Teologi Kitab 1 dan 2 Raja raja


Teologi Kitab 1 dan 2 Raja raja

1. Kerajaan Allah dan Kerajaan Daud

    Setelah seseorang membaca mulai dari judul I dan II Raja-Raja sampai pada kisah tentang raja Yehuda terakhir, maka terlihat tema kerajaan sangat menonjol. Kedua kitab menceritakan perkembangan kerajaan-kerajaan, pertama di Israel, kemudian Yehuda sampai kehancuran kerajaan-kerajaan asing.

Teologi Kitab 1 dan 2 Raja raja

    Bagaimanapun juga, fokus perhatian terhadap kedua kerajaan ini bukan hanya kepada lembaga-lembaga politiknya. Seperti dinyatakan CE Keil, “Perkembangan historis kerajaan atau lebih tepatnya kerajaan Allah melalui raja-raja, menjadi inti persoalan dalam kedua kitab ini."73 Secara saksama keduanya melaporkan nasib kehidupan rohani dua bangsa, dan menunjukkan bagaimana nasib kehidupan politik mereka terkait dengan kondisi kerohaniannya.
    Figur Daud sebagai raja memberikan gambaran mengesankan dan membekas di seluruh halaman kitab I dan II Raja-Raja. Secara lahiriah dia ditampilkan hanya dalam kedua pasal pertama I Raja-Raja (di sana dia dalam keadaan lemah), namun Kitab I Raja-Raja dengan jelas bermaksud menyambung bagian penutup Kitab II Samuel. Klimaks dari kitab ini ada pada II Samuel 7, di mana Nabi Natan menyatakan Perjanjian Allah kepada Daud. Seperti dicatat dalam pasal sebelumnya, ini merupakan janji-janji tanpa syarat kepada Daud tentang pemberian kerajaan secara turun-temurun kepada dinastinya, sekaligus memperkenalkan konsep raja sebagai “anak” dari Allah Sendiri.
    Kitab Raja-Raja menunjukkan bagaimana janji-janji kepada Daud ini digenapi dalam sejarah. Di sini kita melihat, meskipun banyak pembunuhan terjadi di Israel dan berulang-ulang dinasti baru menguasai kerajaan, namun kerajaan Yehuda dan kekuasaan dinasti Daud tetap berlanjut. Rumusan khas dari akhir masa pemerintahan tiap-tiap raja Yehuda menyatakan bahwa mereka dikuburkan “di samping nenek moyangnya di Kota Daud, bapa leluhurnya.” Memang banyak keturunan Daud yang berlaku jahat, tetapi janji-janji Allah untuk memelihara kelanjutan dinasti Daud tidak pernah diingkari.
    Selanjutnya, penulis I dan II Raja-Raja secara khusus menunjukkan bahwa kesinambungan tetap terpelihara, bukan hanya dalam hubungan silsilah atau keturunan yang bisa dilihat, tetapi juga dengan keterangan-keterangan yang jelas." Berkali-kali pengarang menyatakan bagaimana Allah menunjukkan panjang sabarnya demi hamba-Nya Daud. 80 Pada peristiwa-peristiwa lain, disebut bagaimana Daud telah menerima janji-janji Allah.
    Wujud lahiriah kerajaan Israel dan Yehuda - khususnya Yehuda. menjadi simbol kerajaan Allah sendiri. Raja - sebagai anak dan Allah (Il Sam. 7:14) - adalah wakil Allah di bumi. Jika tidak ada lagi raja maka bangsa pun tidak ada.
    Jadi, jika nasib baik dari kehidupan rohani maupun politik kerajaan Daud hilang, demikian juga dengan Kerajaan Allah di bumi. Itu bukan karena dalam diri Daud atau kerajaannya ada kebaikan khusus melainkan karena Allah telah memilih dia dan menjadikannya pelaksana tujuan-Nya di bumi ini. Pada hampir seluruh bagian I dan Ji Raja-Raja ada satu fakta menyedihkan, yaitu nasib kehidupan rohani yang dialami bangsa ini.

