Showing posts with label Krisa Tamara. Show all posts
Showing posts with label Krisa Tamara. Show all posts

Pengertian Gereja dan Latar Belakangnya

    


Gereja


Definisi Gereja

    Gereja merupakan sebuah pokok pembahasan yang sangat dikenal, sekalipun tampaknya gereja sudah dikenal, seringkali adanya salah pengertian mengenai apa yang dimaksudkan dengan istilah gereja yang sebenarnya. Beberapa pengertian yang seringkali dianggap salah adalah istilah gereja yang terkadang digunakan untuk menuju kepada arsitektur dalam sebuah gedung, misalnya orang-orang yang berbicara mengenai arsitektural dari gedung gereja Katolik. Kemudian istilah gereja juga cukup digunakan untuk menunjukkan kepada sekelompok orang percaya saja. Adapula yang menyatakan bahwa istilah gereja hanya digunakan untuk sekelompok denominasi, yaitu kelompok yang diasingkan oleh suatu ciri khas tertentu misalnya: gereja Lutheran atau Presbiterian. kemudian, Maka dari itu, pada bagian ini akan membahas mengenai definisi daripada istilah gereja.

Pengertian Gereja dan Latar Belakangnya 

    Jika berbicara mengenai kata gereja, secara umum gereja memiliki pengertian yaitu sebuah bangunan yang digunakan oleh orang Kristen untuk beribadah. Adapun para ahli kemudian memberikan pendapatnya mengenai istilah gereja, sebagai berikut:

● Danang Priatmojo, menyatakan bahwa kata gereja berasal dari bahasa Portugis yaitu, igereja, yang diambil dari bahasa Yunani yaitu ekklesia. Ia menyatakan bahwa kata ini memiliki dua pengertian, yaitu: perkumpulan semua orang yang dipanggil untuk percaya kepada Tuhan Yesus Kristus; dan tempat atau bangunan ibadah untuk orang Kristen menerima sakramen.

● Poerwadarminta, mendefinisikan istilah gereja sebagai tempat atau gedung untuk berdoa dan melakukan upacara agama Kristen.

Kemudian, ketika melihat arti kata gereja dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa makna, antara lain:

● arti pertama adalah gereja bukan sebuah gedung, akan tetapi persekutuan orang Kristen itu sendiri.

● gereja juga diartikan sebagai perkumpulan atau persekutuan orang Kristen yang dilakukan disebuah tempat, entah itu di lapangan, di rumah kediaman, ruangan hotel, ataupun sebuah tempat rekreasi. Maka, gereja tidak hanya berbicara mengenai gedung.

● kemudian gereja juga diartikan sebagai rumah ibadah umat Tuhan, dimana umat bisa berdoa dan menyembah Tuhan.
    Melalui penjelasan di atas, maka pengertian dari istilah gereja secara umum adalah berbicara mengenai sebuah tempat yang digunakan oleh orang-orang percaya untuk bersekutu dan melakukan serangkaian ibadah.
    Akan tetapi, istilah gereja tidak cukup hanya untuk sebuah bangunan gedung saja ataupun berbicara mengenai sebuah perkumpulan saja. Makna dari istilah gereja perlu digali melalui bahsa aslinya. Kata gereja berasal dari bahasa Protugis yaitu igereja yang juga diambil dalam bahasa aslinya ekklesia. Selain bahasa Protugis, gereja dalam bahasa Inggris disebut dengan church yang memiliki pengertian sebuah bangunan untuk umum yang secara khusus digunakan kaum Kristian untuk beribadah.
    Kata church sendiri selaras dengan bahasa Skotlandia yaitu krik dan bahasa Jerman yaitu kriche, yang memiliki pengertian yang sama dengan kata church. Akan tetapi, perlu diketahui bersama bahwa, istilah gereja di dalam bahasa Inggris sama dalam bahasa serumpun, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu kurios yang berarti “menjadi milik Tuhan.” Namun, kata tersebut dipahami dalam terang Perjanjian Baru, sebagai ekklesia. Pada umumnya ekklesia sering digunakan untuk menggambarkan pertemuan atau sidang untuk orang-orang percaya. Jika melihat dari bahasa aslinya, istilah ini memiliki makna yang lebih mendalam. Ekklesia yang berasal dari kata ek yang “artinya keluar dari,” dan kaleo yang berarti “memanggil,” maka, ekklesia memiliki arti sebagai orang-orang yang dipanggil keluar. Dipanggil keluar berarti orang-orang yang dahulunya hidup dalam kejahatan atau dosa, keluar atau meninggalkan kehidupannya yang jahat dan berpaling menuju terang Kristus (1 Ptr. 2:9). Gereja mula-mula tidaklah menuju kepada gedung tempat ibadah, organisasi ibadah, ataupun aliran gereja, melainkan kepada persekutuan orang yang percaya Yesus adalah Tuhan.
    Kata ekklesia dalam Perjanjian Baru memiliki arti makna yang cukup banyak. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan beberapa ayat yang ada, seperti berikut:
Sidang jemaat orang-orang Israel (Kis. 7: 38; Ibr. 2:12).
Kumpulan orang-orang kafir (Kis. 19: 32, 39, 41).
Sidang Jemaat lokal (1 Kor. 1:2).
Tubuh Kristus (1 Kor. 12:28; Kol. 1:10, 24).

    Dalam Perjanjian Baru juga banyak menunjukkan adanya ajaran yang penting tentang gereja. Sebagai contoh di dalam Efesus 5:25, yang menjelaskan bahwa Kristus mengasihi gereja dan menyerahkan diri-Nya untuk gereja. Matius 16:18 dan juga Kisah 15:14 menuliskan mengenai rencan utama Allah untuk masa kini ialah membangun gereja. Tidak heran jika Paulus lebih banyak menggunakan kata ekklesia dalam tulisannya di kitab Perjanjian Baru. Hal ini dikarenakan tulisan Paulus merupakan surat-surat yang sebagian besar diberikan kepada jemaat-jemaat lokal tertentu. Sehingga tidak heran jika kata ekklesia lebih dikenal dengan arti sebagai sekelompok orang percaya yang berada di tempat tertentu. tidak heran jika di dalam Perjanjian Baru istilah “gereja” lebih merujuk kepada jemaat Allah dibandingkan hanya sebuah perkumpulan. Hal ini dikarenakan Paulus sering mengirimkan surat untuk ditujukkan kepada jemaat-jemaat lokal, dengan penyebutan jemaat Allah (1 Kor. 1:2; II Kor. 1; Gal. 1:2; 1 Tes. 1:1).
    Kemudian, Istilah gereja dalam Perjanjian Lama menggunakan dua istilah untuk mendefinisikannya dalam bahasa Ibrani, yaitu qahal atau kahal yang diturunkan dari kata yang tidak dipakai lagi yaitu qal yang memiliki arti “memanggil.” Sedangkan, kata yang kedua adalah edhah yang berasal dari kata ya’adh yang juga memiliki pengertian memilih; menunjuk; dan bertemu bersama-sama di tempat yang sudah ditunjuk. Qahal dan juga edhah merupakan dua kata yang sering dianggap sinonim atau memiliki pengertian yang sama. Akan tetapi, kedua kata ini memiliki makna yang berbeda satu sama lain.
    Kata qahal memiliki arti suara, merujuk kepada panggilan untuk berkumpul serta tindakan dalam perkumpulan itu sendiri. Istilah ini lebih diartikan kepada peristiwa terjadinya sebuah perkumpulan tersebut dan unsur dari religius ini kadang tampak dalam penggunaan istilah ini (Ul. 9:10; 10:4; 23:1-3). Akan tetapi, istilah qahal juga merujukkan kepada perkumpulan yang lebih umum (1 Raj. 12:3). Contohnya: istilah ini juga pernah digunakan untuk menunjuk kepada pasukan, dan kepada Negara-negara non Israel lainnya.
    Berbeda dengan Kata edhah yang paling sering muncul dalam kitab Pentateukh yang digunakan untuk menggambarkan orang-orang yang berkumpul di depan kemah pertemuan. Kata edhah paling pertama disebutkan dalam Keluaran 12:3. Kata ini didefinisikan sebagai kata yang merujuk kepada umat yang berkumpul di sekeliling sistem keagamaan dan kata ini seringkali diterjemahkan dalam bahasa Yunani dengan sinagoge, istilah ini yang juga dipakai untuk menggambarkan kata qahal dalam bahasa Ibrani. Istilah-istilah ini juga berhubungan dengan kata ekklesia, maka dari itu kata ekklesia merupakan sumber utama untuk mengerti konsep gereja dalam Perjanjian Baru. Melalui penjelasan yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa istilah gereja memiliki pengertian yaitu perkumpulan orang percaya atau jemaat Allah yang sudah ditarik dari kegelapan menuju terang Tuhan.


Wujud Gereja

    Gereja juga di kenal dengan dua macam arti, yaitu arti secara universal dan secara Lokal. Pengertian inipun juga berbicara mengenai wujud dari gereja:

Gereja Universal

    Arti Universal dalam gereja terdiri atas semua orang, yang pada zaman ini, telah dilahirkan kembali oleh Roh Allah dan oleh Roh yang sama itu telah dibaptiskan menjadi anggota tubuh Kristus (1Kor. 12:13; 1Ptr. 1:3, 22-25). Kemudian dikatakan jemaat universal, yang berarti anggotanya adalah semua orang percaya, yang benar di segala tempat, baik mereka yang sudah meninggal maupun mereka yang masih hidup (Mat. 16:18; Ef. 5:24-25; Ibr. 12:23). Ini adalah jemaat yang universal yang tidak kelihatan (invisible church), disebut gereja yang tidak kelihatan karena tidak nampak jelas berkelompok di suatu tempat tertentu pada waktu yang tertentu pula.
    Untuk memahami gereja yang bersifat universal ini, dapat dilihat dari gambaran-gambaran yang ada, sebagai berikut: Gereja disebut sebagai bangunan Allah (1Kor. 3:9), Kristus merupakan batu penjuru bangunan itu (1Kor. 3:11) dan oleh RohNya Kristus tinggal di dalamnya (1Kor. 3:16; 6:19). Penekanan Khusus daripada gereja universal adalah kesatuannya baik Yahudi ataupun non-Yahudi, semuanya bersatu membentuk satu tubuh di dalam kesatuan yang dihasilkan oleh Roh Kudus (Gal. 3:28; Ef. 4:4).
    Gereja Universal merupakan gereja yang dibangun di atas dasar pengakuan bahwa Yesus adalah Kristus. Hal ini dapat dilihat dalam pernyataan Yesus sendiri dalam Matius 16:18 demikian “Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini aku akan mendirikan jemaat-Ku.” Jelas bahwa gereja adalah milik Tuhan, dimana kata “jemaat-Ku” merujuk kepada “Jemaat Allah” (Kisah. 20:28). Efesus 5:23 dan Kolose 1:8 menyatakan bahwa gereja disebut dengan gereja Yesus Kristus, dan kepalanya adalah Yesus Kristus sendiri. Kemudian dalam kitab Wahyu, Yohanes menuliskan bahwa Kristus digambarkan sebagai Tuhan atas gereja-gereja yang sedang berjalan di atas ketujuh kaki dian (Wahyu. 1:12-20).

Pentingnya untuk mengetahui gereja Universal antara lain:


● Agar setiap orang percaya mengetahui bahwa, adanya hubungan dengan orang-orang dari segala zaman (Ibr. 12:1-21; 11:39-40).

● Agar setiap orang percaya juga mengetahui dan menyadari bahwa semua orang percaya adalah benar-benar satu dalam Kristus. Dikatakan satu di dalam Kristus memiliki pengertian, jikalau satu menderita semua menderita, tetapi jika satu bersukacita semua bersukacita (Kis. 11:27-30; 1 Kor. 12:26).

● Melalui gereja universal,orang percaya dapat mengetahui bahwa Allah tidak hanya mengerjakan pekerjaan yang besar bukan hanya pada satu gereja lokal, denominasi, sekte saja. Akan tetapi, meliputi setiap bangsa, suku, kaum, bahasa dan generasi (2 Ptr. 3:9; Why. 5:9-10; 14:6-7).
    Melihat pernjelasan mengenai gereja universal, maka dapat disimpulkan bahwa. Gereja tidak hanya berbicara sebuah gedung ataupun tempat, gereja universal juga bukan berbicara mengenai gereja yang terdapat di suatu tempat tertentu ataupun denomasi saja. Melainkan berbicara mengenai seluruh orang percaya, dari berbagai tempat dan abad, dan juga merupakan sebuah kesatuan iman. Efesus 4:13 mengatakan dengan jelas bahwa “pertumbuhan gereja yang sehat terjadi ketika gereja mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang anak Allah.” Kesatuan dalam ayat ini bukan hanya merupakan kesatuan secara praktis ataupun kebersamaan, tetapi kesatuan secara iman dan pengetahuan akan kebenaran. Dengan kata lain, siapapun yang mengkalim dirinya sebagai orang percaya, maka dia adalah gereja universal, yang diukur berdasarkan iman mereka dan berdasarkan ketetapan pengetahuan akan Allah.


Gereja Lokal
    Gereja lokal secara umum memiliki pengertian yaitu orang percaya yang berkumpul di dalam suatu tempat. Dikatakan sebagai gereja yang berdiri disuatu tempat, karena ketika orang-orang saat gereja mula-mula berdiri dan mengalami pertobatan dan berbalik kepada Tuhan, mereka berkumpul dan kemudian membentuk jemaat-jemaat lokal. Awal berdirinya gereja lokal adalah ketika para rasul bergerak ke daerah-daerah lain di sekitarnya, mulailah berdiri gereja-gereja lokal yang lain. Gereja lokal juga mulai berdiri oleh karena orang-orang percaya yang juga turut mengabarkan Injil, dan gereja inipun tetnunya didirikan di atas Kristus.
    Dikatakan sebagai gereja lokal dikarenakan orang-orang percaya mula-mula tidak memiliki tempat atau sebuah bangunan untuk melakukan ibadah (Rm. 16:5; Fil. 2). Oleh sebab itu mereka akan melaksanakan ibadah dengan berkumpul di rumah-rumah ( 1 Kor. 11:18), persekutuan (Kis. 2: 45-46; 4:31), instruksi atau pengajaran (Kis. 2:42; 11:26; 1 Kor 4:17), dan melakukan pelayanan seperti mengutus misionaris (Kis. 13:2; 15:3). Mengakibatkan banyak orang yang kemudian di selamatkan melalui hikmat yang diberika oleh Tuhan agar dapat dilakukan oleh gereja lokal. Berbeda dengan gereja universal yang dikatakan sebagai gereja yang tidak terlihat, akan tetapi gereja lokal dikenal sebagai gereja yang terlihat (visible church), yaitu gereja yang memiliki bangunan ataupun tempat bersekutu secara nyata. Hal ini berbeda dengan gereja universal yang lebih merujuk kepada identitas diri semua orang percaya sebagai sebuah gereja universal.
    Paulus juga menekankan dalam suratnya kepada jemaat di Korintus sebagai berikut, “Sesuai dengan kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang cakap telah meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya. Tetapi tiap=tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya. Karena tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain daripada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus.” (1 Korintus 3:10-11). Dengan kata lain Paulus menegaskan bahwa dasar yang diletakkannya adalah Yesus Kristus. Yesus Kristus harus menjadi dasar gereja, dan Firman Allah harus menjadi tolok ukur iman dan kegiatan gereja, serta Roh Allah harus menjadi pelaksana.
    Ciri-ciri gereja lokal antara lain: yaitu mereka memiliki iman yang sama,tunduk pada otoritas Tubuh Kristus, melakukan sakramen Baptisan Air dan Perjamuan Kudus, mempunyai karunia-karunia pelayanan dari Yesus Kristus, : memiliki kehidupan rohani yang disiplin dan tertib. Penting bagi setiap orang percaya untuk mengetahui tentang adanya gereja lokal yang nyata karena beberapa hal, antara lain:

● Di dalam Gereja lokal kita dapat mempraktikkan ikatan perjanjian kita, dengan cara menjadi anggota jmeaat yang bertanggung jawab (Mat. 18:15-20).

