BADAI PASTI BERLALU
Pardomuan Marbun M.Th
Badai bisa datang dengan tiba-tiba tanpa ada satu orangpun yang dapat memprediksinya. Sama seperti yang dialami oleh murid-murid ketika berlayar. Lukas 8:23 mencatat “ Dan ketika mereka sedang berlayar, Yesus tertidur. Sekonyong-konyong turunlah taufan ke danau, sehingga perahu itu kemasukan air dan mereka berada dalam bahaya.”Badai yang menghampiri perahu murid-murid sangat membahayakan mereka, sehingga mereka sangat ketakutan. Tapi murid-murid sangat beruntung karena ada Yesus di dalam perahu itu. Yesus pun bangun dan menghardik badai itu sehingga danau itu menjadi tenang dan angina itupun reda. Dari cerita itu kita sedang diajar bahwa Yesus berkuasa atas badai itu dan badai itu pasti berlalu.
Tidak sesuai Harapan
Setiap orang pasti memiliki harapan. Harapan itu bisa saja memiliki rumah baru, memiliki prestasi dalam pekerjaan maupun dalam pendidikan, menikah, memiliki anak, dan masih banyak harapan-harapan lainnya yang dapat kita sebutkan. Namun betapa kecewanya kita apabila yang kita harapkan tidak terjadi sesuai dengan apa yang sudah kita rencanakan. Tidak sedikit orang menjadi putus asa, kehilangan semangat hidup, bahkan mengakhiri hidupnya hanya gara-gara apa yang diharapkannya tidak tercapai. Hal ini terjadi karena kita sering menaruh pengharapan kepada kemampuan kita sebagai manusia, sementara kita dapat punya kuasa untuk mengontrol segala keadaan yang akan terjadi. Kita hanyalah manusia. Oleh karena itu jangan kita lupa apa yang telah dituliskan dalam kitab Yeremia 17:5 “Beginilah firman TUHAN: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!
Berbicara mengenai harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan juga terjadi kepada saya, dimana apa yang diharapkan justru tidak terjadi. Sejak lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) tahun 2006, saya menjadi perantau mulai dari Pekanbaru, Tanjung Pinang dan Batam. Saya melakukan berbagai jenis pekerjaan, menjadi kernek mobil, kuli bangunan, hingga tukang koperasi simpan pinjam. Pekerjaan-pekerjaan yang saya lakukan tentunya jauh dari apa yang pernah saya harapkan/impikan, karena ketika SMA saya berharap akan menjadi Tentara, yang mana ini adalah cita-cita saya sejak dari Sekolah Dasar (SD). Hal inilah yang membuat saya menjadi pribadi yang keras tetapi sekaligus juga gigih dalam berjuang.
Awal tahun 2007 saya merantau ke Tanjung Pinang sebuah kota yang dalam pikiran saya adalah kota yang akan menjadikan saya seorang yang berhasil. Tentu hal seperti ini adalah pemeikiran dari banyak orang juga etika akan merantau. Namun, sekali lagi apa yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan. Di kota ini saya bekerja sebagai pegawai koperasi yang tugas pokonya adalah meminjamkan uang dan menagih dengan bunga yang tentunya tidak kecil. Melalui pekerjaan ini saya terbawa arus dan terhanyut ke dalam dunia kegelapan. Pekerjaan ini memperkenalkan saya kepada dunia malam, diskotik, pekerja seks komersial (PSK), premanisme dan beragam kejahatan yang ada. Tentu semuanya tidak terlepas juga dari kekecewaan saya akan cita-cita yang tidak tercapai yang akhirnya terjerumus semakin dalam di dunia kegelapan.
