua saya tidak bisa datang untuk menemani saya. Belum berhenti sampai disitu, setelah pulang dari Kalimantan barat, suami masih ada jadwal kuliah ke medan selama 2 minggu. Di saat rasa kuatir dan takut ini memuncak saya hanya bisa berharap kepada Tuhan saja yang akan menolong. Saya hanya bisa berserah kepada Tuhan dan percaya Dia akan berikan yang terbaik. Ya berserah dengan percaya bahwa apapun yang terjadi Tuhan tidak pernah lepas kendali. Dalam masa ini saya mengingat firman Tuhan dalam Amsal 3 :5 bahwa “percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar pada pengertianmu sendiri.

    Benar-benar dalam pengaturan Tuhan dan waktu Tuhan, setelah kembali dari Kalimantan Barat, suami mendapat kabar bahwa dosen yang akan mengajar bersedia datang ke Batam dan mereka mengadakan kuliah di Batam. Tiga hari setelah suami selesai kuliah, saya masih masuk kantor dan bekerja seperti biasanya, sore hari setelah pekerjaan selesai dan bersiap-siap untuk kembali ke rumah perut saya mulai merasa sakit. Karena sakitnya masih bisa ditahan saat itu kami singgah di warung makan untuk makan malam, tetapi rasa sakit itu semakin kuat dan muncul setiap 30 menit. Malam hari sekitar jam 2 subuh saya sudah tidak bisa menahan sakitnya dan kami pun menghubungi Bidan melalui telepon. Setelah konsultasi bidannya menyarankan untuk datang besok paginya. Malam itu berlalu, dan saya tidak bisa tidur sama sekali karena rasa sakit itu semakin sering, saat itu saya hanya berharap malam itu cepat berlalu. Setelah pagi hari suami langsung mengantar saya ke klinik. Sesampai di klinik diperiksa dan ternyata sudah waktunya untuk melahirkan. Saat itu sudah pembukaan dua, tetapi bidan tersebut menyuruh untuk kembali ke rumah karena masih lama prosesnya.

    Saya dan suami memutuskan untuk masuk kantor, namun setelah sampai di kantor saya sudah tidak bisa konsentrasi bekerja karena sakit. Karena tidak sanggup lagi menahan sakit yang semakin sering, akhirnya jam 2 siang kami kembali lagi ke klinik tersebut. Setelah di cek sudah pembukaan lima. Terus merintih kesakitan sampai bukaan sepuluh namun proses itu tidak sampai disitu. Saya kehabisan tenaga karena tidak tidur semalaman menahan sakit. Hal ini membuat proses melahirkan menjadi semakin sulit. Ketika saya mengedan dan karena kurang tenaga yang keluar hanyalah kepala bayi setengah dan langsung masuk kembali, peristiwa ini terus berulang terjadi hingga tiga kali. Melihat saya sudah tidak mampu akhirnya dengan cepat salah satu bidan tersebut membantu dengan memasukkan kedua tangannya menarik bayi saya dan bidan lainya mendorong bayi saya dari perut, hingga akhirnya bayi saya keluar.

Namun setelah bayinya keluar, dia tidak bersuara dan sudah kelihatan biru. Melihat hal ini saya menjadi syok dan kaget begitupun suami saya dan kedua bidan yang menolong proses persalinan saya. Kedua bidan itupun panik dan kemudian memukul-mukul bayi saya dipantatnya, dikakinya dan dipunggungnya. Hal ini membuat saya semakin kaget dan takut, apakah bayi saya hidup? Dalam pikiran saya hanya memanggil nama Tuhan Yesus, dan berkata Tuhan tolonglah, cukuplah penyakit yang saya alami, masa saya harus kehilangan bayi saya lagi? Saya hanya berharap kasih karunia Tuhan dan kemurahanNya. Setelah kurang lebih 7 menit kedua bidan memukul mukul bayi saya, kemudian dengan tiba-tiba keluar suara tangisan dari bayi saya. Saya pun melihat kedua bidan itu tersenyum sumringah karena ternyata bayi saya masih diberikan oleh Tuhan kehidupan. Semua ini tentu hanya oleh kasih karunia Tuhan saja, semua hanya oleh kemurahanNya saja. Oleh karena itu saya dan suami memutuskan untuk memberi nama putri kami “Charin” untuk mengingatkan kami akan kasih karunia yang sudah Tuhan berikan bagi kami. 

Betapa bahagianya hati saya setelah melahirkan dengan baik dan putri saya Charin lahir dengan sehat dan normal. Tentu hal ini mendatangkan sukacita tersendiri bagi saya. Namun perjuangan belum selesai. Keesokan harinya kami pulang dari klinik ke rumah, pergumulan akan sakit TBC tetap kembali menghantui saya. Hal ini dikarenakan saya masih harus mengonsumsi obat TBC selama tiga bulan lagi paskah melahirkan dan harus rutin ke rumah sakit untuk cek padahal di rumah sakit begitu banyak orang yang sakit TBC dan penyakit paru lainnya yang dapat menularkannya kepada putri kecil saya. Saya juga mulai kuatir, apakah obat ini akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan bayi saya? Namun, saya dan suami berserah saja kepada Tuhan, sembari menyusui saya putuskan untuk tetap komsumsi obat TBC selama 3 bulan berikutnya. Puji Tuhan setelah 3 bulan, putri saya bertumbuh dengan sehat dan sangat menggemaskan. Saya bersyukur sekali. Di Saat yang bersamaan juga setelah cek kembali ke rumah sakit mengenai penyakit TBC saya, dokter menyimpulkan bahwa saya sudah sembuh. Bersyukur dan sangat bersukacita mendengar kabar ini, sungguh semua hanya oleh kemurahan Tuhan saja. Saya akhirnya mengalami kesembuhan total hingga saat ini dan putri saya Charin juga bertumbuh dengan sehat. Saya akhirnya dapat berkata Tuhan adalah sumber kesembuhan yang sempurna. Tidak pernah terlambat pertolonganNya.

KESIMPULAN

    Tuhan adalah sumber dari kesembuhan. Tuhan ada bersama kita dalam pengalaman sakit yang kita alami. Tuhan tidak membiarkan kita sendiri dalam penyakit yang kita derita, tetapi Dia menyertai kita. Tuhan dapat menyembuhkan kita dengan sangat mudah, tetapi terlebih Tuhan mau kita mengenalNya lebih dalam dan lebih dekat. Oleh karena itulah kesembuhan itu menjadi sebuah proses, proses dimana Tuhan bekerja untuk membawa kita kepada kebergantungan yang total kepada FirmanNya dan kepada kuasaNya. Hal yang menjadi bagian kita adalah tetap percaya kepada Tuhan, bersandar penuh kepada FirmanNya dan menantikan pertolonganNya karena pertolonganNya tidak pernah terlambat. Oleh karena itu tetaplah percaya kepada Tuhan bahwa Ia adalah sumber kesembuhan. Bangunlah iman di dalam Yesus Kristus yang mengasihi kita dan perduli bagi kita, bukan iman yang berdasarkan keadaan, tetapi iman yang teguh di dalam Kristus.

    


No comments:

Post a Comment

Jika anda Ingin Membantu pelayanan ini, silahkan kirimkan bantuan anda dengan menghubungi email charinmarbun@gmail.com. Jika anda diberkati silahkan Tuliskan dalam komentar. Jika ada pertanyaan dan permohonan Topik untuk dibahas, silahkan tuliskan dikolom komentar. Terimakasih sudah membaca, Tuhan Yesus memberkati selalu.