● Gereja lokal juga berfungis untuk pelayanan dan lainnya yang tertulis dalam (Rm. 12:3-8; 1 Kor. 12:18-28).

● Di dalam gereja loal kita dapat perlindungan rohani dan ajaran-ajaran yang menyersatkan (Kis. 20:28-30; Ef. 4:14).

Kemudian Paul Enns dalam bukunya yang berjudul The Moody Handbook of Theology memaparkan fungsi-fungsi daripada gereja lokal secara Alkitabiah di PB, sebagai berikut:

● Ibadah: dalam bahasa Yunani kata dari Ibadah dikenal melalui beberapa kata yaitu, proskuneo. latureuo dan sebomai. Proskuneo memiliki arti “tunduk dan menyembah”, sebuah sikap tunduk kepada Allah yang dicerminkan dalam hati. Kata latureo yang memiliki arti dasar “pelayanan keimaman,”jadi Paulus melayani Allah melalui pemberitaan. Kemudian kata sebomai memiliki arti kata “takut akan Allah” jika dilihat dalam PL dan “menyembah” dalam PB. Ibdah dalam Perjanjian Baru tidak membawa korban persembahan, akan tetapi membawa persembahan yang hidup yaitu diri orang tersebut.

● Pengajaran: Pengajaran merupakan sebuah sumber ehiduoan dari gereja mula-mula pada saat itu. Allah memberikan Alkitab agar dapat mengajar jemaat dan memimpin mereka menuju sebuah kedewasaan (2 Tim. 3:16-17). Paulus kemudian menuliskan kepada Timotius pentingnya sebuah pengajaran dalam gereja adalah untuk menangkal doktrin atau ajaran palsu (1 Tim. 1:3); pengajaran akan menghasilkan kasih kepada orang percaya (1 Tim. 1:5); menghasilkan sebuah makanan rohani yang sehat (1 Tim. 4:6); kesalehan (1 Tim. 4:6-16); ketaatan ( 1 Tim. 5:17; 6:2); dan menghasilkan fokus yang tepat pada seseorang ( 1 Tim 6:17). Pengajaran dikatakan sebuah hal yang penting karena Alkitab berisikan hal-hal yang menuntun seseorang ke kehidupan yang lebih baik. Di dalam Kisah Para Rasul secara jelas bagaimana gereja mula-mula dipenuhi dengan pengajaran-pengajaran, sehingga hal ini membuktikan bahwa pentingnya pengajaran sebagai fungsi utama dari gereja yang tidak dapat disangkal.

● Persekutuan: kata persekutuan dalam bahasa Yunani memiliki pengertian yang berarti :berbagi” dan menekankan kesatuan dalam gereja. Persekutuan terjadi dalam beberapa cara, gereja mula-mula berkumpul untuk bersekutu dan memecahkan roti dan berdoa (Kis. 2:42). Pemecahan roti dikenal dengan makan ataupun perjamuan kasih yang merupakan sebuah persekutuan untuk mengikat kesatuan antara jemaat dalam sebuah gereja. Kemudian gereja mula-mula juga menekankan kepada persekutuan doa (Kis. 4:24-31; 12:5, 12; Flp. 1:3-4). Persekutuan juga dapat melibatjan hal materi untuk menolong penyebaran Injil (Rm. 15:26; 2 Kor. 9:13; Flp. 1:5). Paulus juga menjelaskan persekutuan merupakan orang percaya yang slaing memiliki, hal ini dapat dilihat dalam penggunaan kata “satu sama lain.” Paulus memerintahkan orang percaya untuk menerima satu sama lain (Rm. 15:7), saling mengasihi (Ef. 4:2, 15, 16; 5:2), menahan diri dari slaing menghakimi (Rm. 14:3, 13), saling membangun (Rm. 14:19), dipersatukan (Rm. 15:5), saling mengingatkan (Rm. 15:14). Menjaga relasi satu dengan yang lainnya.

● Pelayanan: gereja lokal juga harus melibatkan diri kepada sebuah pelayanan. Pelayanan yang ada melibatkan penginjilan kepada orang percaya di dunia (Kis. 8:4; 11:19, 20; 16:31; 17:12) dan beberapa macam pelayanan terhadap orang-orang percaya dalam pesekutuan gerejawi. Pelayanan juga melibatkan karunia-karunia rohani terhadap satu sama lain (Rm. 12:3-8; 1 Kor. 12; Ef. 4:8-13) dan, dengan tanda itu melayani rang lain (Rm. 12:7), memberikan apa yang dibutuhkan orang lain(Rm. 12:8), memperlihatkan kemurahan (Rm. 12:8) dan menolong orang lain (1 Kor 12:28).

● Organisasi : sebuah gereja lokal yang didirakan tentunya harus memiliki sebuah oemimpin untuk mengelola pelayanan yang ada di gereja (Kis. 14:23; Tit. 1:5), seperti diaken dan penatua.

● Ordinansi : Gereja melaksanakan ordinansi baptisan dan perjamuan Tuhan.

Gambaran Alkitab tentang Gereja

Tubuh Kristus

    Sudut pandang Alkitab gereja digambarkan sebagai tubuh Kristus. Hal ini sangat jelas dituliskan oleh Paulus dalam suratnya kepada jemaat Korintus yang saat itu sedang mengalami perpecahan di dalam gereja. I Korintus 12:27 mengatakan “Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya.” Tubuh Kristus yang dinyatakan pada ayat ini berbicara bagaimana hubungan Kristus kepada Jemaat-Nya yang diibaratkan sebagai tubuh secara fisik, dimana setiap anggota tubuh selalu bergantung (Rom. 12:4-5).
    Paulus juga menuliskan bahwa gereja yang merupakan tubuh Kristus itu dipimpin secara langsung oleh Yesus Kristus sebagai kepala dalam tubuh (Ef. 1:10, 22-23, 5:23; Kol. 1:18, 2:19). Yesus Kristus sebagai kepala gereja menunjukkan bahwa Ialah pemimpin di dalam gereja, sehingga setiap gereja menjadikan Firman Tuhan sebagai standar dalam gereja (Kol 2:9-10). Paulus juga kemudian menuliskan bahwa Kristus tidak hanya memimpin atau mementingkan otoritas saja, tetapi Kristus juga merawat setiap jemaat-Nya sama seperti seseorang yang merawat tubuhnya (Ef. 5:29).
    Paulus juga tidak berhenti di dalam penjelasan mengenai Yesus sebagai kepala, tetapi Paulus menunjukkan bahwa anggota dalam gereja juga merupakan satu tubuh (1 Kor 12:12-31). Satu tubuh berarti berbeda dalam setiap kelebihan tetapi memiliki tujuan yang sama yaitu untuk membangun kerajaan Allah (Mat. 28:19-20). Menjadi satu tubuh juga memiliki makna untuk saling bergantung satu sama lain, secara tidak langsung juga menunjukkan adanya kasih atas sesama (1 Kor 12:26).

Bait Allah

    Gereja juga digambarkan sebagai bait Allah atau Rumah Allah bagi orang percaya. Dalam Perjanjian Lama, Bait Allah adalah sebuah tempat untuk para imam mempersembahkan korban persembahan dan rumah untuk para imam datang kepada Tuhan, yang di dalamnya terdapat benda-benda kudus (Mzm. 18:6; 48:9; Yes. 57:15). Dalam Perjanjian Baru, Rumah Allah atau Bait Allah merupakan sebuah tempat untuk berkumpulnya semua orang Yahudi (Yoh. 18:20).
    Dalam Perjanjian Baru rumah Allah merupakan tempat yang Kudus, sehingga Yohanes 2:14, mengisahkan bagaimana orang-orang Yahudi pada saat itu menajiskan rumah Allah dengan berjualan. Rumah Allah juga menjadi tempat Yesus mengajarkan kebenaran Firman (Mrk. 14:49). Namun, Paulus juga menggambarkan gereja sebagai rumah Allah bukan hanya tempat beribadah yang dibatasi oleh ruang dan waktu. Melainkan setiap tubuh orang percaya adalah rumah Allah atau bait roh Kudus itu sendiri, seperti yang sudah tertera di dalam teks Alkitab I Kor. 3:16-17; 6:19; Ef. 2:21-22; 1 Ptr. 2:5. Hal ini menunjukkan bahwa Roh Kudus yang tinggal di dalam setiap orang Percaya mendiami gereja, sehingga kekudusan dalam setiap orang percaya memancar dan menghasilkan buah-buah Roh (Gal 5:22-23).

Umat Allah


    Alkitab memandang gereja sebagai umat Allah adalah merupakan sebuah inisiatif Allah dalam memilih mereka. Dalam Perjanjian Lama dapat dilihat bagaimana sesungguhnya Allah bukan hanya memilih umat pilihan-Nya, akan tetapi Allah menciptakan umat pilihan-Nya sendiri bagi Allah. Hal ini dapat dilihat melalui kisah bagaimana Allah memilih Abraham dan melalui dia, Allah membangun bangsa Israel yang merupakan umat pilihan-Nya. Keluaran 15:13,16, secara jelas menuliskan bagaimana bangsa Israel disebut sebagai umat Allah, ketika mereka memuji Tuhan ketika berhasil melewati Laut Merah, dan Musa kemudian mengatakan bahwa Allah sudah menyelamatkan mereka dan memilih mereka menjadi umat-Nya. Ayat-ayat lain yang menjadi bukti bahwa bangsa Israel sebagai umat Allah ialah Bilangan 14:8; Ulangan 32:9-10; Yesaya 62:4; Yeremia 12:7-10; dan Hosea 1:9-10: 2:23.
    Kemudian dalam Perjanjian Baru, konsep Allah untuk memilih umat-Nya sendiri kemudian diperluas meliputi orang Yahudi dan bukan Yahudi (II Tes. 2:13-14; baca juga 1 Tes. 1:4). Jika dalam Perjanjian Lama umat Allah merupakan bangsa Israel, akan tetapi dalam Perjanjian Baru umat Allah tidak ditentukan oleh kebangsaannya (Rom. 9:6). Melalui penjelasan yang ada Alkitab memandang gereja sebagai umat Allah yang berarti bahwa setiap orang yang Percaya kepada-Nya merupakan umat pilihan-Nya tidak ada peduli kebangsaan dan lainnya. Sehingga setiap orang yang menjadi umat pilihan-Nya harus memiliki kehidupan yang berkenan dihadapan-Nya.
Gereja yang berkembang

Alkitab menggambarkan gereja adalah suatu hal yang terus berkembang. Gereja pada awalnya mulai dibahas dalam kitab Kisah Para Rasul. Ketika murid-murid mulai sepakat untuk memberitakan Injil setelah kenaikan Yesus Kristus (Kis. 1:8). Sehingga muncullah Gereja pertama yang didirikan oleh para rasul di Yerusalem (Kis. 2:41-46) dan terus berkembang secara pesat (Kis. 21:20). Setelah gereja di Yerusalem berdirilah gereja di Anthiokia yang berasal dari orang Yerusalem yang memberitakan Injil ke Anthiokia (Kis. 11:26). Setelah gereja Anthiokia, berdirilah gereja-gereja hasil dari pemberitaan Paulus. Roma 15:19 menyatakan bahwa Paulus sudah melakukan pemberitaan injil dari Yerusalem sampai kepada Ilirikum. Setelah Paulus gerejapun terus berkembang hingga saat ini.

Tugas Gereja

    Perlu diketahui bersama bahwa Tuhan mendirikan gereja untuk melakukan maksud Allah di muka bumi ini, yaitu melanjutkan apa yang sudah Yesus lakukan du bumi ini. Maka dari itu, gereja memiliki tugas yang sudah dirangkum menjadi tiga rangkap, yang sering disebut dengan tri-tugas panggilan gereja. Pada bagian ini akan membahas mengenai tugas daripada gereja itu sendiri.

1. Marturia (bersaksi)

    Tugas gereja yang pertama adalah marturia. Marturia berasal dari bahasa Yunani yaitu martureo yang berarti seseorang yang menyampaikan kesaksian berdasarkan apa yang dipercayai, dirasakan, dan yang dialami. Secara tidak langsung marturia berbicara mengenai penginjilan, setiap orang percaya melakukan perintah amanat Agung yang diberikan oleh Yesus sebelum naik ke Sorga (Mat. 28:19-20). Sebagaimana Yesus Kristus sudah datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia, dan ketika Ia hendak naik ke sorga Yesuspun menekankan kepada murid-muridNya untuk memberitakan injil ke seluruh dunia. Hal ini jelas tertulis dalam Matius 28: 19, dimana Yesus mengatakan “Pergilah dan jadikanlah sekalian bangsa murid-Ku.” Kemudian dalam Kisah Para Rasul 1:8 yang merupakan perintah terakhir daripada Yesus, “Kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.”

Penginjilan merupakan sebuah perintah yang Tuhan Yesus berikan untuk setiap orang percaya. Murid-murid setelah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan, merekapun menyatakan sikap yang taat kepada Tuhan Yesus dan melakukan apapun yang menjadi perintah Tuhan salah satunya adalah memberitakan injil. Hal ini adalah merupakan sebuah perwujudan kasih yang diberikan oleh murid-murid Yesus, karena apabila murid-murid Yesus sunguh-sunguh mengasihi-Nya maka mereka dengan sendirinya akan melakukan apapun yang dilakukan Yesus Kristus (Yoh. 14:15, 21a).

Perlu diketahui bersama, bahwa ketika murid-murid Yesus melakukan penginjilan mereka tidak melakukan dengan kekuatan mereka sendiri. Akan tetapi, Yesus secara jelas mendahului mereka dengan mengatakan di dalam Matius 28:18, yang berarti bahwa karena Yesus memiliki segala kuasa maka Ia dapat menugaskan murid-murid-Nya sebagai pelaksana tugas-Nya. Selanjutnya, Yesus juga berjanji bahwa Roh Kudus akan turun ke atas mereka dan memberikan segala kuasa yang mereka perlukan (Kis 1:8).