2. Harapan dan Anugerah Allah Untuk Masa Depan

    Pesan penuh harapan. Yang terkait pada gagasan mengenai Kerajaan Allah dalam I dan II Raja-Raja adalah gagasan tentang karunia Allah. Berbeda dengan Martin Noth (lihat di atas), pesan dari Kitab I dan II Raja-Raja bukan bersifat negatif, atau menjelaskan tentang keruntuhan kedua kerajaan. Sebaliknya, ada pesan positif yang kuat di seluruh bagian kedua kitab. Pesan ini bisa dinyatakan dalam berbagai bentuk, misalnya G. von Rad menegaskan adanya tema “mesianik” (“penyelamatan”), sementara H.W. Wolff menekankan tentang pertobatan, sedang W. Brueggenmann menyebutnya anugerah (kemurahan) Allah, dan J.G. McConville merumuskan sebagai harapan (lihat catatan 31-34).
    Misalnya, penekanan kedua kitab janji-janji kepada Daud yang penuh rahmat merupakan pesan tentang harapan bagi umat Allah, khususnya gagasan yang menganggap janji-janji itu “untuk selama-lamanya” (II Sam. 7:13, 16; I Raj. 2:45; 9:5; II Raj. 8:19). Figur Daud selalu menjadi “pertimbangan” bagi Tuhan saat menyatakan kemurahan-Nya bagi keturunannya di Yerusalem (I Raj. 11:36; 15:4; II Raj. 8:19).
    Bagaimanapun juga, pesan tentang harapan tidak dikaitkan semata-mata kepada Daud. Pada bagian awal I Raja-Raja ada satu isyarat penting, di mana Salomo (dalam doa yang indah saat penahbisan Bait Suci) mengakui bahwa orang-orang buangan akan kembali suatu saat (8:46-53) dan memohon belas kasihan Allah. Dia melakukan ini bukan karena janji-janji Allah kepada Daud, tetapi untuk kedua kalinya menunjuk ke belakang pada zaman Musa dan pada status Israel sebagai umat pilihan Allah sejak saat itu (ay. 51, 53). Bagian akhir kitab ini (II Raj. 25:27-30) adalah yang terpenting dalam kaitannya dengan pesan tentang harapan pada masa depan. Sementara catatan tentang hal-hal yang negatif (menceritakan kehancuran Yerusalem) begitu menonjol pada bagian akhir Kitab II Raja-Raja. Itulah sebabnya empat ayat terakhir kitab ini menceritakan tentang Yoyakin, raja Yehuda terakhir - yang telah ditawan dalam pengasingan pada tahun-tahun sebelumnya - kini dilepaskan dari tahanan dan diperlakukan baik oleh raja Babel. Sebenarnya, dia diberi tempat lebih terhormat dibanding rajaraja lainnya yang juga ditawan ke Babel (25:28). Kebanyakan sarjana mengabaikan keterangan tambahan di bagian akhir ini, sebab dianggap kurang cukup berbobot” untuk mengimbangi nada negatif yang terlihat menonjol di seluruh bagian Kitab I dan II Raja-Raja. 82 Bagaimanapun, hal itu tidak bisa diabaikan sama sekali, dan perlu dianggap sebagai upaya memberikan sedikit harapan kepada orang-orang dalam pengasingan bahwa raja mereka masih hidup dan bahwa janji-janji luar biasa kepada Daud sama sekali tidak hilang. 83
    Tentang syarat dan anugerah cuma-cuma dalam I dan II Raja-Raja. Kita bisa melihat, bahwa dalam kedua kitab ini terdapat pertentangan penekanan antara janji Allah tanpa syarat kepada Daud dengan tuntutan yang harus dipenuhi raja-raja keturunan Daud untuk mendapatkan berkat Allah sepenuhnya. Kita perlu mengakui perikop-perikop yang menyatakan bahwa kerajaan akan diberikan kepada keturunan Daud “selamalamanya" dan pernyataan dalam II Samuel 7:15-16: “Tetapi kasih setiaKu tidak akan hilang dari padanya, seperti yang Kuhilangkan dari pada Saul, yang telah Kujauhkan dari hadapanmu. Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan-Ku, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya." "84
    Namun, di sisi lain ada banyak petunjuk dalam I dan II Raja-Raja tentang syarat bagi pemenuhan janji-janji ini. Dari pernyataan dalam II Samuel 7:14 - “Apabila ia (anak Daud) melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia” - kita mengetahui bahwa janji-janji Allah bukan diberikan tanpa syarat sehingga rajaraja boleh berbuat apa saja yang mereka kehendaki. Hal ini terlihat khususnya dalam “Perjanjian Salomo,” di mana janji-janji kepada Daud diucapkan kembali kepada Salomo, namun dengan syarat-syarat penting mengenai integritas (kejujuran), keadilan, dan ketaatan sebagai tuntutan agar negeri tetap jadi miliknya (1 Raj. 9:2-9; lih. juga 2:4). Jika Israel berkali-kali tidak taat, dan jika bangsa ini melanggar ketetapan-ketetapan dalam Perjanjian Musa, mereka bisa kehilangan negerinya. Pada akhirnya, demikian juga dengan Israel dan Yehuda akan kehilangan negerinya, di sini si penulis mengaitkan hal itu dengan ketidaksetiaan mereka II Raj . 17:7-23; 24:3-4).
    Menyinggung tentang Perjanjian Daud yang mengabaikan syarat dengan Perjanjian Musa yang mengutamakan syarat, menimbulkan tuntutan-tuntutan betapa masing-masing raja harus bertanggung jawab mematuhi perjanjian itu agar berkat atau anugerah Allah bagi mereka tidak hilang. 85 Bagaimanapun juga, janji-janji itu sendiri tidak akan pernah tidak berlaku; pada akhirnya maksud Allah tentu tetap digenapi oleh kesinambungan kekuasaan garis keturunan Daud, kitab I dan II Raja-Raja sendiri menguatkan hal ini.
    Keberadaan anggota keturunan Daud dalam II Raja-Raja 25 memberikan harapan kepada Israel, namun kedudukannya - sebagai wakil Allah - yang lebih lemah secara efektif menjadi peringatan, bahwa pada akhirnya Allah-lah yang harus menjadi tumpuan kepercayaan bangsa Israel. Hanya melalui anugerah Allah, maka Yoyakhin atau raja-raja lainnya tetap bertahan.