Meskipun dalam pekerjaan ini memiliki uang yang cukup, namun saya tidak dapat merasakan damai dan selalu terganggu dengan apa yang dilakukan setiap harinya, seperti penipuan, marah-marah kepada nasabah, dan tidak jarang terlibat perkelahian. Ketidaknyamanan dan rasa kuatir selalu menghantui setiap hari berangkat bekerja, karena akan bertemu dengan orang-orang yang meminjam uang tapi susah membayar. Hal ini membuat saya menjadi pribadi yang menakutkan dan keras bagi orang-orang yang saya tagih utangnya. Hal inilah yang saya lakukan setiap hari di dalam bekerja pagi, siang dan bahkan sampai malam yang terpenting semua yang meminjam dapat membayar dengan tepat waktu.
Kasih Karunianya Melimpah
Setelah bekerja kurang lebih 3 tahun, tepatnya tahun 2009, hati dan peraasaan mulai tidak nyaman dengan apa yang saya kerjakan. Ada kerinduan yang besar untuk kembali hidup benar. Hidup tanpa ada rasa takut dan manakuti orang lain, hidup damai dengan semua orang. Melakukan pekerjaan yang benar seperti kebanyakan orang. Namun sekaligus juga ada gejolak di dalam hati apakah orang sejahat saya akan diterima kembali oleh Tuhan, apakah orang seberdosa saya masih memiliki masa depan? Masih adakah waktu untuk berubah? Semua gejolak dan keraguan ini akhirnya terjawab ketika Tuhan berbicara melalui firmanNya dalam mengenai Anak yang Hilang (Lukas 15:11-32). Tuhan mengingatkan saya akan cerita ini, baik melalui khotbah yang saya dengarkan maupun melalui pembacaan Alkitab. Cerita ini berbicara kuat di dalam hati saya dan seakan akan diberi pengertian bahwa Tuhan adalah Bapa yang mengasihi, Tuhan adalah Bapa yang menunggu dan menerima anakNya kembali. Saya merasa seperti anak bungsu yang begitu jahatnya tetapi Bapa mau menerima kembali. Saya disadarkan akan kasih karuniaNya yang melimpah. Di saat inilah saya mengalami kasih Bapa dan mengalami pertobatan dan saat bersamaan saya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan yang lama.
Pengalaman akan kasih Bapa mendorong saya menjadi orang yang aktif hadir dalam gereja. Saya memutuskan untuk ikut membantu pelayanan di sebuah gereja perintisan. Saya aktif dalam ibadah dan pelayanan pemuda yang akhirnya gembala sidang mengangkat saya sebagai pemimpin pemuda di gereja tersebut. Setelah satu tahun menjadi pemimpin pemuda di gereja dan aktif dalam pelayanan lainnya, gembala sidang menawarkan saya untuk masuk sekolah Alkitab dan menjadi Pendeta. Hal ini tentu di luar apa yang saya pikirkan, oleh karena itu saya sempat menolak. Dalam pikiran saya tidak pernah menjadi seorang pendeta/hamba Tuhan, terlebih melihat latar belakang saya yang sangat jahat. Namun sekali lagi saya diingatkan bahwa kasih karunia Tuhan sangatlah besar. Kasih karunia itu melayakkan kita untuk melayaniNya (Roma 15:15-17). Oleh kasih karunia yang melimpah dalam Kristus akhirnya saya memutuskan untuk masuk dalam sekolah Alkitab.
Tahun 2010 saya berangkat ke Batam untuk mengambil Diploma 2 di International Bethesda College yang saat ini menjadi STT Injil Bhakti Caraka. Setelah mengikuti perkuliahan 2 tahun, tepatnya tahun 2013 saya ditawarkan oleh pimpinan sekolah untuk mengambil program Sarjana Teologi (S1) di STT Satybhakti Malang dengan perjanjian untuk kembali ke Batam mengajar setelah lulus. Tentu ini adalah kasih karunia yang tidak pernah saya duga dan harapkan. Saya merasakan benar-benar kasih karunia Tuhan yang melimpah dan menerima saya apa adanya dan mempersiapkan masa depan yang sempurna (Yeremia 29:11). Saya menyadari bahwa TUhan benar-benar memiliki rancangan yang sempurna akan masa depan bagi saya tentunya juga bagi anda. Dengan pertolongan Tuhan saya dapat menyelesaikan perkuliahan di Malang dengan gelar S.Th dalam waktu 2 tahun tepatnya pada tahun 2015.