Adapun dampak yang diberikan dari penginjilan yaitu, sangat terlihat jelas dalam jemaat mula-mula di Yerusalem, dimana jemaat itu mengalami perkembangan. Setiap harinya Tuhan menambahkan jiwa-jiwa baru yang diselamatkan (Kis. 2:47). Hal ini dikarenakan adanya semangat yang berapi-api yang dimiliki oleh jemaat mula-mula untuk melakukan penginjilan. Walaupun di dalam situasi dan kondisi yang mereka alami akan tetapi mereka tetap memberitakan Injil ke manapun mereka pergi (Kis. 8:4).

Jika melihat perkembangan zaman yang terjadi hingga saat ini, banyak gereja yang sudah mulai melupakan tugas utama mereka sebagai pemberita Injil. Beberapa gereja hanya mementingkan indahnya bangunan gedung gereja, bagaimana tatanan ibadah berlangsung, dan hanya berfokus pada hal-hal yang ada di dalam gereja tanpa mementingkan bahwa gereja juga harus pergi keluar untuk memberitakan Injil atau menjadi kesaksian bagi orang-orang yang belum mengenal Dia. Jika berbicara mengenai penginjilan untuk zaman sekarang adalah bukan hanya secara langsung face to face menyampaikan kebenaran Firman Tuhan, akan tetapi melalui tindakan yang nyata yaitu seperti berbagi kepada orang-orang yang belum mengenal Tuhan, ataupun memenuhi kebutuhan masyarakat. Gereja perlu menyadari bahwa orang-orang yang ada di dalam memiliki sebuah perintah untuk pergi menginjili, ketika seseorang mengatakan mengasihi Allah tentunya mereka akan menaati setiap perintah yang sudah di berikan (Yoh. 14:15), sehingga perlu adanya kesadaran dalam setiap orang untuk melakukan perintah menginjili.

2. Diakonia (Melayani Allah)

    Diakonia yang berarti pelayanan atau melayani Tuhan dalam kegiatan gereja. Sebagai orang percaya tentunya memiliki tugas untuk menjadi penyembah Allah. Berbicara menyembah Tuhan bukan hanya melalui pujian yang dinaikan ketika sedang beribadah atau dengan tari-tarian. Akan tetapi, menyembah Allah dapat diungkapkan dengan bermacam-macam cara. Sesungguhnya, kehidupan sebagai orang percaya merupakan kidung pujian kepada Allah, yang berarti seluruh tindakan yang dilakukan setiap orang percaya merupakan penyembahan pada Allah. Kolose 3:23 mengatakan “apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Ayat ini membuktikan bahwa seluruh kehidupan orang percaya harus menjadi sarana untuk mengungkapkan rasa syukur dan pujian. Akan tetapi, Allah sudah menyediakan gereja untuk menjadi tempat dimana setiap orang percaya dapat secara nyata menyembah Tuhan dan juga melayani-Nya dengan setiap talenta yang dimiliki.

Dalam melayani Tuhan, Ia juga memperlengkapi umatNya dalam pelayanan sama yang dilakukan kepada murid-murid-Nya. Misalnya di dalam Efesus 4:12, mengatakan “untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus” hal ini jelas dinyatakan oleh Paulus bahwa Allah memperlengkapi setiap orang untuk melayani-Nya. Adapun Allah memperlengkapi umat-Nya dengan karunia-karunia rohani yang merupakan menifestasi dari Roh Kudus (1 Kor. 12:8-10). 1 Korintus 12:8-10, merupakan daftar terlengkap dalam karunia-karunia Roh, yang biasa disebut dengan sembilan karunia Roh. Karunia-karunia ini mencakup tiga karunia penyataan yaitu berkata-kata atau berpesan dan membedakan roh. Kemudian tiga karunia kuasa yaitu iman, mukjizat, dan karunia menyembuhkan. Dan yang terakhir adalah tiga karunia ucapan yaitu bahasa roh, menafsirkan bahasa roh, dan nubuatnya.

Akan tetapi, perlu disadari bahwa ketika membahas mengenai beberapa karunia rohani yang kontroversial, secara tidak langsung Paulus mengemukakan sebuah unsur pembinaan. Hal ini terbukti dalam 1 Korintus 14:4-5; 12; 17 dan 26, dimana keseluruhan ayat ini menggunakan kata “membangun” yang berhubungan dengan pembinaan. Pembinaan warga gereja merupakan sebuah hal yang sangat penting di dalam gereja ketika melayani Allah, karena pembinaan bersifat mengajak orang-orang percaya yang lainnya terlibat dalam melayani Tuhan.

Adapun maksud dari pembinaan atau membina ialah supaya dapat memperlengkapi orang-orang kudus yang ada di dalam gereja (Ef. 4: 12). Pembinaan yang dilakukan gereja bukan hanya berbicara mengenai pembinaan secara rohani, namun juga berbicara mengenai pengajaran untuk memperlengkapi. Millard mengatakan dalam bukunya sebagai berikut; Pengajaran merupakan bagiann dari tugas yang lebih luas yaitu pemuridan. Salah satu perintah Tuhan dalam Amanat Agung yang disampaikan Yesus kepada murid-murid-Nya ialah agar mengajar orang-orang yang bertobat “melaukan segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadamu” (Mat 28:20). Untuk mencapai tujuan ini salah satu karunia Allah kepada gereja-gereja ialah gembala-gembala dan pengajar-pengajar untuk memperlengkapi orang-orang percaya bagi pekerjaan pelayanan.

Akan tetapi, gereja dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan melayani Tuha, tidak hanya berhenti di dalam gereja saja atau berfokus kepada orang-orang yang seiman saja (Gal. 6:10), melainkan kepada orang-orang yang tidak seiman (Rm. 5:6-8). Gereja mampu menghadrikan Kerajaan Allah di dalam dunia ini dengan menjadi garam dan terang bagi dunia yaitu mampu mempengaruhi corak dan suasana masyarakat. Selain itu, ereja dalam memenuhi tugas dan panggilannya dalam masyarakat, gereja harus meresponi atas kebutuhan-kebutuhan sosial masyarakat, termasuk juga gereja harus memiliki kepedulian terhadap masyarakat yang miskin.

3. Koinonia (Persekutuan)

    Koinonia berbicara mengenai persekutuan orang-orang percaya yang berpusat kepada Kristus, dengan berdoa bersama, menyembah bersama, menguatkan orang-orang yang lemah dan saling peduli bersama. Contohnya adalah persekutuan yang diadakan setiap hari minggu, persekutuan kaum muda, wanita, pria, dan juga anak-anak. Hal-hal yang deselenggarakan dalam gereja merupakan tindakan daripada mewujudkan koinonia, Paulus menuliskan betapa pentingnya melatih diri untuk terbiasa dalam mengikuti setiap persekutuan-persekutuan yang ada (1 Tim. 4:8; 1 Kor. 15:58; 1 Yoh. 1:7). Koinonia juga berbicara mengenai pemeliharaan jemaat, dengan kata lain mengasuh mereka supaya mereka menjadi serupa dengan citra Kristus. Koinonia juga berbicara megenai pembentukan dan pemerkayaan komunitas; agar gereja dapat merasakan diri sebagai keluarga yang hidup dalam kasih, saling membantu, saling menopang, dll.

    Allah menginginkan agar orang-orang yang baru mengenal Tuhan akan bertumbuh di dalam kasih karunia melewati persekutuan di gereja (Ef. 4:11-16; 1 Kor. 12:28; 14:12). Paulus juga berulangkali merindukan bukti kedewasaan rohani dalam kehidupan orang-orang percaya (1 Kor. 14:12; Ef. 4:11-13; Kol. 1:28-29). Lalu bagaimana agar gereja mengetahui bilamana seseorang berkembang menjadi serupa dengan Kristus? Bagaimana Gereja dapat mengukur keberhasilnya dalam mengahasilkan kedewasaan kristiani dalam keanggotaannya? Hal inipun cukup jelas tertulis dalam Galatia 5:22-26 yang memberikan seperangkat hasil dari seseorang mengalami pertumbuhan rohani yang biasa disebut dengan “buah Roh”. Sehingga, orang-orang yang menunjukkan karakter yang sesuai dengan “buah Roh” dapat dikatakan memenuhi ajaran Kristus.
    Melalui tri-tugas gereja ini maka dapat disimpulkan bahwa, ketiga tugas ini memiliki ketergantungan antara satu sama lain. Sebuah gereja tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya ketiga tugas ini, marturia tidak dapat berjalan sendiri tanpa adanya orang-orang yang mau melayani di gereja atau diakonia. Kemudian diakonia tidak akan terlaksana secara maksimal jika tidak adanya pemeliharaan ataupun Koinonia.

Sifat Gereja

    Ketika mempelajari mengenai gereja, tentunya tidak hanya mempelajari mengenai tugas utama dari gereja saja melainkan perlu pengetahuan mengenai sifat daripada gereja. Hal ini dikarenakan gereja merupakan tubuh Kristus dan ikut membawa nama-Nya, maka gereja harus bercirikan sifat-sifat Kristus yang dinyatakan selama penjelmaan-Nya yang fisik di bumi ini. Adapun dua sifat yang sangat menentukan bagi gereja dalam melaksanakan tugas-tugasnya di dunia yang dengan pesat berubah, antara lain: Kesediaan untuk melayani dan kemampuan untuk menyesuaikan diri.
Kesediaan untuk melayani
    Ketika Yesus datang kedunia Ia melakukan pelayanan untuk orang-orang yang ada pada saat itu, dan Yesus bukan datang untuk dilayani (Mat 20:28). Paulus juga menuliskan dalam Filipi 2:7 “melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia” kemudian Paulus melanjutkan “Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampat mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (ay. 8). Melihat sikap Kristus yang datang untuk melayani, maka gereja juga harus memiliki sifat untuk siap melayani. Gereja telah ditempatkan di dalam dunia untuk melayani Tuhannya dan dunia ini, bukan untuk ditinggikan dan memenuhi kebutuhan dan kepentingannya sendiri. Sekalipun, jemaat yang ada di dalam gereja tersebut dapat terus bertambah, memiliki jemaat yang kaya dan terekenal, akan tetapi dalam sebuah gereja jemaat tidak ditujukan untuk hal demikian melainkan pelayanan.
    Ketika Yesus sedang berada di pelayanan, Ia tidak berhubungan dengan orang-orang yang dapat memenuhi kebutuhan-Nya. Hal ini dapat dibuktikan ketika Yesus pergi ke rumah Zakheus, atau terlibat dalam pembicaraan dengan wanita Samaria ataupun membiarkan wanita pendosa mengurapi kaki-Nya. Jika Yesus hanya memperdulikan kepopuleran-Nya atau kebutuhan-Nya, Ia tidak akan melakukan hal yang demikian. Melalui sikap Yesus inilah yang menjadi pembelajaran bagi gereja pada masa kini. Gereja masa kini, seharusnya mengikuti teladan Tuhannya dalam melayani. Gereja masa kini juga seharusnya mengikuti teladan yang Tuhan berikan ketika Ia melayani. Gereja juga hendaknya bersedia untuk menjangkau mereka yang tersisih dan tak berdaya, orang-orang yang tidak dapat memberikan apa-apa sebagai imbalan kepada gereja. Bahkan gereja yang sejati juga rela berkorban, apabila diperlukan, demi pelayanannya. Gereja yang memiliki sifat dengan kesediaan untuk melayani, berarti gereja yang tidak berusaha untuk menguasai masyarakat. Kemudian gereja yang juga tidak mementingkan kebutuhan dan kepopulerannya.

Kemampuan Menyesuaikan Diri

    Zaman yang terus berkembang menuntut setiap orang untuk terus mampu beradaptasi ataupun menyesuaikan diri, hal inipun ditujukkan kepada gereja. Gereja juga harus mampu dalam menyesuaikan diri dengan situasi di mana dia berada. Dalam melakukan pelayanan gereja, hal yang terpenting yang harus diperhatikan oleh gereja adalah memenuhi kebutuhan masyarakat dimana gereja itu berada. Untuk menyesuaikan diri yang ada gereja jangan berpegang erat pada tatanan ibadah atau cara pelayanan yang lama. Sehingga, ketika zaman terus berkembang, maka gereja harus menyesuaikan pelayanannya dengan perubahan tersebut. Akan tetapi tidak menghilangkan tri tugas utama dalam gereja.
    Sama halnya yang terjadi pada zaman sekarang, dikala pandemik yang berlangsung hingga saat ini memaksakan gereja-gereja untuk menyesuaikan diri mereka dengan tatanan yang baru. Gereja yang awalnya melakukan ibadah dengan bersama-sama datang ke gereja, dan tanpa adanya batasan jumlah jemaat yang datang maupun adanya batasan waktu. Akan tetapi, ketika pandemik Covid-19 mulai berdampak buruk memaksa gereja untuk menyesuaikan diri untuk melakukan seluruh kegiatan secara online. Hal ini dikarenakan adanya penerapan protocol kesehatan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak). Melalui protocol kesehatan inilah membuat gereja harus mampu untuk menyesuaikan diri dengan melakukan seluruh pelayanan gerejawi secara virtual. Tentunya banyak kendala yang dialami oleh setiap gereja untuk menyesuaikan diri dari ibadah secara non virtual menuju virtual, akan tetapi gereja harus mampu untuk menyesuaikan diri akan tatanan yang baru dalam ibadah zaman sekarang.
    Pada saat gereja menyesuaikan diri, maka gereja sedang mengikuti teladan daripada Yesus Kristus. Hal ini dapat dibuktikan ketika Yesus Kristus datang ke dunia, Ia datang dengan mengosongkan diri-Nya dan kemudian menyesuaikan diri-Nya untuk dapat hidup di dunia yang berdosa ini. Paulus dalam Filipi 2:5-8, menyatakan Yesus Kristus datang ke dunia dengan mengenakan keadaan manusia. Akan tetapi, Yesus tetap menjalankan tujuan utama-Nya datang ke dunia yaitu untuk menyelamatkan umat manusia. Demikian pula hendaknya gereja yang merupakan tubuh Kristus tetap mempertahankan berita inti yang telah dipercayakan kepadanya dan terus melaksanakan fungsi utama dari tugasnya, namun bersedia untuk mengubah cara pelaksanaannya yang perlu untuk menjangkau orang. Ketika gereja menyadari apa yang menjadi tugas yang dipercayakan Tuhan kepadanya, maka mereka akan menemukan cara untuk melaksanakan tugas tersebut sedemikian rupa sehingga menjangkau setiaporang dimanapun mereka ada.