3. KOMITMEN TERHADAP PERJANJIAN

    Seperti baru saja dicatat, raja (dan rakyat) dituntut menaati perjanjian yang Allah buat bersama Israel di Sinai. Itu dinyatakan jauh sebelumnya oleh Kitab Ulangan 17:18-19 yang menyebut tentang raja, dan perkara yang harus diperhatikan terus-menerus di seluruh kerajaan. Salomo diperintahkan menaati perjanjian itu (1 Raj. 3:14), sementara itu kejatuhan kerajaan di utara secara eksplisit dikaitkan dengan ketidaktaatan terhadap perjanjian tersebut (II Raj. 17:7-23; 18:12).
    Di antara raja-raja dalam I dan II Raja-Raja, yang mendapat pujian paling baik adalah Hizkia dan Yosia. Dikatakan bahwa keduanya menaati ketetapan-ketetapan dalam Hukum Musa:
    Ia percaya kepada Tuhan, Allah Israel, dan di antara semua rajaraja Yehuda, baik yang sesudah dia maupun yang sebelumnya, tidak ada lagi yang sama seperti dia. Ia berpaut kepada Tuhan, tidak menyimpang dari pada mengikuti Dia dan ia berpegang pada perintah-perintah Tuhan yang telah diperintahkan-Nya kepada Musa. (II Raj. 18:5-6)
    Sebelum dia tidak ada raja seperti dia yang berbalik kepada Tuhan dengan segenap hatinya, dengan segenap jiwanya dan dengan segenap kekuatannya, sesuai dengan segala Taurat Musa; dan sesudah dia tidak ada bangkit lagi yang seperti dia. (II Raj. 23:25)86
    Penilaian terhadap Yosia penting artinya. Di seluruh Perjanjian Lama, hanya sekali susunan kalimat yang tepat digunakan di sini - "dengan segenap hatinya dan dengan segenap jiwanya dan dengan segenap kekuatannya” muncul - yaitu dalam Ulangan 6:5, di mana Allah memerintahkan umat-Nya untuk “mengasihi Tuhan dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.” Seperti ditunjukkan Gerald Gerbrandt, Yosia dipuji dengan “ungkapan yang timbul dari pemahaman Israel tentang apa yang diharapkan Allah dari bangsa ini. Allah menuntut Israel menaati ketetapan yang terangkum pada perintah dalam Ulangan 6:5 yaitu untuk mengasihi Tuhan dengan segenap keberadaannya.”87 Yosia membaca dari Kitab Perjanjian (II Raj. 23:2), dia membaharui perjanjian itu (23:3), dan merayakan Paskah menurut perintah-perintah dalam Kitab Perjanjian (23:21).

