Showing posts with label Josua hutagalung. Show all posts
Showing posts with label Josua hutagalung. Show all posts

Konsep Keselamatan dalam Tulisan Paulus

KESELAMATAN DALAM TULISAN PAULUS



Pendahuluan

Keselamatan merupakan penerapan karya Kristus terhadap kehidupan seseorang.  Oleh karena itu, doktrin keselamatan ini memiliki daya tarik dan hubungan khusus karena berkaitan langsung dengan kebutuhan seseorang yang paling penting.   Paulus dalam menyampaikan pendapatnya akan keselamatan selalu mengaitkannya dengan pemahaman orang Yahudi akan Taurat sebagai sumber keselamatan.  Bahkan dikalangan non-Kristen topik ini telah menjadi bahan mereka untuk menyerang iman kekristenan, dengan mengatakan bahwa Paulus adalah ”penyesat” ajaran keselamatan yang dibawa oleh Yesus dan disebarluaskan oleh para Rasul yang hidup bersama-sama Yesus.  

KONSEP KESELAMATAN DALAM TULISAN PAULUS

Kekristenan percaya bahwa tidak mungkin orang diselematan kalau tidak percaya kepada Kristus, yang telah mati di kayu salib.  Keselamatan tidak bisa diperoleh melalui usaha sendiri, baik dengan berbuat baik, persembahan, meditasi atau melalui cara-cara yang diluar Kristus, Paulus mengajarkan bahwa keselamatan bukanlah hasil upah dari perbuatan baik yang kita lakukan, melainkan karunia atau rahmat dari Allah di dalam Titus 3:5-6.  Keselamatan hanya diterima dan beri oleh Kristus melalui kematian-Nya di kayu salib.  Disinilah penulis ingin menguraikan pemahaman yang benar yang akan menolong kita untuk tetap teguh kepada kepercayaan kita semula dan bahkan menolong mereka yang mengalami keraguan. 




Pengertian Keselamatan

Kata umum dari keselamatan merupakan keadaan seseorang atau perihal mengenai kesejahteraan baik itu keluarga, sahabat bahkan keselamatan secara pribadi.  Keselamatan mencakup kesehatan dan kemakmuran atau bebas dari bahaya penyakit.  Dalam persekutuan umat pilihan Allah, yang tertawan merupakan pengalaman yang nyata yang daripadanya kelepasan mutlak diperlukan, dan gagasan-gagasan tentang keselamatan terutama yang bersifat kesukaan dan duniawi.  Di dalam PL keselamatan mempunyai unsur-unsur baik yang tertuju kepada manusia maupun yang tertuju kepada Allah.

Keselamatan merupakan anugerah yang disediakan oleh Allah yang adil.  Penerima tidak boleh membanggakan diri kepada Allah karena telah menerima keselamatan, seseorang yang telah diselamatkan berbalik dari dosa kepada Allah dan menjadi milik-Nya, dasarnya adalah meletakkan kepercayaan didalam pengorbanan Yesus Kristus yang telah mati di kayu salib (Rm 10:9-10).  Berbalik dari dosa kepada Allah adalah memberikan hidup kepada Yesus dan menjadi anak-anak Allah.  Keselamatan merupakan jamin kehidupan yang kekal bersama Yesus Kristus di surga, karya Allah melalui Roh Kuduslah yang memeteraikan keselamatan bagi orang-orang percaya kepada Kristus sehingga memiliki jaminan akan semua yang sediakan untuknya, tentunya untuk keselamatan kekal (2 Kor 1:20-21, Ef 1:13-14).  Jadi keselamatan sepenuhnya adalah Karya Allah dan manusia tidak memiliki andil dalamnya, termasuk perbuatan baik pun bukan jaminan keselamatan.

Keselamatan Menurut Agama-Agama Lain

Menurut agama Islam, keselamatan berarti pahala atau hukuman yang diberikan oleh Allah. Allah menentukan keselamatan manusia dengan mengadilinya sesuai denga sikapnya terhadap Allah dan perintah-perintah-Nya.  Keselamatan dalam Islam bersifat terutama eskatologis.  Iman akan hari kiamat maupun rukun iman, disamping iman akan Allah, akan malaikat dan rasul-rasul-Nya kitab-kitab suci, dan akan qobar, ketetapan Allah mengenai baik dan buruk dalam hidup (Q.2:177).  Keselamatan merupakan pahala untuk hidup di dunia dan kebebasan dari hukuman surga dan neraka.  Dalam Islam manusia adalah yang paling luhur dari segala ciptaan.  Jalan umum keselamatan bagi orang Muslim adalah mengikuti perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya, serta mentaati hukum-Nya. 