Pengaturan Gereja-Gereja


    Sejak awal berdirinya gereja di Yerusalem, gereja-gereja yang ada sudah memiliki pengaturan-pengaturan yang ada dalam pelaksanaanya, kemudian juga ada banyak bukti yang meyakinkan bahwa gereja-gereja yang ada memiliki system pengaturan yang jelas. Seperti, jemaat yang ada memegang teguh suatu standard doktrin yang pasti (Kis. 2:42), kemudian mereka berkumpul untuk melakukan persekutuan rohani. Mereka juga berdoa bersama-sama, melaksanakan skramen baptisan dan perjamuan kudus, serta mencatat anggota-anggota mereka serta menolong sesama secara materiel bagi mereka yang memerlukannya (Kis. 2: 41-46).
    Ada juga bukti yang menyatakan bahwa pada saat itu gereja yang ada dipimpin oleh para rasul dan kemudian menambahkan tujuh orang untuk melauani orang miskin (Kis. 6:17). Dalam Kisah Para Rasul 1:13; 2:1 menuliskan bagaimana pada hari pentakosta mereka mereka berkumpul di ruang atas, walaupun tidak secara spesifik dimana tempat itu. Jemaat-jematt pada saat itu sering untuk melakukan persekutuan dan pergi ke Bait Suci (Kis. 2:46; 12:12; 3:1). Melalui penjelasan di atas sangat jelas bahwa adanya pengaturan gereja pada gereja mula-mula di Yerusalem. Lalu pengaturan apa yang dapat di terapkan dalam gereja pada zaman sekarang :


1. Memiliki pejabat-pejabat gereja.

    Alkitab mengajarkan bahwa memiliki sebuah struktur organisasi dalam sebuah gereja merupakan suatu tindakan yang tepat dan perlu. Contohnya: Titus ditugaskan untuk menetapkan penatua-penatua jemaat (Titus 1:5). Kemudian, di gereja Efesus terdapat penatua-penatua (Kis. 20:17), di gereja Antiokhiaada guru-guru dan nabi-nabi (Kis 13:1), dan di gereja Filipi terdapat para penilik jemaat dan diaken (Filipi 1:1). Beberapa waktu kemudian, gereja Efesus juga memiliki penilik jemaat dan diaken (1 Timotius 3:1,8). Sama halnya dengan zaman sekarang, setiap gereja juga memiliki bagian-bagiannya masing-masing. Contohnya adalah penatua, ketua majelis, dan diaken.

2. Penetapan pertemuan ibadah

    Jika melihat berdasarkan gereja mula-mula pada saat itu, para rasul berkumpul setiap hari minggu pertama tidak lama sesudah peristiwa kebangkitan Yesus Kristus (Yoh. 20:19, 26). Sama halnya dengan keadaan gereja pada zaman sekarang, setiap pertemuan ataupun persekutuan sudah diatur berdasarkan jam yang telah ditetapkan.

3. Disiplin Gereja

    Gereja mula-mula mengatur kebaktian gereja mereka secara sopan santun (I Kor. 14:26-40) serta menjalankan disiplin gereja. Tata tertib yang ada pada masa itu adalah mengenai sikap disiplin dalam gereja dan juga melayani Tuhan. Secara jelas Yesus memerintahkan untuk mendisiplin orang-orang yang tidak mau taat (Mat. 18:17). Kemudian hal ini juga didukung oleh Paulus yang dengan tegas menyatakan kepada jemaat di Korintus untuk menjalankan disiplin gereja (I Kor. 5:13). Kembali Nampak di sini terdapat petunjuk-petunjuk tentang adanya sistem pengaturan gereja.

4. Mengumpulkan uang untuk pekerjaan Tuhan.

    Paulus juga menekankan kepada jemaat yang ada di Korintus, bahwa ia sudah memberikan petunjuk kepada jemaat-jemaat lokal di daerah Galatia, tentang pengumpulan uang kudus. Kemudian Paulus juga memerintahkan hal yang sama kepada jemaat yang ada di Korintus. Paulus mengajarkan kepada mereka untuk memberi secara teratur dan dengan sesuai kemampuan , serta tujuan yang jelas. Dalam II Korintus 8:1-5 Paulus memberikan pujian kepada jemaat-jemaat yang ada di Makedonia, karena mereka memberi dengan murah hati, dan mendorong jemaat di Korintus untuk mengikuti teladan mereka (II Kor. 8:6-9:5). Jadi jemaat yang ada di Makedonia, Galatia dan juga Akhaya mengumpulkan uang dan memberikannya kepada saudara-saudara seiman yang miskin di Yudea.

Para Pemimpin Gereja

    Pemimpin gereja memiliki tugas untuk mengurus pelayanan yang ada di gereja (Ibr. 13:17). Dan setiap jemaat ataupun orang percaya harus memiliki sikap mereka yang memerintah atas mereka . Adapun beberapa jabatan dari gereja yang dituliskan di dalam Alkitab, sebagai berikut:

● Penatua

    Ada dua istilah yang mngidektifikasikan penatua dalam gereja, antara lain: prebuteros yang menunjuk pada seorang Kristen yang lebih tua. Kata prebuteros menunjukkan adanya wibawa dan otoritas seseorang dalam mengambil sebuah keputusan tentang apa yang dimasukkan dalam doktrin ortodoksi (Kis. 15:2,4,6,22; 16:2). Mereka juga menerima laporan tentang misionari (Kis. 20:17; 21:18); mereka harus dihormati (1 Tim. 5:17), namun mereka tidak boleh menjadi seorang diktator (1 Ptr. 5:1-3); mereka harus mengunjungi orang sakit dan berdoa bagi mereka.

Kemudian istilah yang kedua adalah penilik jemaat. Peniliki jemaat memiliki pengertian ‘menjaga’ atau bertugas sama seperti gembala. Kata ini juga menekankan pada tugas dan fungsi daripada penatua, dimana tugasnya adalah untuk merawat dan memberi makan para kawanan domba Allah yang dipercayakan kepadanya. Paulus kemudian menuliskan kualifikasi daripada seorang penatua yang harus ada di dalam gereja dalam 1 Timotius 3:1-7 dan juga Titus 1:5-9.

Sangat jelas bahwa seorang penatua haruslah tidak bercacat, yang berarti tidak ada satupun alasan dalam hidupnya yang dapat dijadikan alasan untuk menuduh dia. Kemudian suami dari satu istri, yang berarti tidak adanya poligami, tidak bercerai dan menikah lagi. Dapat menahan diri, bijaksana, sopan berarti tidak kasar dan sehat dalam pemikirannya. Paulus juga menuliskan seorang penatua haruslah memiliki sikap mengasihi dan memberikan tumpangan pada orang asing. Kualifikasi lainnya yang dipaparkan oleh Paulus adalah dapat mengajar; bukan peminum; bukan pemarah; peramah; pendamai; bukan hamba uang; bukan orang yang baru bertoba dan merupakan kepala keluarga yang baik.

● Diaken

    Berasal dari bahasa Yunani yaitu diakanos yang biasa digunakan untuk utusan, abdi, pelayan rumah, pembantu dalam upacara agama, dan terutama dalam pelayanan untuk perjamuan makan. Arti kata ini jika dilihat dalam sudut pandang Perjanjian Baru mengarah kepada beberapa arti yaitu, untuk menyebutkan seorang abdi (Mat 22:18; Mar. 9:35, 10:43; Mat 20:26). Kemudian kata ini juga ditujukkan kepada semua orang yang percaya merupakan abdi Kristus atau abdi Tuhan (Yoh 12:26; 2Kor 11:23). Asal muasal jabatan diaken ini mulai dinyatakan dengan jelas dalam Kisah Para Rasul 6:1-6, yang merupakan pemilihan tujuh orang untuk mengurus kebutuhan materi dari pada janda dan jemaat. Bila penatua yang bertugas untuk mengajar sedangkan diaken mengurus kebutuhan materi dari jemaat.

Adapun kualifikasi daripada diaken tertulis di dalam 1 Timotius 3:8-13, yang ditandai dengan delapan karakteristik, antara lain:

● Orang yang terhormat: mereka yang serius untuk melayani sudah seharusnya mendapat penghormatan dari orang lain.

● Tidak bercabang lidah: berarti tidak menyebarkan kabar yang tidak benar dan yang berlawanan dengan jemaat.

● Bukan pemabuk: menunjukkan sikap yang pantas terhadap makanan dan minuman, kemudian tidak meminum anggur secara berlebihan.

● Tidak serakah: tidak tamak akan harta dan juga takhta, dan tidak mengejar keuntungan finansial saja.

● Memelihara rahasia: melakukan apa yang mereka beritakan.

● memiliki satu istri: Ini menunjukkan adanya kesetiaan yang dimiliki dalam hubungan suami istri.

● pengurus rumah tangga yang baik: dikatakan sebagai pengurus pelayanan gerejawi dikarenakan memiliki kemampuan untuk mengurus rumah tangganya.

Secara umum kualifikasi daripada diaken ini hampir sama dengan kualifikasi penatua. Maka dapat disimpulkan bahwa pemimpin gereja haruslah memiliki karakter yang dapat diteladani oleh jemaat dalam gereja.

Diaken tidak hanya ditujukkan kepada lelaki saja, akan tetapi ada juga ayat yang menunjukkan bahwa diaken adalah seorang perempuan. Tentunya hal ini masih saja merupakan sebuah perdebatan. Adapun ayat yang menunjukkan bahwa Diaken adalah seorang perempuan terdapat dalam Roma 16:1, yang menuliskan bahwa Febe sebagai seorang “pelayan” atau diakanon dari gereja. Diakanon sendiri diterjemahkan sebagai diaken perempuan, akan tetapi pertanyaannya adalah apakah istilah itu digunakan dalam arti teknis dari jabatan gereja atau dalam arti non-teknis, yaitu pelayan Kristen yang seharusnya.

Banyak penafsir yang mencoba untuk menjawab pertanyaan ini, seperti bapak-bapak gereja yang menyatakan bahwa diaken pada ayat ini merujuk kepada diaken perempuan. Akan tetapi Paulus menggunakan istilah itu dalam arti non-teknis, yang konsisten dengan salam informalnya pada akhir surat itu (1 Kor. 16:15).

Denominasi

    Seiring berjalannya waktu gereja mengalami perkembangan, tentunya gereja pada zaman sekarang berbeda dengan gereja mula-mula di Perjanjian Baru. Ketika mengamati perkembangan gereja, adanya sebuah pertanyaan yang muncul yaitu “mengapa ada banyak sekali denominasi gereja?” Tentunya pertanyaan yang wajar, karena ketika Kristen memiliki dasar ajaran yang kurang lebih sama seharusnya gereja hanya memiliki satu gereja saja. Hal inipun dinyatakan oleh Paulus dalam 1 Korintus 1:10, yang menyatakan bahwa seharusnya gereja tetap bersatu dan seia sekata di dalam Tuhan. Namun faktanya, ketika gereja mengalami perkembangan sangat bertolak belakang dengan apa yang dikatakan oleh Paulus.
    Gereja yang cukup banyak pada saat ini seringkali disebut dengan sebutan denominasi gereja. Denominasi berasal dari kata denominare yang berarti “memberi nama.” Denominasi gereja memiliki dua arti yang berbeda, secara keKristenan denominasi gereja adalah suatu kelompok kekristenan yang diidentifikasikan dalam satu nama, struktur, ajaran dan doktrin. Akan tetapi, jika melihat pengertiannya secara khusus denominasi jika dilihat dari sudut pandang Alkitab berbicara mengenai perpecahan yang dialami oleh gereja. Adapun penyebab dari munculnya denominasi gereja adalah besarnya wilayah kekristenan; pengaruh filsafat duniawi; kurang ketatnya pengajaran tentang Kristen hingga berbagai jenis motivasi individu yang muncul dalam pelayanan penginjilan. Semua penyebab-penyebab itulah yang menjadikan setiap hamba Tuhan dan orang percaya memiliki pendapat-pendapat dan cara pandang yang berbeda-beda terhadap doktrin.
    Sejarah singkat terbentuknya denominasi dalam gereja adalah pada tahun 1054. Dalam Alkitab memang tidak ada ayat yang menunjukkan bahwa Tuhan memerintahkan berdirinya sebuah denominasi (Yohanes 17:21-22). Karena itu pada zaman rasul-rasul gereja tersebar dalam beberapa daerah namun masih disebut dengan jemaat lokal, contohnya: jemaar Korintus, Efesus, dll. Kemudian pada tahun 1000an, gereja mulai tersebar di beberapa daerah kekristenan yang mandiri namun saling bekerja sama. Ada lima daerah yang menjadi tempat penyebaran gereja, antara lain Anthiokia, Aleksandria, Kontantinopel dan Yerusalem (empat daerah ini menggunakan bahasa Yunani), kemudian Roma yang menggunakan bahasa Latin.
    Perlu diketahui bahwa perpecahan pertama yang terbesar dalam tahun1054, yang dikenal sebagai “The Great Schism.” Yang mengakibatkan terpecahnya gereja menjadi dua bagian yaitu, Gereja Barat (Katolik Roma) dan Gereja Timur (Orthodoks Timur). Kedua gereja ini sampai sekarang mengaggap dirinya sebagai gereja yang satu, kudus dan am. Kemudian perpecahan yang kedua terjadi pada tanggal 31 Oktober 1517, saat Marthin Luther mengeluarkan 95 dalil dan mengakibatkan gerja barat terpecah lagi menjadi gereja protestan dan katolik. Peristiwa inipun dikenal sebagai Reformasi gereja. Hingga saat ini ada lebih dari 39,000 denominasi gereja yang ada di seluruh dunia.
    Tentunya sebagai orang Kristen yang beribadah di gereja, tidak boleh mengabaikan hal-hal mengenai denominasi gereja. Setiap orang percaya harus bergabung bersama gereja yang injil diberitakan dengan benar, mengalami perjumpaan bersama Tuhan serta melakukan pelayanan yang telah diperintahkan oleh Allah. Hal inipun harus sesuai dengan sudut pandang Alkitabiah sehingga dapat memuliakan nama Tuhan. Sebagai orang percaya, harus memegang teguh dasar-dasar daripada doktrin kekristenan, tetapi memiliki kebabasan untuk mengatuk tata ibadah dan juga pelayanan. Hal inilah yang seharusnya dipegang teguh, sehingga denominasi bukan dikenal sebagai perpecahan akan tetapi merupakan sebuah keragaman antara satu gereja dengan gereja yang lainnya.
    Dua hal tanda yang mampu digunakan oleh setiap orang percaya untuk mengetahui gereja yang benar. Pertama adalah Firman Tuhan diberitakan dalam gereja tersebut, pemberitaan yang ada menyangkut doktrin-doktrin kekristenan yang sesuai dengan Alkitabiah. Mislanya, otoritas dalam PL dan PB; keselamatan hanya dalam Kristus dan bukan dari perbuatan baik. Kedua adalah berbicara mengenai sakramen seperti baptisan dan perjamuan kudus. Setiap sakramen yang ada tentunya harus dilakukan sesuai dengan sudut pandang Alkitabiah

Bentuk-bentuk Pemerintahan Gereja

    Kita mengetahui bersama bahwa, gereja sebagai tubuh Kristus merupakan sebuah organisme yang hidup. Sama halnya dengan tubuh yang dimiliki oleh manusia, kepala merupakan bagian tubuh yang digunakan untuk memberikan arahan bagi tubuh manusia. Demikian juga Kristus yang merupakan kepala daripada Gereja memberikan pengarahan pada gereja. Secara historis ada tiga tipe pemerinntahan geeja, antara lain:

Episkopal

    Episkopal adalah bentuk pemerintahan dimana kepemimpinan tertinggi dipimpin oleh uskup. Terdapat berbabagai tingkat pemerintahan episkopal dalam gereja. Bentuk pemerintahan yang paling sederhana adalah pemerintahan gereja Methodist, dimana gereja ini hanya memiliki satu tingkat uskup. Kemudian gereja yang lebih berkembang lagi adalah sistem pemerintahan episkopal yang dapat dilihat dari gereja Anglikan. Sedangkan gereja yang memiliki tingkat hirarki pemerintahan episkopal yang paling tinggi adalah Gereja Katolik-Roma. Dimana pemerintahan tertingginya ada di tangan Paus,uskup Roma.