4. PERSPEKTIF KENABIAN

    Di samping perhatian yang khusus terhadap raja-raja Israel dan Yehuda dalam I dan II Raja-Raja, terdapat penekanan serupa terhadap perspektif kenabian. (Lihat juga bagian di atas berjudul “Nabi-Nabi dan Nubuat dalam Kitab I dan II Raja-Raja"). Sebenarnya, satu karya mutakhir yang berpengaruh menganggap ada satu dokumen besar dinamakan "Catatan Para Nabi” (Catatan Kenabian) mulai dari Kitab I Samuel 1 sampai II Raja-Raja 10, pada bagian Kitab Suci ini terdapat perspektif kenabian yang menonjol.  Istilah nabi-nabi muncul sembilan puluh empat kali dalam I dan II Raja-Raja, sedang istilah "abdi Allah" (gelar kenabian) muncul enam puluh kali . Dalam I dan II Raja-Raja, para nabi selalu muncul untuk mengutuk raja-raja, dan mereka bertindak sebagai juru bicara Allah terhadap raja-raja ini maupun terhadap orang lain. Penggenapan atas apa yang dinubuatkannya juga merupakan bagian penting dari pesan I dan II Raja-Raja.
    Kutukan para nabi. Alkitab sering menggambarkan nabi seperti seorang sedang marah dan mengutuk pendirian yang mempengaruhi raja, dan banyak nabi dalam I dan II Raja-Raja cocok dengan gambaran seperti itu. Selain itu, para nabi secara konsisten menyampaikan sabda Allah untuk menyinggung situasi khusus. Contohnya antara lain: Ahia, nabi yang bernubuat bahwa Yerobeam akan mendapatkan sepuluh suku Israel (I Raj. 11), dan kemudian mengutuk karena ketidaktaatannya (ps. 14); Nabi Elia beberapa kali tanpa rasa takut menentang Ahab dan Izebel (ps. 17-19, 21), dan nabi Mikha juga menentang Ahab, meskipun menghadapi banyak musuh (ps. 22). Nabi-nabi ini mengutuk raja karena mereka tidak mau mengikuti ketetapan dalam Perjanjian Musa untuk taat dan setia hanya kepada Allah.
    Di samping penelusuran singkat terhadap tiap nabi dalam kitabkitab ini, kita melihat penulis I dan II Raja-Raja memberikan penilaian kepada raja-raja dengan kata-kata yang mengingatkan kepada ucapanucapan para nabi. Keruntuhan kedua kerajaan secara jelas diungkapkan dengan kata-kata seperti itu (II Raj. 17:7-23; 24:3-4), dan masing-masing raja secara konsisten dinilai apakah mereka benar di mata Tuhan atau mengikuti leluhurnya yang jahat dan berbakti kepada ilah-ilah lain.
    Penggenapan nubuat para nabi. Kita telah mencatat arti penting nubuat (perkataan kenabian) dan penggenapannya dalam I dan II RajaRaja (lihat bagian di atas yang berjudul “Karakteristik dan Tugas Nabi,” dan catatan 60-61). Pemberitaan firman Allah melalui para nabi, dan keterangan langsung tentang penggenapannya adalah bagian penting dari teologi kitab I dan II Raja-Raja.