Setelah wisuda Sarjana selesai, minggu berikutnya saya langsung melanjutkan studi ke S2 dengan program Magister Teologi di kampus yang sama. Sungguh ini adalah anugerah yang luar biasa, yang tidak pernah ada dalam pikiran saya. Memang Tuhan itu bekerja tidak terduga oleh pikiran kita manusia. Banyak perbuatan-perbuatan Tuhan dalam hidup kita yang membuat kita tabjuk dan kagum. Saya percaya anda juga pasti punya pengalaman yang sama menerima pertolongan Tuhan dan kasih karuniaNya yang melimpah. Hal itu yang terus saya alami dimana sembari kuliah S2, saya juga diberi kesempatan untuk mengajar kelas Strata 1 Teologi di Batam. Dalam hal ini saya melihat kasih karunia Tuhan yang begitu besar melimpah atas hidup saya. Dan yang lebih menakjubkan lagi bahwa semua biaya perkuliahan saya ditanggung oleh sekolah tempat saya mengajar. Tentu ini menjadi dorongan bagi saya untuk terus bergiat dan bersemangat dalam belajar dan juga mengajar. Kasih karunia yang besar yang telah saya terima menjadi kesempatan untuk berubah menjadi serupa dengan rancangan Tuhan. Harusnya semua kita juga ketika menerima kasih karunia dapat memamfaatkannya untuk terus bertumbuh di dalam Tuhan.
Badai yang Menggonjang
Tidak Sesuai Rencana
Setelah meninggalkan kampung untuk merantau sejak 2006 hingga tahun 2017 sekitar 11 tahun lamanya saya belum pernah kembali ke kampong atau pulang kampung. Ada kerinduan yang sangat besar untuk pulang kampung setiap tahunnya, tapi apa daya kondisi keuangan yang tidak mencukupi sehingga dalam waktu yang lama tidak dapat pulang kampung. Banyak orang mungkin bertanya kok bisa sampai 11 tahun tidak pernah pulang kampung? Ya bisa karena memang keadaan sebagai mahasiswa yang tidak memiliki penghasilan.
Tahun 2017 pada bulan Juli adalah bulan di mana abang saya akan melangsungkan pernikahan dan acaranya diadakan di kampung. Setelah mengetahui rencana ini pada bulan Maret, saya menyusun rencana untuk untuk pulang kampung. Dalam rancangan saya, pada waktu pulang kampung saya akan menghabiskan waktu selama satu minggu bersama keluarga dan menikmati perjumpaan dengan orang-orang di kampung. Oleh karena itu, saya juga membawa adek saya perempuan yang kedua bersama dua anaknya dari Tanjung Pinang, dan juga adek perempuan saya yang ketika bersama suaminya dan dua anaknya dari Pekanbaru. Kami berangkat bersama sama dari Pekanbaru menuju kampung halaman. Setelah tiba di kampung pada hari sabtu pagi, kami berjumpa dengan keluarga dan menikmati canda tawa serta berbagi cerita.
Pada siang hari setelah canda tawa, saya berangkat dari rumah menuju Sibolga karena ada undangan khotbah pada malam minggunya dan pada hari minggunya pagi hari, siang dan malam. Saya berangkat bersama seorang teman hamba Tuhan yang kampung halamannya juga ada di Sibolga. Setelah selesai pelayanan pada minggu malam kira-kira pukul 22.00, kami pun langsung berangkat kembali ke kampung (Sidempuan). Kami tiba di rumah pada hari senin pagi dan langsung ikut membantu persiapan untuk pernikahan abang saya pada hari selasanya.