Keunggulan dalam sistem pemerintahan ini adalah pemimpin gerejanya berada di tangan jabatan tertentu, yaitu jabatan uskup. Pemerintahan dalam bentuk ini, otoritas pemerintahannya ada pada uskup-uskup gereja yang tidak hanya menilik satu gereja, tetapi suatu grup gereja-gereja. Seorang uskup juga memiliki otoritas untuk menthasbiskan pendeta atau imam. Pemerintahan episkopal yang paling berkembang adalah gereja Katolik-Roma. Pada sistem ini uskup Roma dianggap sebagai uskup tertinggi dan disebut paus atau bapak dari seluruh gereja.

Presbiterian

Sistem pemerintahan gereja yang presbiterian juga memberikan kedudukan yang tinggi kepada jabatan tertentu, akan tetapi sistem ini kurang menekankan satu orang yang menduduki jabatan tertentu. Melainkan sebuah lembaga perwakilan yang menjalankan kekuasaan itu. Berbeda dengan episkopal dimana hanya menekankan pada satu orang dalam sebuah jabatan pemerintahnnya. Adapun pejabat kunci dalam sistem pemerintahan presbiterian ini adalah para penatua sebagaimana dalam gereja presbiterian dan juga reform.
    Presbiterian menekankan oemerintah perwakilan oleh penatua-penatua yang dipilih oleh jemaat. Dukungan Alkitab dalam pemerintahan ini adalah seringnya penatua yang disebutkan di dalam PB: ada penetua di Yerusalem (Kis. 11:30; 15:2,4) dan juga di Efesus (Kis. 20:17); penatua-penatua dipilih dalam setiap gereja (Kis. 14:23); penatua bertanggung jawab untuk memberi makan kawanan domba ( 1 Ptr. 5:1,2); ada juga penatua yang memerintah (1 Tim. 5:17).

Kongregasional

    Pada sistem pemerintahan ini, otoritas yang dimiliki oleh gereja tidak ada pada individu tertentu, melainkan diletakkan pada seluruh jemaat yang ada di gereja tersebut. Gereja Kongregasional adalah gereja yang otomi, berarti tidak ada otoritas di luar daripada gereja lokal yang memiliki otoritas atas gereja lokal, yang berarti bahwa otoritas daripada gereja lokal hanya ada di dalam gereja lokal tersebut. Kemudia gereja kongregasional adalah gereja yang demokratis. Demokratis berarti gereja dan juga jemaat lokal mengelola pelayanan yang ada dan mengabil keputusan secara bersama-sama.
    Dukungan Alkitab bagi pemerintahan gereja kongregasional adalah bahwa jemaat dilibatkan dalam pemilihan diaken (Kis. 6:3-5) serta penatua (Kis. 14:23). Dalam kitab Kisah Para Rasul dengan jelas menuliskan bagaimana gereja dan juga jemaat secara bersama-sama untuk mengambil keputusan. Hal ini dapat dibuktikan ketika gereja mengutus barnabas (Kis. 11:22) dan Titus (2 Kor. 8:19) dan menerima Paulus dan Barnabas (Kis. 14:27; 15:4); seluruh jemaat yang terlibat dalam keputusan berkaitan mengenai sunat (Kis. 15:25); kemudian disiplin gereja yang dilaksanakan oleh seluruh jemaat (1 Kor. 5:12; 2 Kor. 2:6-7; 2 Tes. 3:14); dan semua orang percaya bertanggung jawab untuk membetulkan doktrin dengan menguji roh-roh ( 1 Yoh. 4:1), mereka dapat melakukannya, karena mereka telah diurapi (1 Yoh. 2:20).

Sumber


Thiessen, C. Henry. Teologi Sistematika. Malang: Gandum Mas. 2000.

Cara Mendisiplin Anak







Disiplin Anak

    Kunarwoko & Juliana, dalam Seminar Anak Usia Dini TK Tarakanita 5 - Jakarta, Ada fakta anak Indonesia bahwa ternyata memiliki “play quotion” (tingkat bermain) paling rendah dibandingkan dengan anak-anak dari negara lain seperti Jepang, Thailand dan Vietnam, sebuah penelitian menunjukkan, anak Indonesia menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk belajar dan kegiatan non fisik ,misalnya menonton TV dan bermain game, banyak orang tua tidak menyadari anaknya marah atau sedih dan cenderung tidak peduli, padahal anak ketika itu butuh perhatian. Akibatnya banyak anak akan tumbuh jadi tertutup dan tidak bisa mengelola emosinya dengan stabil, sebagian besar orang tua tidak menyadari bahwa usia nol sampai lima tahun, adalah usia sangat penting, karena pada periode itulah masa emas pembentukan otak dan kepribadian anak terjadi.

Cara Mendisiplin Anak

    Setiap anak tentunya selalu mengalami masa pertumbuhan, baik fisik dan juga psikologinya. Sehingga, menyebabkan anak-anak akan terus berusaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam penyesuaian inipun tidak heran jika anak akan terkesan seperti sulit untuk diatur, contohnya: tidak mau tidur siang, terlalu aktif, dan memiliki rasa penasaran yang sangat tinggi, dll. Ada saja perilaku anak yang terkadang membuat orang tua terkhususnya seorang ibu merasa kesal, tidak sabaran dan ada juga yang merasa lucu ketika melihat tingkah dari anaknya. Semua hal ini tertuju kepada satu hal, yakni disiplin. Disiplin merupakan suatu kata yang sangat mudah untuk diucapkan, namun sulit untuk dipraktekkan.

    Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya untuk hidup disiplin, akan tetapi orang tua juga yang seringkali tidak menerapkan disiplin dalam kehidupan sehari-hari. Contoh saja seorang anak yang tidak ingin mandi, dan ketika sang ibu menggendong untuk memandikannya ia akan terus menangis sampai selesai mandi. Kemungkinan ibunya terus memberikan teguran kepada anak ini untuk rajin mandi, atau mungkin dengan pukulan sebagai bentuk hukuman kepada anakNya. Akan tetapi, seharusnya terus dilakukan secara teratur dan memiliki kesepakatan antara ayah dan ibu dalam menerapkan disiplin pada anak. Ketidakteraturan akan membuat anak menjadi seorang yang tidak disiplin.

    Dari beberapa fakta yang ada, saat ini masih banyak orang tua belum menerapkan pola tertentu yang dipakai dalam mengasuh anak. Sebuah pola yang dilakukan dalam mendidik, merawat dan menjaga anak yang dilakukan secara terus menerus dan konsisten disebut dengan pola asuh. Melalui pola asuh yang baik anak akan diarahkan kepada bagaimana membiasakan diri melakukan hal-hal secara teratur dan terjadwal, hal inipun berbicara mengenai disiplin. Tidak heran jika orang tua tentunya memiliki kerinduan untuk melakukan yang terbaik kepada anaknya berkaitan mengenai pendisiplinan.

Apa itu Disiplin?

    Ketika mendengar kata disiplin, maka akan berkaitan dengan sebuah tindakan yang berkaitan dengan hukuman. Adapula yang sulit membedakan antara disiplin dengan kekerasan yang dilakukan, kebanyakan menganggap bahwa kedua tindakan ini merupakan sebuah tindakan dengan tujuan yang sama. Tidak heran jika orang tua memiliki konsep disiplin yang salah, justru berdampak buruk bagi pertumbuhan anak. Maka orang tua harus terlebih dahulu mengetahui konsep daripada disiplin kepada anak, karena disiplin pada dasarnya merupakan sebuah inti dalam pengajaran kepada anak.

Secara umum disiplin sendiri memiliki pengertian yaitu, suatu tindakan mematuhi dalam melakukan sesuatu yang sesuai dengan norma dan aturan yang telah ditetapkan. Secara etimologis kata disiplin dalam bahasa Inggris adalah discipline dan disciple yang memiliki arti penganut atau pengikut. Kemudian dalam bahasa latin berasal dari kata discere yang memiliki pengertian belajar. Untuk memahami makna dari disiplin perlu mengetahui pendapat daripada para ahli:
    Menurut Gary Dessler pengertian disiplin adalah suatu prosedur yang mengoreksi atau menghukum seseorang bahawan karena melanggaru aturan.

    Menurut James Drever, pengertian disiplin adalah suatu kemampuan seseorang mengendalikan perilaku yang berasal dari dalam diri seseorang sesuai dengan hal-hal yang telah diatur dari luar atau norma yang sudah ada. Dengan kata lain, disiplin dari segi psikologis merupakan perilaku seseorang yang muncul dan mampu menyesuaikan diri dengan aturan yang telah ditetapkan.
    Poonen & Ringrose mengatakan “... mendidik anak-anak dalam cara yang patut, melatih mereka dalam ketaatan dan mengajar mereka untuk memilih dan melakukan hal-hal yang benar.”
    Beverly LaHaye dalam bukunya mengatakan, Disiplin ialah sesuatu yang Anda lakukan untuk anak Anda dan bukan terhadap anak Anda. Jika orang tua mendidik anak mereka dengan benar, maka mereka tidak perlu memukul atau memperbaiki sebanyak itu. Disiplin merupakan sebagian dari karakter yang Anda tanamkan ke dalam diri anak Anda dan yang akan menentukan cara hidupnya.
    Aulina mendefinisikan disiplin sebagai Disiplin merupakan perilaku nilai yang bisa dilakukan secara paksa dan bisa dilakukan dengan sukarela. Untuk anak usia dini, bentuk disiplin harus dilaksanakan secara sukarela dan melalui bermain.

Melalui penjelasan menurut para ahli diatas, sangat jelas bahwa definisi disiplin adalah merupakan cara mendidik anak-anak dengan cara yang patut, untuk menanamkan karakter pada anak sehingga mereka dapat memiliki ketaatan dan kemampuan untuk memilih dan melakukan hal-hal yang benar.

Disiplin dalam sudut pandang Alkitab

    Ketika berbicara mengenai disiplin tentunya berkaitan erat dengan pendidikan terhadap anak. Seseorang dapat menerapkan pendidikan kepada anak secara maksimal jika mampu melaksanakan proses disiplin dengan benar dan tepar. Dalam sebuah jurnal yang ditulis oleh Wenhas dan Darmawan menjelaskan bahwa Alkitab juga memberikan penekanan terhadap pendidikan kepada anak yang secara tidak langsung Alkitab juga mengajarkan tindakan disiplin untuk anak-anak. Maka dari itu sebagai orang tua Kristen yang juga memiliki peran penting dalam mendidik anak, perlu mengetahui dan memahami makna disiplin dalam sudut pandang Alkitab.

Perjanjian Lama

    Perjanjian lama terdapat satu kitab yang dikenal sebagai kitab hikmat dalam mengasuh anak, yang dapat digunakan untuk bahan ajar bagi orang tua, yaitu kitab Amsal. Dalam Amsal tertulis satu ayat yang menunjukkan adanya tindakan disiplin secara eksplisit. Amsal 23:14-15 menuliskan bahwa “Jangan menolak didikan dari anakmu ia tidak akan mati jika engkau memukulnya dengan rotan. Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati.” Pada ayat ini menjelaskan bahwa seorang anak harus dididik. Dikatakan juga bahwa anak tidak akan mati jika dipukul dengan rotan tetapi justru menyelamatkan hidup anak itu dari keburukan atau kejahatan. Hal ini menunjukan bahwa orang tua harus mendisiplin anaknya.

Melalui kutipan ayat tersebut, merupakan bukti bahwa kitab Amsal yang terdiri daripada 31 pasal, merupakan kitab-kitab pengajaran. Kitab Amsal berisikan kata-kata hikmat yang mengajarkan asas-asas kehidupan yang dijalankan dengan penuh rasa takut kepada Tuhan. Hal ini dikarenakan bangsa Israel memiliki pemahaman bahwa anak-anak merupakan masa depan, keluarga dan rumah adalah menjadi tempat pembentukan anak-anak Israel yang adalah harapan masa depan keluarga dan bangsa, dalam konteks ini orang tua memiliki peran yang besar sebab orang tua telah menjadi perpanjangan tangan Allah untuk mendidik anak yang dipercayakan kepada mereka. Orang tua Israel memiliki kewajiban untuk mengajar anak-anak mereka tentang hukum Allah dengan kata dan teladan.

Bukan hanya pada kitab Amsal saja, ada beberapa referensi ayat Alkitab yang menunjukkan adanya penekanan disiplin dalam Perjanjian Lama. Hal inipun dapat dilihat dalam Ulangan 6:5 yang menekankan bahwa kasih merupakan kekuatan dari dalam untuk melakukan disiplin. Amsal 20:13 yang mendorong agar melakukan tindakan yang mendatangkan kegembiraan, Kejadian 24:4 yang memperoleh objek yang membangkitkan hasrat, Imamat 19:18, 34 yang menekankan bahwa perlu pengorbanan diri demi kebaikan orang yang dikashi, dan I Samuel 20: 17-42 yang menekankan adanya ketaatan yang tulus.

Kata yang digunakan dalam Perjanjian Lama untuk menggambarkan disiplin adalah rvy atau yashar yang memiliki definisi yaitu, benar, tulus, dan jujur. Kata ini mengalami pergeseran arti dari admonish (mis: Mzm. 94:10, LAI: menghajar; Ams. 9:7, LAI: (mendidik), dan discipline (mis: Ul. 4:36, LAI: mengajar; Ams. 3:11, LAI : didikan), menjadi chastise atau menghukum untuk kebaikan (mis: Im. 26:18, 28; Ams. 19:18). Kata disiplin juga dikaitkan dengan kata benda musar yang digunakan dalam konteks mengkoreksi (Ams. 15:33) yang akan memimpin kepada hikmat dan didikan.