Kepercayaan agama Hindu, keselamatan merupakan pengetahuan tentang Brahma sebagai syarat dalam memperoleh keselamatan tersebut.   Ada empat cara untuk memperoleh keselamatan dalam agama Hindu, terserah pada setiap orang untuk memilih jalan mana yang akan di ambil, meskipun beberapa diantara lebih rumit untuk ditempuh.  Keempat jalan keselematan dalam Hindu adalah saran yang digunakan setiap orang untuk menentukan kebebasan akhir dari hidup di dunia.

Jadi, untuk mengartikan keselamatan menurut pandangan agama-agama lain terdapat suatu kecenderungan yang tidak terhindarkan untuk mempengaruhi keselamatan setiap indvidu yang menganut agama masing-masing.  Keselamatan yang merupakan tujuan akhir untuk memperoleh hidup yang damai di akhir nanti, cara-cara yang dilakukan oleh agama-agama yang ada merupakan upaya yang digunakan untuk memperoleh keselamatan, namun ada kontradiksi dengan apa yang dikatakan oleh Yesus sebagai Juruselamat bagi orang Kristiani.  Orang Kristen percaya bahwa keselamatan bagi jiwa hanya diperoleh melalui Yesus Kristus.  Kematian-Nya dikayu salib bagi umat manusia sehingga untuk memperoleh keselamatan harus mengakui Yesus sebagai jalan satu-satunya.

Keselamatan Dalam Tulisan Paulus

Keselamatan dalam teologi Paulus lebih dikenal dengan tema ”pembenaran” (dikaiosis) yang terutama dikembangkan dalam kitab Roma dan Galatia.  Kata dikaiosis sendiri hanya terdapat dalam Rom.4:25 dan 5:18.  Sedang kata kerja ”membenarkan” (dikaioun) digunakan 15 kali dalam Roma dan 8 kali dalam Galatia.  Disamping itu dalam Korintus hanya terdapat dalam 1Kor.4:4 dan 1Kor.6:11.  

Secara harafiah selamat atau keselamatan, dalam bahasa Ibrani Yesu’a dan Yunani Soteria, berarti tindakan atau hasil dari pembebasan atau pemeliharaan dari bahaya atau penyakit, mencakup keselamatan dan kemakmuran.  Pergeseran arti ”keselamatan” dalam Alkitab, bergerak dari ikhwal fisik ke kelepasan moral dan spiritual.  Tetapi oleh karena seluruh ajaran Paulus mengenai pembenaran selalu ditempatkan dalam rangka soteriologinya, maka dalam pembahasan selanjutnya penulis akan menggunakan istilah pembenaran dan keselamatan dengan maksud adalah soteria menurut Paulus. 

Istilah Yunani “membenarkan” adalah dikaioo. Kata benda dikaiosune dapat diterjemahkan dengan kata “pembenaran”.  Kata sifat dikaios dapat diterjemahkan “adil” atau “benar”. Beberapa pakar, khususnya dari kalangan Katolk, mengemukakan bahwa pengertian dikaioo adalah “menjadikan benar”, dan dikaiosune menunjukkan kualitas etis dari kebenaran itu.  Yang melatarbelakangi doktrin Paulus adalah Perjanjian Lama.  Kebenaran (tsedeq, tsedaqa) dalam PL utamanya tdak menunjukkan kualitas etis. Orang yang benar (tsaddiq) adalah manusia yang mematuhi aturan yang ada.  Kata kerja “menjadi benar” (tsadaq) berarti mematuhi aturan yang ada dan dalam bentuk tertentu, berarti “menyatakan benar” atau “membenarkan.”    Banyak pakar Perjanjian Lama menyatakan bahwa tsedeq lebih menyangkut hubungan dari pada kualitas etis.  Jadi Tamar, seorang pelacur, lebih benar dari Yehuda karena dia mematuhi norma-norma tersebut (Kej. 38:26).  Boleh disimpulkan bahwa kebenaran adalah konsep hubungan. Seorang dinyatakan benar bila memenuhi tuntutan-tuntutan dari hubungan yang ada padanya. Norma atau standar kebenaran sama sekali tergantung kepada Allah. Dia yang menentukan standar atau norma tersebut.