Pada hari selasa pagi semua keluarga sudah bersiap dengan pakaian rapi termasuk saya dan akan berangkat ke gereja untuk ibadah pemberkatan nikah. Namun, apa yang sesuatu yang tidak diharapkan dan direncanakan terjadi. Ayah saya tiba-tiba muntah-muntah dan tidak sadarkan diri. Tanpa berpikir panjang, saya langsung menggotong ayah ke mobil dan membawanya ke rumah sakit sekitar satu jam jaraknya dari kampung. Di tengah kepanikan ini sayapun meninggalkan pesta. Di UGD dokter langsung menangani ayah saya dan memberikan pertolongan. Semua keluarga melanjutkan pesta dan semua acara, sementara saya hanya sendiri di rumah sakit menjaga dan menemani ayah saya. Saya merasa sedih bahkan menangis karena apa yang saya rencanakan tidak terjadi. Setelah 11 tahun baru bisa pulang tapi saya hanya bisa menemani ayah di rumah sakit dan juga tidak bisa melihat abang saya yang sedang berbahagia di hari pernikahannya.
Di saat yang sama ketika saya sedang sibuk mengurus biaya administrasi dan pembelian obat-obatan untuk pengobatan ayah, tiba-tiba ada telepon dari pacar saya (saat ini sudah jadi istri) dan memberitahu bahwa ia juga sedang berada di rumah sakit dan akan segera melakukan operasi di bagian lehernya oleh karena adanya benjolan. Mendengar berita ini saya sangat terkejut dan dunia serasa gelap. Saya hanya bisa bertanya kepada Tuhan, mengapa ini terjadi bersamaan? Saya hanya bisa menangis dan tidak berdaya atas apa yang terjadi, hanya Tuhanlah yang menjadi harapan satu-satunya.
Kesedihan saya semakin memuncak karena selama empat hari di rumah sakit menemani ayah, tidak ada satu orangpun dari keluarga yang datang mengunjungi dan menemani, semuanya sibuk dan seakan tidak perduli. Akhirnya setelah empat hari di rumah sakit, dokterpun mengijinkan ayah untuk dibawah pulang ke rumah dan setelah sampai di rumah, saya pun langsung mempersiapkan diri untuk kembali ke Batam.
Sungguh kepulangan yang menyedihkan karena setelah sebelas tahun baru bisa pulang kampung, tetapi pulang hanya untuk singgah di rumah sakit. Sungguh kecewa karena apa yang saya rencanakan tidak terjadi. Satu hal yang diingatkan Tuhan dalam peristiwa ini adalah bahwa rancangan kita bukanlah rancangan Tuhan, dan rancangan Tuhanlah yang akan terjadi. Sama seperti apa yang tertulis dalam Amsal 19:21 “Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana.” Oleh karena itu sehebat apapun kita menyusun rancangan tanpa campur tangan Tuhan rancangan itu tidak akan terjadi (Yakobus 4:13-15).
Salah Tiket
Pada pukul 21.00 malam hari kamipun berangkat menuju bandara Pekanbaru. Jarak tempuh dari kampung ke bandara Pekanbaru sekitar 13-15 jam. Kami semua ada 6 orang yang akan menuju Batam keesokan harinya. Perjalanan yang panjang dan melelahkan karena saya sendiri mengemudi dari Sidempuan hingga kami tiba di bandara Pekanbaru pada pukul 9.00 pagi harinya. Kamipun bergegas ke bandara karena jadwal penerbangan kami menuju Batam tepat pukul 11.00, dan kami harus melakukan chek-in terlebih dahulu. Saya pun membawa rombongan untuk chek-in ke konter. Setelah tiba di kontek chek-in, saya menyerahkan tiket yang saya beli untuk 6 orang ketika ada di rumah sakit menjaga ayah. Setelah petugas melihat tiket kami, petugas bertanya kepada saya, apakah rombongan bapak mau ke Batam? Saya jawab ya. Kemudian petugas memberitahu saya bahwa tiket saya salah. Saya langsung terkejut, kok bisa salah? Petugas memberitahu bahwa tiket yang saya beli adalah Batam menuju Pekanbaru, bukan Pekanbaru menuju Batam. Saya semakin kaget dan tak percaya, bagaimana bisa saya salah beli tiket. Kalo tiket ini salah bagaimana rombongan saya (6 orang) ini akan pulang ke Batam. Uang saya pun sudah habis di rumah sakit membayar biaya perobatan ayah. Saya semakin panik dan bingung. Saya bertanya kepada petugas apakah tidak bisa ditukar arah tujuannya? Petugas menjawab saya tidak bisa dengan alasan sudah pada waktu penerbangan. Dengan tidak berdaya dan bingung saya pun membawa rombongan keluar dari bandara. Kata yang keluar dari hati adalah Tuhan bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Bingung dan tidak mengerti.