Menertibkan

    Seringkali dalam mendidik anak orang tua melakukan dengan cara otoriter, seperti sikap mau menang sendiri atau main kuasa, dalam Efesus 6:4 menyatakan : “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan” Firman Tuhan diatas menunjukkan adanya penolakan terhadap penggunaan pola asuh otoriter dalam pola asuh anak di keluarga karena dapat mengandung unsur kekerasan terhadap anak. Keteraturan dalam suatu keluarga bukan berarti karena takut dengan hal-hal yang bersifat eksternal tetapi karena hati yang taat. Yehezkiel 36:26 menyatakan bahwa Tuhan memberikan hati yang taat, firman Tuhan harus ditanamkan sebagai sumber keteraturan dalam hati anak-anak, sebab firman Tuhan dapat mengoreksi dan membimbing anak supaya dapat mengerti keteraturan. Jadi dapat diketahui bahwa orang tua harus belajar untuk mengajarkan perintah Tuhan melalui bentuk nasihat, teguran dan hukuman kepada anak, bukan sekedar perintah orang tua saja sebab orang tua adalah alat di mata Tuhan untuk memperlihatkan kasih Allah dalam kehidupan anak.

Dalam kitab Amsal 29:17 berkata "Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu." Kata “ketentraman” dalam bahasa Ibrani ialah “noo'-akh” yang artinya, mengaruniakan keamanan, menentramkan, dan mendapat ketenangan. Pendidikan yang baik akan mendatangkan ketentraman dan kedamaian jika didikan itu berdasarkan pedoman Firman Allah. Allah memerintahkan kepada orang Israel khususnya kepada orang tua yang mempunyai anak agar mereka dapat mengajari dan mendidik anak secara berulang-ulang.

Orang tua yang berhasil dalam mendidik anaknya akan menghasilkan anak-anak yang baik, berbakti kepada orang tua dan membanggakan orang tuanya, anak yang telah dididik dari keluarga yang teratur akan memiliki pola hidup dan kebiasaan yang teratur. Jadi dapat diketahui bahwa didikan yang berpedoman kepada Alkitab sebagai bukti bahwa orang tua mengasihi anak dan mengasihi Allah, orang tua yang berhasil mendidik anaknya dalam kasih dan hikmat dari Allah akan membuahkan hasil yang baik.

Menghukum

    Dalam Amsal 19:18 mengatakan “Hajarlah anakmu selama ada harapan, tetapi jangan engkau menginginkan kematiannya” Dalam terjemahan King James Bible : “Hukum anakmu selagi ada harapan, dan jangan biarkan jiwamu menyayangkan tangisannya”, sedangkan dalam terjemahan Alkitab Darby : “Hukum anakmu, melihat ada harapan; tapi jangan biarkan jiwamu membunuhnya.” Dalam kitab Amsal banyak contoh pelajaran mengenai bentuk pola disiplin yang mengarah kepada bentuk hukuman, seperti dalam Ams. 13:24, Ams. 22:15, Ams. 23:14,15, Ams. 29:15,17, Ibr. 12:7,10. Hukuman dengan memberikan pukulan memakai rotan adalah suatu cara pendisiplinan yang masih dianggap kuno karena tidak beradap dan tidak menunjukkan kasih. Namun sebaliknya dalam Amsal 13:24 mengatakan bahwa, “siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya” dalam Amsal 13:24 dapat diketahui bahwa pukulan dengan tongkat/rotan adalah merupakan bukti kasih orang tua kepada anak.

Dalam hal ini pendisiplinan dalam bentuk pemberian hukuman terhadap anak harus dihindarkan dari tindakan yang semena-mena yang dapat mencelakai ataupun melukai anak. Jadi dapat diketahui bahwa kata hukum bukanlah sesuatu hal yang tidak diperbolehkan untuk diterapkan, karena dengan hukumanlah kita dapat memberi suatu ganjaran terhadap anak agar anak mengetahui kesalahanya. Namun dalam pandangan Alkitab atau firman Allah hukum yang dimaksud ialah hukum yang tanpa melukai atau mecelakai fisik anak, sebab orang tua menghukum anak oleh karena orang tua mengasihi anak bukan membenci anak,oleh karena itu pemberian hukuman dalam Alkitab ialah hukuman untuk kebaikan.

Pandangan Alkitab khususnya dalam Perjanjian Lama, hukuman/didikan (musar) sering berdampingan dengan kata teguran (tokahat), yang artinya hukuman fisik yang diberikan untuk dapat memperoleh hikmat, jika membaca dengan teliti keseluruhan dari kitab Amsal, hukuman fisik muncul berulang kali 3:11–12; 10:13; 13:24; 17:10; 19:18, 25; 20:30; 22:15; 23:13–14; 26:3; 29:15, 17, 19. Kata tongkat (sebet) dalam kitab Amsal digunakan sebagai suatu alat untuk melakukan disiplin secara fisik. Menurut Yushak Soesilo, tidak hanya pendidikan lewat tradisi lisan saja yang disampaikan oleh para orang tua Israel, melainkan pendisiplinan yang melibatkan rotan juga dilakukan untuk memukul dan mencambuk anak, berdasarkan Amsal 23:13-14, anak-anak Israel dididik dengan bentuk disiplin fisik yang keras, bahkan seorang ayah pada zaman Iarael memiliki wewenang untuk mendisiplinkan anak apabila menyimpang dari apa yang telah ditentukan oleh orangtuanya khususnya didikan dalam pengajaran terkait dengan Taurat.

Menggunakan tongkat dalam mendidik bukan berarti orang tua menggunakan tindakan kekerasan seperti membentak, memukul atau memaksa, akan tetapi menggunakan tongkat dalam mendidik merupakan salah satu bentuk wujud kasih sayang yang diberikan oleh orang tua, sebab tongkat didikan yang dimaksud disini merujuk kepada pendidikan yang benar yang berdasarkan kasih. Jadi dapat diketahui bahwa didikan yang mendatangkan hukuman adalah bentuk demontrasi kasih Allah kepada anak-Nya, sebaliknya bahwa pendisiplinan ini juga bentuk pendemontrasian kasih Allah melalui orang tua kepada anaknya, jadi disiplin yang mendatangkan hukuman adalah bentuk pendidikan yang baik bagi anak supaya anak dapat mengetahui kesalahanya.

Memperingatkan

    Musa memperingatkan bangsa Israel untuk selalu mengingat segala perbutan ajaib yang sudah Tuhan lakukan kepada mereka dan mengingatkan mereka untuk selalu mengingat akan perintah-perintah Tuhan. Dalam Ulangan 6:7 mengatakan “Haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.” Mengulang hukum tersebut secara berulang-ulang setiap saat, baik sedang berbaring, duduk ataupun berjalan kepada anak-anak mereka sehingga keturunan mereka dapat mengetahui dan melakukan perintah Tuhan. Hal ini disebabkan oleh karena sebelum bangsa Israel memasuki tanah perjanjian, mereka perlu mengetahui dan mengingat dengan benar akan hukum Allah.

Ulangan 6:7 menegaskan kepada para orang tua untuk mengajarkan dan membicarakan kepada anak mengenai hukum Allah secara berulang-ulang kepada anak. Kata asli dari kata mengajar ia shanan yang memiliki arti dalam bahasa Inggris ialah to sharpen, to teach & to whet yang artinya yaitu, menggembalakan, mengajarkan, dan mengasah. Sementara kata asli dari kata membicarakan ialah dabar yang artinya dalam bahasa Inggris yaitu to speak, declare, warn yang artinya ialah: membicarakan, mengumumkan, dan memperingatkan.

Secara keseluruhan dalam teks ini Musa ingin melakukan tiga model orang tua yang Musa harapkan ditengah-tengah bangsa Israel. Pertama ialah orang tua yang mau tetap setia untuk mengajarkan hukum Allah. Kedua, adalah orang tua yang dapat membimbing dan mengarahkan anak-anaknya dengan baik. Ketiga, orang tua harus memiliki kepekaan akan setiap peluang atau kesempatan yang ada untuk berkomunikasi dan mengajarkan hukum Allah kepada anak. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa mengajarkan tentang hukum Allah (kerohanian) ataupun bentuk-bentuk ajaran yang mendatangkan kebaikan dalam diri anak, orang tua harus terus menerus setiap hari untuk selalu mengingatkan akan ajaran-ajaran tersebut kepada anak. Melalui didikan firman Allah yang diterapkan maka akan menghasilkan peribadi anak yang bertumbuh dalam Tuhan dan juga bertumbuh dalam moral.

Perjanjian Baru

    Alkitab memberikan perhatian besar terhadap pendidikan anak. Sejak Perjanjian Lama, Allah mengingatkan betapa pentingnya pendidikan bagi anak-anak. Sejumlah kata nouqetew muncul dalam Perjnajian Baru dan hanya digunakan oleh Rasul Paulus. Nouqesia dan paideia, adalah alat didikan atau asuhan umat Kristen dalam meja rumah tangga di Efesus (6:4b). Perlu untuk diketahui bahwa pada zaman itu nouqesia adalah kata-kata nasihat yang dibentuk untuk mengoreksi tapi tidak dengan mengancam ataupun menyakiti.

Kata “ajaran” dalam bahasa Yunani memakai kata παιδεία (paideia) yang artinya adalah pendidikan. Kasus ini merupakan kata benda feminim dalam bentuk tunggal. Dalam bahasa New Internasional Version (NIV) memakai kata “training” yang artinya pelatihan. Dalam konteks ini kata “paideia” yang artinya mendidik, melatih, dan marahi. Jadi oleh sebab itu dapat diketahui bahwa fungsi orang tua tidak hanya cukup mendidik anak melainkan orang tua harus melatih hal kerohanian anak secara terus menerus.

Paideuo berarti ‘memberikan bimbingan, mengajar, dan melatih’. Istilah umum ini digunakan dalam kaitan memelihara anak-anak. Kata istilah ini juga dimaksud sebagai tindakan korektif dan disiplin dalam pendidikan bahkan mendidik dengan mengajar serta menuntun dan menghukum. Paideia artinya seluruh pelatihan dan pendidikan anak-anak yang berhubungan dengan tumbuh kembangnya pikiran dan moral yang dibentuk melalui perintah, peringatan, teguran dan hukuman. Pendidikan yang berdasarkan Alkitab harus dapat mempersiapkan naradidik yang bersifat kekekalan. Dalam konsep didik ini diarahkan supaya dapat membentuk manusia-manusia ilahi yang siap melanjutkan kehidupan dalam hidup yang kekal. Pendidikan yang berdasarkan Alkitab harus menanamkan nilai-nilai Firman Tuhan didalam pendidikan yang diterapkan, jadi oleh karena itu setiap pendidikan yang dilakukan harus mengarah kepada Tuhan dan kemuliaan-Nya. Dapat diketahui bahwa disiplin dalam Perjanjian Baru itu ialah memberikan bimbingan, mengajar, dan melatih. Didikan dalam Perjanjian Baru ini tidak hanya bersifat sementara tetapi juga bersifat kepada kekekalan.

Dalam Ensiklopedia (/ensiklopedia/) adalah sejumlah tulisan yang berisi tentang penjelasan yang dapat menyimpan informasi secara komprehensif. Kata “ensiklopedia” diambil dari bahasa Yunani; enkylios paideia (ἐγκύκλιος παιδεία) yang memberikan arti sebuah lingkaran atau pengajaran yang lengkap, ensiklopedia adalah sebuah pendidikan paripurna yang mencakup semua ilmu pengetahuan. Paideia merupakan konsep pendidikan yang tua dari Yunani, konsep didikan ini dapat dipahami sebagai proses pembangunan manusia. Orang-orang Romawi menganggap bahwa pembangunan manusia dapat dilakukan dengan pola atau model pendidikan yang menetapkan prinsip humanitas. Melalui pernyataan diatas bahwa kata paidei ini lebih merujuk kepada suatu pengajaran yang dapat membangun diri manusia.

Dalam perjanjian Baru kata kerja yang digunakan yaitu paideuA dan kata bendanya paideia yang memiliki kesamaan dalam pergeseran arti seperti ysr dan musAr. “Dan Musa dididik dalam segala hikmat orang Mesir” (Kis. 7:22) dan “dimanakah terdapat anak yang tidak dihajar (didisiplin) oleh ayahnya?” (Ibr. 12:7). Kata paideia juga digunakan dalam kontekas disiplin ilahi (Ibr. 12:6). Dalam Ulangan 6:1-9 berbicara tentang perintah-perintah Allah sebagai tanda bahwa umatnya mengasihi Allah, dalam hal ini perlu untuk diketahui tentang susunan kerohanian anak yang dituliskan oleh Alkitab, secara keseluruhan dalam Ulangan 6:1-9 menegaskan bahwa keteladanan kerohanian orang tua dapat memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan kerohanian anak. Jadi dapat diketahui bahwa orang tua tidak cukup hanya memberikan sebuah pengajaran, melainkan orang tua harus dapat melakukanya terlebih dahulu dalam dirinya sebab orang tua yang mampu mengajarkan adalah orang tua yang bersedia melakukannya.

Memukul

    Dalam kitab Efesus 4:26 mengatakan : "Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu." Dalam Efesus 6:4 mengatakan “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan” dalam hal ini dapat dilihat bahwa disiplin atau latihan yang membina anak harus berdasarkan kasih. Dalam Ibrani 12:6 berfirman “Karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan ia menyesah orang yang yang diakui-Nya sebagai anak” menerima bentuk hajaran adalah hal yang baik untuk disyukuri sebab dikatakan bahwa hanya mereka yang diakuinya sebagai anak yang dapat menerima hajaran Tuhan, dalam Ibrani 5:8 menyatakan bahwa jika seorang yang mengaku dirinya sebagai orang percaya tapi tidak mengikuti bentuk disiplin dari Firman Allah maka orang tersebut disebut dengan anak gampang, dalam bahasa yunani “nothos” yang artinya “anak haram”.

Bentuk hajaran yang diterima harus dapat direspon dengan positif, memandang bahwa hajaran yang diterima adalah alat Tuhan untuk memurnikan dan mendewasakan. Kata hajar dalam hal ini menggunakan παιδεύω “paideuo”yang berarti untuk melatih seseorang dengan pengarahan atau ajaran, hajaran pendisiplinan yang dilakukan Tuhan sangat tidak menyenangkan tetapi dapat membuahkan hasil yaitu membentuk karakter seseorang yang dimotivasi oleh adanya kasih. Hukuman yang pantas kepada anak bukan semata-mata hanya memberi ganjaran terhadap kesalahan akan tetapi hukuman yang diberikan adalah benar-benar demi kepentingan yang terbaik bagi sang anak. Tongkat harus digunakan, yaitu tongkat orang tua yang memiliki kewenangan untuk mendidik anak dengan kasih dan bijaksana untuk kebaikan.