5. PERTOBATAN DAN HUKUMAN

    Orang tidak dapat beranjak dari bacaan I dan II Raja-Raja tanpa mendapat kesan bahwa hukuman memainkan peranan utama dalam kedua kitab ini. Setelah kesatuan Israel terpecah menjadi dua kerajaan sebagai hukuman atas ketidaksetiaan Salomo kepada Allah (1 Raj. 11), dan keduanya jatuh di bawah kekuasaan asing sebagai hukuman atas dosa-dosa mereka (II Raj. 17:7-23; 24:3-4). Sejarah kedua bangsa mengikuti lintasan yang panjang dan menggelincirkan. Bagi para sarjana seperti Martin Noth, alasan mutlak (raison d'ĂȘtre) enu an kedua kitab ini adalah tema yang menjurus kepada kemerosotan serta tema menonjol tentang hukuman yang menyertainya. Bagaimanapun, seperti telah kita lihat, itu merupakan satu pandangan yang terlalu pesimistik.
    Menyertai tema tentang hukuman adalah pemberitaan yang menekankan pertobatan. 89 Akar kata SWB dalam bahasa Ibrani yang biasanya diterjemahkan “pertobatan” dan mengandung pengertian “berbalik” dari kejahatan kepada kebaikan. Kita bisa menemukan gagasan seperti itu begitu menonjol pada perikop-perikop kunci dalam Kitab I dan II Samuel serta I dan II Raja-Raja.
    Sebagai contoh, dalam kotbah perpisahannya, Samuel menasihati rakyat untuk taat kepada Tuhan (1 Sam. 12:14-15), dan dia mendesak mereka agar tidak “menentang Tuhan” serta tidak “mengejar dewa kesia-siaan yang tidak berguna” (ay. 20-21). Dalam doa penahbisan Bait Suci (I Raj. 8), lima kali Salomo menyebut bangsa ini (ay. 33, 35, 36, 47, 48, 58) berbalik kepada Allah (yakni “bertobat”). Tema yang diulang-ulang dalam doa ini adalah permohonan agar Allah memperhatikan umat-Nya ketika mereka berbalik kepada Dia dan berseru kepada-Nya, disebut sebanyak tujuh kali (ay. 30, 32, 34, 36, 39, 43, 45) dia memohon Allah untuk “mendengarkannya di surga" dan mengasihani mereka.
    Dalam tinjauannya yang bagus dan ringkas tentang bagaimana Israel bisa jatuh ke tangan Asyur, penulis menyebutkan kembali apa yang telah berulang-ulang dikatakan Allah kepada umat-Nya: “Berbaliklah kamu dari jalan-jalanmu yang jahat itu dan tetaplah ikuti segala perintah dan ketetapan-Ku, sesuai dengan segala undangundang yang telah Kuperintahkan kepada nenek moyangmu dan yang telah Kusampaikan kepada mereka dengan perantaraan hambahamba-Ku” (II Raj. 17:13). Dan melalui pujian yang tinggi terhadap Yosia, penulis memberi tahu kita bahwa tidak ada seorang pun seperti raja ini yang “berbalik kepada Allah dengan segenap hatinya” (23:35). Allah atau
    Seruan pertobatan ini bersumber pada kemurahan kebaikan-Nya. Artinya, Israel harus mempunyai tempat berpaling dan itu adalah Allah serta kebaikan yang menjadi karakter-Nya. Walter Brueggemann telah memperlihatkan bahwa tema tentang kebaikan Allah bisa ditemukan pada tahap-tahap kritis di seluruh Kitab Ulangan dan kitab-kitab selanjutnya."
    Dalam Kitab I dan II Raja-Raja, Salomo menegaskan tentang “janjijanji baik” Allah (harfiah, "segala yang baik yang telah dijanjikan") dan bahwa tidak satu pun yang tidak dipenuhi (I Raj. 8:56), janji serupa juga dinyatakan pada zaman Yosua (Yos. 21:45; 23:24-25). Ungkapan “segala yang baik yang telah dijanjikan” dalam pernyataan Salomo bukan hanya berorientasi pada masa lalu; ayat 57 melihat ke depan: “Kiranya Tuhan, Allah kita, menyertai kita sebagaimana la telah menyertai nenek moyang kita; janganlah la meninggalkan kita dan janganlah Ia membuangkan kita."
    Brueggemann mencatat bagaimana “janji-janji baik” Allah dinyatakan dengan cara-cara yang nyata atau bisa dilihat melalui garis keturunan Daud dalam I dan II Raja-Raja, 91 ini mengingatkan kita ke belakang pada tema tentang kerajaan Daud dan Kerajaan Allah yang telah dibahas di atas. Allah bukan hanya memberikan “janji-janji baik” kepada Israel, tetapi juga “segala kebaikan”, dan ini membuat mereka bersuka cita dan bergembira (I Raj. 8:66). Bahkan pada akhir Kitab II Raja-Raja, kita melihat bagaimana raja Babel berbicara secara baik-baik dengan Yoyakhin (25:28); arti harfiah istilah yang kita bicarakan ini adalah “baik,” seperti yang ditekankan Brueggemann, “Seisi rumah atau keturunan Daud tetap menjadi penerima kebaikan 'Yahweh'."

1 comment:

  1. How to Play Pai Gow Poker | BetRivers Casino - Wolverione
    Pai Gow Poker is an online version of a traditional communitykhabar table game novcasino in which players ventureberg.com/ place worrione.com bets in https://tricktactoe.com/ the background. Pai Gow Poker uses only the symbols from a

    ReplyDelete

Jika anda Ingin Membantu pelayanan ini, silahkan kirimkan bantuan anda dengan menghubungi email charinmarbun@gmail.com. Jika anda diberkati silahkan Tuliskan dalam komentar. Jika ada pertanyaan dan permohonan Topik untuk dibahas, silahkan tuliskan dikolom komentar. Terimakasih sudah membaca, Tuhan Yesus memberkati selalu.