Di luar bandara saya mencoba menghubungi pimpinan tempat saya bekerja di Batam dan menceritakan semua kejadian yang menimpa saya dan sekaligus meminjam uang untuk membeli tiket yang baru dan tentunya lebih mahal. Saya pun akhirnya mendapatkan pinjaman dan dapat membeli tiket ke Batam untuk ke esokan harinya. Kamipun akhirnya menginap di rumah teman hamba Tuhan yang ada di Pekanbaru. Keesokan harinya kami berangkat ke Batam dan tiba di Batam dengan selamat.
Masalah boleh datang silih berganti dalam kehidupan kita, tetapi tetaplah tenang. Kita tidak akan dapat melihat pertolongan Tuhan dalam keadaan yang tidak tenang. Oleh karena itulah ketika ada masalah kita harus menenangkan hati kita dan berdoa kepada Tuhan untuk hikmat dan tuntunan akan jalan keluar.
Lensa Kamera Pecah
Setibanya di rumah sayapun langsung mengeluarkan semua isi tas, untuk membereskan barang-barang yang saya bawa. Satu hal lagi yang mengejutkan saya adalah kamera yang saya pinjam dengan untuk foto-foto di acara pernikahan abang di kampung ternyata lensanya pecah. Hati saya semakin sedih dan menangis. Kamera saya bawa tidak jadi dipakai, tapi ketika tiba di Batam malah lensanya pecah. Artinya saya harus mengganti lensa kamera lagi, itu berarti saya harus keluarkan uang lagi. Keesokan harinya sayapun membeli lensa yang baru untuk kamera dan sekaligus mengembalikannya.
Melihat dan mengalami masalah yang terjadi bertubi-tubi ini, saya hanya percaya bahwa tidak ada sesuatupun di luar control dari Tuhan. Dengan semua pergumulan ini saya semakin percaya bahwa Tuhan ingin mengajar saya semakin bergantung kepadaNya. Saya percaya bahwa Tuhan dapat mengubah semua derita saya untuk mendatangkan kemuliaan bagi namaNya, karena sekalipun saya dalam persoalan dan pergumulan, pertolonganNya tidak pernah terlambat.
Penutup
Banyak hal yang dapat terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Terkadang masalah bisa datang secara mendadak dan bertubi-tubi seperti apa yang saya alami, seperti badai yang sedang menggoncang perahu kita. Kita merasa seperti terhempas oleh badai dan seakan tidak mampu, tidak kuat oleh kencangnya badai. Banyak orang bisa menyerah dan bahkan mundur sehingga akhirnya hancur.
Ketika ada badai dalam kehidupan selalu ada pilihan bagi kita. Anda bisa menyerah dan mundur, atau anda bisa tetap bertahan dan mengandalkan Tuhan. Masalah memang sering datang secara bertubi-tubi seperti badai, tetapi hal itu membawa kita untuk bergantung sepenuhnya kepada Tuhan. Di akhir tulisan ini saya mau mengingatkan kita semua bahwa badai tidak pernah berlama-lama, Badai pasti berlalu, tetapi mari kuatkan perahu iman kita untuk menghadapinya dengan tetap percaya kepada Tuhan Yesus Kristus Sang Juru Selamat kita. Shalom.
Terimakasih pak sangat memberkati
ReplyDeleteTuhan Yesus memberkati