Dalam hal ini dapat diketahui bahwa Alkitab mengarahkan orang tua untuk mendisiplinkan anak dengan “tongkat” disepanjang masa pertumbuhannya, memukul anak hanya boleh dilakukan manakala anak dengan sengaja tidak mau taat dan memberontak. Tujuan pukulan yang diberikan oleh orang tua terhadap anak ialah hanyalah meniadakan kebebalan, pemberontakan dan sikap tidak hormat kepada orang tua. Jadi oleh sebab itu bentuk disiplin dengan cara memukul adalah hal yang dapat dilakukan oleh setiap orang tua. Memiliki motivasi atau tujuan yang benar bahwa disiplin itu harus senantiasa dilandaskan oleh karena kasih sebagaimana Allah mengasihi kita.

Melatih

    Dalam Kamus besar bahasa Indonesia kata melatih ialah mengajar seseorang agar terbiasa (mampu) melakukan sesuatu. Dalam Kolose 3:20 berbunyi “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan” orang tua harus dapat mengajarkan ketaatan kepada anak-anak, karena ini merupakan salah satu tanggung jawab orang tua yang paling mendasar dalam mendidik anak. Sedangkan dalam Kolose 3:21 berbunyi: "Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu" hal ini merupakan bentuk present active, imperative dengan negative, yang didalamnya mengandung unsur menghentikan suatu tindakan dalam proses, “berhenti menjengkelkan anak-anakmu.”
    Dengan kata lain, bentuk perhatian dan kasih sayang orang tua yang harus lebih ditekankan dalam membangun hubungan yang baik antara orang tua dengan anak. Dalam Ulangan 6:6-7 berbunyi “Haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun” (Ulangan 6: 7) mengajarkan adalah cara utama untuk dapat mengungkapkan kasih kepada Allah melalui bagaimana orang tua memperdulikan kesejahteraan rohani dari anak-anak dan berusaha menuntun, mengajar secara “berulang-ulang.”
    Setiap orang tua memiliki kewajiban untuk mendidik dan mengajar anak agar hidup benar dan takut akan Tuhan, namun sebelum orang tua mengajar anak, orang tua harus terlebih dahulu menguasai dan memahami firman Tuhan sehingga pengajaran atau didikan yang dilakukan dapat selaras dengan prinsip Alkitab. Jadi dapat diketahui bahwa tanggung jawab orang tua dalam hal ini sangat besar terhadap anak, orang tua harus terus melatih anak untuk taat dan menghidupi firman Allah disepanjang hidupnya. Orang tua juga harus dapat melatih diri untuk memberikan bentuk perhatian dan kasih sayang yang cukup terhadap anak sebagai bukti bahwa orang tua mengasihi anak dan sama seperti Allah juga mengasihi setiap umatnya.

Paulus dalam suratnya kepada Efesus menekankan kepada orag tua agar sungguh-sungguh dalam mendidik anak dalam ajaran dan nasihat Tuhan (Ef. 6:4). Gambaran dalam mendidik anak ialah membentuk perilaku anak-anak sampai dapat mengambil keputusan sendiri dalam hidupnya. Paulus adalah salah satu murid Yesus yang mendapat didikan dalam keluarganya, juga dari gurunya, Gamaliel. Dalam sejarah kehidupan Paulus, umur lima tahun ia sudah masuk dalam rumah ibadat dan berada dalam bimbingan Gamaliel. Pada umur dua belas tahun, ia sudah menjadi anak Taurat yang memahami hukum Taurat. Dengan demikian, melalui didikan orang tua dan gurunya Gamaliel Paulus akhirnya memiliki pendidikan yang cukup tinggi serta wawasan yang luas.

Jadi dapat diketahui bahwa Allah memberikan perintah ini bukan hanya untuk dilakukan untuk diri sendiri, akan tetapi perintah ini juga harus diajarkan atau dilatih kepada anak-anak, agar kelak ketika mereka sudah dewasa mereka dapat mengambil suatu tindakan yang benar dalam hidupnya dan mengajarkan hal yang serupa terhadap generasi yang berikutnya.

Tujuan disiplin

    Segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang tentunya memiliki maksud dan juga tujuan, sama halnya dengan proses pendisiplinan terhadap anak. Secara umum, tujuan dari disiplin adalah untuk membentuk perilaku anak sedemikian rupa hingga anak akan sesuai dengan peran-peran yang ditetapkan oleh kelompok budaya tempat individu itu di identifikasikan. Dengan kata lain tujuan dari disiplin adalah agar anak-anak mampu untuk menaati peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan oleh suatu lingkungan tertentu ataupun keluarga. Anak dengan sendirinya akan menaati dan mengetahui sanksi yang akan diberikan ketika melanggar peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan. Akan tetapi tugas orang tua agar tujuan dari disiplin ini tercapai adalah orang tua harus terlebih dahulu menerangkan kepada anak apa keinginan atau manfaat disiplin bagi anak sebelum orang tua melakukan kegiatan disiplin kepada anak.

Disiplin dapat berfungsi sebagai motivasi pendorong ego yang dapat mendorong anak mencapai apa yang diharapkan. Melalui disiplin juga dapat di jadikan motivasi bagi anak dalam melakukan segala sesuatu hal yang dapat membuatnya berperilaku positif sesuai dengan apa yang diharapkan oleh orang tua maupun anak itu sendiri. Dengan disiplin, anak-anak dapat dengan mudah mencapai sesuatu yang di inginkannya. Menurut Charles Schaefer tujuan daripada disiplin terbagi menjadi dua tujuan, antara lain:

Tujuan jangka pendek : yaitu membuat seseorang terlatih dan terkontrol dengan mengajarkan bentuk-bentuk tingkah laku yang pantas dan yang tidak pantas bagi mereka.

Tujuan jangka panjang : yaitu perkembangan pengendalian diri sendiri dan pengarahan diri sendiri (self control and self direction) yaitu dalam hal di mana seseorang dapat mengarahkan dirinya sendiri tanpa pengaruh dan pengendalian dari pihak luar dalam waktu yang panjang.

Dengan mendisiplinkan anak, orang tua juga bertujuan untuk menolong anak. Disiplin dapat menjadi tujuan anak agar dapat bergantung pada motivasi-motivasi sendiri dalam mengendalikan dorongan, emosi, mengarahkan diri sendiri tanpa pengaruh dan pengendalian diri.12 Disiplin menjadi proses bimbingan yang bertujuan menanamkan pola perilaku tertentu. Dalam penanaman disiplin, orang tua mengutamakan perilaku untuk meningkatkan kualitas mental dan moral anak. Disiplin juga dapat memberikan kebiasaan-kebiasaan tertentu atau membentuk manusia dengan ciri-ciri tertentu.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan disiplin adalah agar anak terlatih dan terkontrol. Ketika anak sudah mampu untuk berdisiplin, anak dapat mengarahkan dirinya sendiri tanpa pengaruh ataupun disuruh oleh orang lain. Dalam pengaturan diri ini berarti anak sudah mampu menguasai tingkah lakunya sendiri dengan berpedoman pada norma-norma yang jelas, standar-standar dan aturan-aturan yang sudah menjadi milik sendiri. Disiplin juga mampu menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam diri anak. Dengan begitu disiplin juga dapat membantu anak untuk mengkontrol sikap dirinya, serta membantu anak mengetahui perilaku-perilaku yang salah dan yang benar. Melatih dan mendidik anak dalam keteraturan hidup kesehariannya akan memunculkan watak disiplin. Disiplin juga dapat membuat anak mengoreksi atau memperbaiki perilaku yang salah menjadi perilaku yang baik dan benar.

Unsur-unsur Disiplin

Harlock menyatakan bahwa ketika menerapkan disiplin kepada anak diperlukan beberapa unsur yang mampu mempengaruhi, sebagai berikut:

1. Peraturan

    Peraturan adalah sebuah pola yang ditetapkan untuk tingkah laku, dimana pola tersebut ditetapkan oleh orang tua, guru atau teman bermain. Tujuan daripada peraturan adalah untuk membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam situasi tertentu. Adapun peraturan memiliki dua fungsi, yaitu: Pertama, peraturan mempunyai nilai pendidikan, dikarenakan peraturan memperkenalkan pada anak perilaku yang disetujui anggota kelompok tersebut. Kedua, peraturan membantu mengekap perilaku yang tidak diinginkan. Agar peraturan dapat memenuhi kedua fungsi tersebut, maka peraturan seharusnya dapat dimengerti, diingat dan diterima oleh anak. Anak kecil lebih memerlukan peraturan dibandingkan anak yang lebih besar atau remaja, dikarenakan anak remaja sudah dianggap telah belajar dalam kelompok sosial mereka.

2. Hukuman

    Hukuman berasal dari kata latin yaitu, punire yang memiliki pengertian seseorang yang dijatuhkan hukuman karena suatu kesalahan, perlawanan atau pelanggaran sebagai ganjaran atau pembelajaran. Biasanya hukuman diberikan kepada orang-orang yang mengetahui bahwa yang dilakukan adalah sebuah kesalahan tetapi tetap melakukannya. Adapun tujuan daripada hukuman terbagi menjadi dua, yaitu: Tujuan jangka pendek dari menjatuhkan hukuman adalah untuk menghentikan tingkah laku yang salah. Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk mengajar dan mendorong anak untuk menghentikan sendiri tingkah laku mereka yang salah. Hukuman merupakan salah satu unsur kedisiplinan yang dapat digunakan untuk membuat anak berperilaku sesuai standar yang ditetapkan kelompok sosial mereka.

Fungsi daripada hukuman juga terbagi menjadi tiga, antara lain:

a. Hukuman dapat menghalangi pengulangan tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat. Contohnya bila anak ingin melakukan sesuatu yang dilarang oleh orang tuanya, ia akan mengurungkan niatnya karena ia mengingat hukuman yang pernah diterimanya ketika ia melakukan hal tersebut di masa lampau.

b. Menghalangi, hukuman dapat menghalangi pengulangan tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat. Contohnya bila anak ingin melakukan sesuatu yang dilarang oleh orang tuanya, ia akan mengurungkan niatnya karena ia mengingat hukuman yang pernah diterimanya ketika ia melakukan hal tersebut di masa lampau.

c. Motivasi, Fungsi hukuman yang ketiga adalah untuk menghindari perilaku yang tidak diterima masyarakat. pengalamannya mengenai akibat-akibat tindakan yang salah dan mendapat hukuman akan diperlukan sebagai motivasi untuk menghindari kesalahan tersebut. Bila anak mampu mempedapat belajar memutuskan apakah tindakan tersebut pantas atau tidak dilmenghindari tindakan yang tidak benar.

    Melalui penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Hukuman mempunyai peran antara lain menghalangi pengulangan tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat, mendidik anak membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta memberi motivasi untuk menghindari perilaku yang tidak diterima masyarakat.


Penghargaan

    Penghargaan biasanya digunakan untuk seseorang yang sudah melakukan hal yang baik di dalam suatu hal yang benar. Istilah penghargaan tidak hanya berbicara mengenai materi belaka, akan tetapi berupa perkataan pujian, motivasi, senyuman dan juga tepukan di punggung. Penghargaan memiliki nilai mendidik, bagaikan motivasi buat mengulang sikap yang disetujui secara sosial, menguatkan sikap yang disetujui secara sosial.


Konsistensi

    Kata konsistensi berasal dari kata “konsisten” diserap dari bahasa Inggris, yaitu “consistent” yang artinya berdiri dengan kokoh atau berdiri tegak. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti konsisten adalah tetap (tidak berubah-ubah), taat asas atau selaras atau sesuai. Konsistensi memiliki pengertian yaitu tingkatan keseragaman ataupun stabilitas. Konsistensi merupakan sebuah pedoman sikap yang diperlukan dalam pelaksanaan peraturan. konsistensi dalam metode peraturan ini dianjurkan dan dipaksakan, dalam hukuman yang diberikan pada mereka yang tidak membiasakan pada standar serta dalam penghargaan untuk mereka yang membiasakan. Contoh dari sikap yang konsisten antara lain: Konsisten dalam ucapan, berarti ucapan yang dinyatakan selaras dengan perbuatan yang dilakukan merupakan contoh daripada sikap yang konsisten.

Mengapa disiplin penting?

    Banyak yang menerapkan disiplin dalam segala hal, baik dalam pekerjaan, pendidikan, dan juga kehidupan sebagai warga negara. Terlebih lagi kepada anak, karena umur anak-anak merupakan sebuah langkah awal untuk membagun sikap yang disiplin kepada anak-anak dan akan berdampak baik bagi tumbuh kembangnya. Secara umum ada beberapa manfaat atau pentingnya menerapkan sebuah disiplin, sebagai berikut:

1. Memberikan dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang. Perilaku anak yang menyimpang apapun bentuknya biasanya bermula dari kurangya anak diajari kedisiplinan.

2. Membantu anak untuk memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan.agar anak dapat beradaptasi dengan lingkungan baru.

3. Cara menyelesaikan tuntutan yang ingin di tunjukan anak terhadap lingkungan.

4. Untuk mengatur keseimbangan keinginan individu satu dengan individu lainnya.

5. Menjauhi anak melakukan hal-hal yang dilarang sekolah.

Namun, ada beberapa manfaat disiplin menurut sudut pandang psikologis, menurut Adhvara, yaitu : Menumbuhkan kepekaan, sikap ini memudahkan dirinya untuk mengungkapkan perasaanya kepada orang lain. Menumbuhkan kepedulian, membuat anak memiliki integritas, belajar untuk bertanggung jawab dan mampu memecahkan masalah dengan baik, cepat dan mudah. Mengajarkan keteraturan, anak yang memiliki pola hidup yang teratur dan dapat mengelola waktu dengan baik. Menumbuhkan rasa percaya diri, sikap yang berkembang disaat anak diberikan kepercayaan dalam melakukan suatu pekerjaan yang dapat ia kerjakan dengan sendiri. Menumbuhkan kemandirian, anak yang dapat diandalkan. Menumbuhkan keakraban, anak yang mampu beradaptasi terhadap lingkungan. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa manfaat dari beberapa disiplin dalam pandangan psikologi lebih mengarah kepada pembentukan pola hidup yang baik dan yang bermoral.

Pada bagian ini akan membahas secara mendalam mengenai manfaat disiplin dalam sudut pandang psikologis, sebagai berikut :

1. Menambah Kepekaan

Secara harafiah, istilah “kepekaan” berasal dari kata peka yang berarti mudah atau
cepat merasa terangsang. Apabila dikaitkan dengan kondisi sosial maka kepakaan sosial itu
adalah sebuah kemampuan untuk dapat mengamati reaksi-reaksi atau perubahan dari orang
lain. Menurut penelitian Hartup Astuti, kepekaan sosial adalah bagaimana cara untuk
membangun hubungan terhadap teman sebaya pada masa kanak-kanak, menurut Chaplin
Naim, mengatakan bahwa kepekaan sosial merupakan bentuk perilaku atau perbuatan
yang dilakukan oleh seseorang untuk dapat beriteraksi dengan orang lain dan dapat
menyesuaikan diri dengan kelompok lingkungan yang ada.
    Hurlock mengatakan masa peka adalah suatu masa atau periode dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang dan diarahkan supaya perkembanganya tidak terhambat. Dapat diketahui bahwa kepekaan itu ialah suatu hal yang dapat merespon kejadian atau reaksi yang muncul didalam lingkungan. Kepekaan sosial (social sensitivity) secara sederhana dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk bereaksi secara cepat dan tepat terhadap suatu objek atau situasi sosial yang ada disekitar. Karena anak lahir dari orang tua dan besar dalam lingkungan keluarga, maka oleh sebab itu penenaman kepekaan sosial adalah tugas dan tanggung jawab dari orang tua kepada anak.
    Kepekaan sosial itu berawal dari sebuah kepribadian yang matang, yang dapat mengarahkan dirinya menurut kata hatinya yang sesuai dengan nilai-nilai moral didalam masyarakat. Kepekaan sosial sangat penting untuk ditanamkan dimasa kecil anak supaya anak kelak dewasa dapat memiliki kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya. Adapun yang paling berperan penting untuk menumbuhkan kepekaan sosial pada anak adalah orang tua. Jadi dapat diketahui dalam pandangan psikologi bahwa betapa pentingnya melatih dan menumbuhkan tingkat kepekaan dalam diri seseorang, sehingga hal ini akan dapat membantu seseorang untuk dapat berinteraksi dan membangun hubungan dengan lingkungan.

2. Menumbuhkan kepedulian

    Kata peduli adalah sebuah nilai dasar dari sikap memperhatikan terhadap kondisi atau keadaan sekitar. Orang-orang peduli adalah orang yang terpanggil melakukan sesuatu yang dapat memberi inspirasi, perubahan, dan kebaikan terhadap lingkungan sekitarnya. Orang-orang yang memiliki kepeduliaan adalah orang-orang yang terpanggil untuk membantu orang yang lemah, miskin, membantu untuk mengatasi penderitaan, dan kesulitan yang dihadapi oleh orang lain. Kepedulian adalah sebuah perasaan yang muncul dalam diri seseorang yang kemudian ditunjukkan dengan sikap dan perbuatan untuk dapat menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Kepeduliaan berawal dari perasaan, namun bukan berarti berhenti pada perasaan, kepedulian itu mendorong adanya tindakan sebagai bentuk bahwa rasa kepedulian itu benar hadir dalam dirinya.

Jadi dapat diketahui bahwa manfaat dari kepedulian dalam psikologi itu ialah menumbuhkan rasa kepedulian orang tua terhadap anak. Pada dasarnya ketulusan, keluhuran dan kepedulian ada dalam diri setiap manusia, ketulusan yang dapat menyentuh nurani akan dapat mengulurkan tanganya untuk memberikan pertolongan, peduli adalah kata yang sudah sering diucapkan untuk dapat meyakinkan orang lain akan sikap dan perbuatan seseorang. Kata peduli atau kepedulian memiliki gambaran yang luas yang dapat hadir dimana saja kapan saja dan siapa saja, akan tetapi makna peduli ini menjadi kabur dan menjadikan kepedulian ini menjadi sesuatu yang langka dan mulai hilang dari setiap hati nurani manusia.

Orang tua pada umumnya banyak tidak perduli terhadap anak khususnya kepada anak remaja, menganggap bahwa anak remaja sudah mengerti arah hidupnya, akan tetapi masa remaja masih sangat membutuhkan bentuk arahan dan bimbingan dari kedua orang tua. Jadi oleh sebab itu keterlibatan orang tua dalam membentuk rasa kepedulian terhadap anak sangat dibutuhkan. Kepedulian menurut Triatmini ialah memperhatikan atau menghiraukan sesuatu, kepedulian sosial yang dimaksud bukan untuk mencampuri urusan orang lain akan tetapi lebih kepada membantu/menolong untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh orang lain dengan tujuan untuk memperbaiki dan memperdamaikan. Ahmadi dan Uhbiyati, mengatakan bahwa dari lingkungan rumahlah berkembangnya perasaan sosial antara anak dan orang tua, perasaan simpati anak kepada orang dewasa (orang tua) akan muncul apabila anak merasakan adanya kepedulian.

Leak Gary menandai beberapa sikap atau prilaku dari kepedulian sosial : Pertama, Persahabatan (Frendship) yang dapat membentuk hubungan akrab dengan sesama dan saling menghormati, saling menolong, saling mengerti, dan saling memahami dalam situasi ataupun kondisi. Kedua, cinta (Love) ialah tindakan atau sikap yang berbeda dengan yang lainya atau disebut dengan kata special. Ketiga, kerja (Work) ialah kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Keempat, Self significance ialah yakin akan diri sendiri untuk dapat memecahkan suatu masalah dengan pendekatan yang efektif. Jadi dapat diketahui bahwa manfaat disiplin dalam psikologi dengan menumbuhkan kepeduliaan akan dapat memberikan rasa empati dan kasih terhadap seseorang.

3. Menumbuhkan kemandirian

Istilah kemandirian berasal dari kata dasar “diri” yang mendapatkan awalan “ke” dan
akhiran “an” dan membentuk kata keadaan atau kata benda, maka kata kemandirian tidak
pernah lepas dari tentang perkembangan diri seseorang. Kemandirian adalah suatu
kemampuan psikosial berupa kesanggupan untuk berani, berinisiatif dan bertanggung jawab
dalam mengatasi suatu masalah dengan rasa percaya diri, dikatakan juga bahwa kemandirian
itu dapat memberikan kebebasan dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu atas
dorongan dirinya sendiri. Menurut Erikson menyatakan bahwa kemandirian adalah usaha
untuk melepaskan diri dari orang tua dengan tujuan untuk menemukan dirinya melalui proses
pencarian identitas diri.
    Jadi dapat diketahui bahwa kemandirian itu tiba disaat seseorang mampu untuk mengerjakan pekerjaanya tanpa harus adanya bimbingan yang diberikan. Menurut Singgih Gunarsa dalam buku Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja 2004, mengatakan bahwa kemandirian dapat berkembang dengan baik apabila diberikan kesempatan untuk berkembang melalui latihan yang dilakukan dari sejak dini. Menurut Kartono, kemandirian adalah kesanggupan untuk berdiri sendiri, Chaplin, mengatakan bahwa kemandirian adalah kebebasan individu untuk dapat memilih dan menurut pandangan Maryam 2015 mengatakan bahwa kemandirian itu adalah prilaku yang memiliki inisiatif dan mampu mengatasi suatu masalah.

Ada tiga jenis kemandirian yang diberikan oleh Desmita, yang berdasarkan karakteristiknya yaitu : kemandirian emosional, kemandirian tingkah laku, kemandirian nilai. Kemandirian dibagi beberapa bentuk yaitu : kemandirian emosi, kemandirian ekonomi, kemandirian intelektual dan kemandirian sosial. Sedangkan menurut Ali dan Asrori, megatakan bahwa kemandirian itu dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu : kemandirian aman dan kemandirian tidak aman (insecure autonomy). Jadi dapat diketahui manfaat disiplin dalam psikologi yang dapat menumbuhkan kemandirian, akan memampukan seseorang untuk dapat mengontrol diri dan mampu mengambil keputusan yang benar tanpa harus dibimbing atau diarahkan.

Disiplin vs Kekerasan

    Penjelasan di atas sudah cukup jelas mengenai disiplin. Akan tetapi, perlu diketahui bersama bahwa disiplin yang ideal adalah ketika mampu menumbuhkan karakter seorang anak menjadi seseorang yang baik dan benar. Disiplin yang benar adalah mampu menumbuhkan karakter anak, kontrol diri, dan nilai moral serta membentuk perilaku. Untuk mencapai pertumbuhan karakter demikian terhadap anak, maka perlu menerapkan disiplin pada anak sejak usia dini. Akan tetapi tidak terlambat untuk menerapkan disiplin pada anak yang sudah memasuki usia remaja, hal inipun tergantung dalam hubungan antara orang tua dengan anak. Adapun penerapan disiplin yang harus dilakukan adalah penerapan disiplin secara positif, yaitu tidak adanya kekerasan yang dilakukan dalam penerapan pendisiplinan yang ada.

Kekerasan dan disiplin merupakan suatu hal yang berbeda. Kekerasan cenderung menggunakan penerapan hukuman secara fisik ataupun verbal, seperti memukul anak, memaki anak, dsb. Slade and Wissow, menyatakan bahwa jika seorang anak mengalami kekerasan fisik daripada orang tua, maka anak akan mengalami masalah-masalh perilaku dalam usia selanjutnya. Kondisi yang tidak mengenakkan itupun akan selalu diingat dan kecenderungan orang tua ataupun orang dewasa, tidak menyadari bahwa perilaku kekerasan yang didasarkan pada niat untuk mendisiplin merupakan pengaruh yang besar bagi anak dimasa yang akan datang.

Berikut beberapa contoh yang dinyatakan oleh Alit Kurniasari, dalam jurnalnya yang berjudul Kekerasan vs Disiplin mengenai kekerasan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak, antara lain:

1. Seorang ibu (30 tahun) menghukum anaknya (5 tahun), karena suka menuang sabun di kamar mandi, tidak mau makan, mengotori jemuran dan menganggu adik. Berikut tindakan ibu: “Kalau nakalnya di kamar mandi, ya saya pukul pakai gayung. Kalau tak mau makan, saya pukul pakai sendok atau piring. Kalau menggangu adiknya saya pukul pakai mainannya.” Menurut Ibu, bahwa anak harus dihukum agar jera dan tidak mengulangi perbuatan yang dilarang dan dia tidak ingin disalahkan suami karena tak mampu mendidik anak.

2. Guru memukul siswa (S) kelas 3 SD hingga bagian mata kanannya berdarah, karena suka ngobrol dengan temannya saat pelajaran berlangsung, mengakibatkan anak berhenti sekolah, mengaku trauma bersekolah. (September 2012, kasus di Kota Batu Malang).

3. Guru menampar pipi siswa (X) kelas 4 SD hingga berdarah, gara-gara (X) mencampur catatan dan latihan dalam satu buku, buku milik siswa dirobek dan dilempar.

4. Seorang ibu (tiri) memperlakukan anak tiri, Ad (6 tahun) karena selalu “bandel” dan tidak menurut perintah orang tua, kemudian menyiksa Ad, dan membuanngnya ke kebun sawit. Ad ditemukan dengan bekas luka di tubuh dan wajahnya, antara lain luka sayat di mulut dan lidah. Di alat kelaminnya juga terdapat bekas luka yang menurut Ad merupakan bekas digunting.

5. Kasus orang tua di Cibubur (Mei, 2015) yang menelantarkan anak-anaknya dan kerap melakukan tindak kekerasan pada anak semata-mata untuk mendisiplinkan anak.

Kasus-kasus tersebut memberi gambaran bahwa orang tua atau guru memperlakukan anak atau murid-muridnya dalam rangka mendisiplinkan anak melalui cara otoritarian yang memandang pentingnya kontrol dan kepatuhan tanpa syarat. Kemudian, orang tua atau orang dewasa, juga menentukan standard mereka terhadap anak, sehingga ketika anak tidak memenuhi standard yang ada ataupun melakukan pelanggaran. Orang tua akan memberikan hukuman ataupun kekerasan secara fisik atas pelanggaran yang telah dilakukan. Bukan hanya kekerasan secara fisik, bentuk hukuman secara verbal dengan mengatakan perkataan yang tidak mengenakkan seperti “bego, jorok, pelupa,” mengkritik yang berlebihan merupakan sebuah bentuk kekerasan emosional yang berlebihan.

Anak-anak yang mengalami kekerasan secara fisik dan juga emosional akan mendapatkan dampak yang negatif, yaitu anak-anak akan menarik diri dan tidak percaya pada orang lain. Kekerasan yang dilakukan ini biasanya bermula pada tindakan yang spontan, dengan tujuan untuk “mendisiplin anak” dan memberikan rasa jera kepada anak. Akan tetapi, banyak orang tua yang menerapkan hal itu menyadari dan menyesal bahwa tindakan tersebut tidaklah membentuk perilaku anak sesuai dengan harapan atau anak menjadi disiplan akan tetapi menanamkan kepada anak perilaku yang buruk dan mampu mempengaruhi pribadi anak ketika dewasa nanti.

Melihat penjelasan diatas, maka setiap orang tua mengetahui bahwa segala sesuatu kekerasan yang memiliki dasar untuk mendisiplin anak tidak benar untuk diterapkan kepada anak-anak. Hal ini dikarenakan ada banyaknya dampak baik secara fisik maupun emosional yang akan diterima oleh anak tersebut. Maka dari itu perlunya pengetahuan untuk mengajarkan disiplin anak dengan cara yang tepat dan benar.

Adapun cara mendisiplin anak secara efektif yakni dengan metode disiplin positif. Disiplin positif adalah tindakan mendisiplin anak dengan, cara yang positif, tanpa kekerasa, fokus pada pemecahan masalah, saling menghormati dengan didasarkan pada prinsip-prinsip perkembangan anak. Secara sederhana disiplin positif merupakan pengajaran dan penekanan perilaku baik dengan menghilangkan perilaku buruk, tanpa harus menyakiti anak dengan cara melakukan kekerasan. Disiplin positif ini dilakukan dengan dasar pemahaman bahwa tidak ada anak yang buruk/ nakal, yang ada hanyalah perilaku mereka yang buruk/nakal.

Disiplin positif dapat diterapkan di rumah maupun disekolah dengan menggunakan teknik yang berbeda-beda. Akan tetapi hal penting yang perlu diperhatikan dalam menerapkan prinsip-prinsip disiplin positif, yakni membantu anak merasa diterima sebagai seorang menusia; menghormati anak serta mendorong anak untuk berperilaku baik disertai kasih sayang dan tegas dalam satu waktu; kemudian memotivasi akan untuk menhargai kemampuannya.

Adapun beberapa tujuan daripada disiplin positif, yaitu mampu mengajarkan anak-anak tentang keterampilan sosial dan keterampilan hidup. Salah satu contohnya adalah belajar untuk saling menghormati, peduli terhadap sesama, serta mampu bekerjasama dalam memecahkan masalah. Kemudian dampak disiplin positif bagi orang tua adalah mengajarkan orang tua untuk tidak menggunakan kekerasan guna anak berhasil dalam mengatasi masalah, kemudian orang tua juga belajar untuk menghargai anak, dan belajar memberi informasi kepada anak serta mendukung tumbuh kembang anak. Melalui penjelasan diatas, makna daripada disiplin positif adalah cara orang tua ataupun guru yang menerapkan disiplin tanpa hmenggunakan kekerasan secara fisik ataupun verbal.