Dalam Roma 1:16, Paulus mengatakan bahwa Injil adalah “kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya.”  Berita pengharapan dan pembebasan semacam itu akan menimbulkan perasaan responsif dalam hati kebanyakan orang yang hidup pada zamannya.  Ketika berbicara mengenai Mesias yang akan datang, Yesaya menjanjikan bahwa orang itu akan menegakkan damai dan keamanan di seluruh bumi (Yes. 11:4) sedemikian rupa hingga keadaan tersebut akan seperti suatu ciptaan yang baru.  Dan ini dikembangkan dalam 3:22 dst yang menguraikan pekerjaan Allah dalam Kristus bagi orang-orang berdosa.  “Kebenaran Allah” harus dipahami sebagai “watak Allah yang benar”.  Justru karena Ia benar maka Ia membenarkan orang yang percaya kepada Yesus (Rm. 3:26).  Walaupun istilah “kebenaran” bercorak hukum, namun pengertian tentang kebenaran telah didasarkan pada pemahaman bahwa watak Allah senantiasa adil. 

Paulus juga percaya bahwa keselamatan akan merupakan suatu masa ketika akhir zaman merangkumkan permulaan sejarah, terkecuali bahwa bagi dia zaman keemasan tersebut bukan lagi bernuansa masa depan, namun hadir pada masa kini bersama dengan Kristus.  Oleh karena itu, orang-orang Kristen adalah umat akhir zaman.  Pernyataan-pernyataan bahwa akhir zaman adalah realitas masa kini di dalam Kristus berlimpah dalam surat-suratnya (Rm. 11:14; Ikor. 1:18, 21; 7:16; II Kor. 2:15; Ef. 1;13).    Dan dalam Kristus, zaman yang akan datang itu telah berada di sini (keselamatan sudah hadir). 

Khususnya dalam kalangan orang-orang Protestan, adalah pembenaran dan pengudusan.  Contoh ini secara menegaskan bahwa pembenaran (peristiwa iman pada kematian dan kebangkitan Kristus) mendahului pengudusan (proses untuk menjalani hidup yang kudus), bukan kebalikannya (pengudusan mendahului pembenaran).   Namun, di luar hal itu, ada perdebatan besar tentang bagaimana seharusnya kedua doktrin ini berhubungan.  Mungkin seseorang berkata dengan tepat bahwa orang-orang Calvinis cenderung untuk membedakan di antara keduanya, sedangkan orang-orang Arminian cenderung menggabungkan keduanya.  Gagasan teologis kedua yang berusaha memahami ajaran Paulus tentang keselamatan dinyatakan dalam istilah lodus “indikatif/imperatif” dari realitas.  Rudolf Bultmann memasyarakatkan model ini satu generasi yang lalu.  Intisari dari pendekatan ini adalah bahwa orang-orang Kristen seharusnya menjadi (modus imperatif, belum diselamatkan) apa yang seharusnya mereka akan jadi (modus indikatif, sudah diselamatkan).  

Kebenaran juga dapat dimengerti dari segi hukum atau legal.  Yang Allah menyatakan benar adalah benar.  Dia adalah hakim yang menyatakan benar atau bersalah (Ul 25:1) Yang sangat mengherankan kepada orang Yahudi dalam tulisan Paulus adalah bahwa orang berdosa dapat dibernarkan oleh Allah tanpa melalui Hukum Taurat (Hukum Taurat adalah norma kebenaran yang dipakai oleh orang Yahudi).  Untuk Paulus pembenaran bukanlah sesuatu yang mengimbangi perbuatan baik seorang dengan perbuatannya yang salah (inilah pandangan Yahudi).  Hukum Taurat hanya dapat membenarkan seseorang bila dia tidak melanggar satu hukum di dalamnya (Rom 2:13).  Dari pada membawa pembenaran, Hukum Taurat membawa hukuman karena melaluinya kehendak Allah yang suci dan pandangannya mengenai dosa dijelaskan (Rom 3:20).  Sama sekali mustahil seorang dibenarkan oleh perbuatan Hukum Taurat (Gal 2:16, 3:11).  Dasar pembenaran bukan Hukum Taurat, tetapi kematian Yesus (Ro 9:5; Gal 2:21 dan Rom 3:21-26).  Seandainya Hukum Taurat mampu membenarkan manusia, maka kematian Kristus tidak bermanfaat (Gal 2:21).  Pencurahan darah Yesus, yaitu kematianNya sebagai korban, yang membuka jalan pembenaran yang sekarang dapat menjadi karunia kepada manusia.

Dalam Buku Teologi Sistematika yang membahas doktrin keselamatan, dikatakan bahwa soteriologi memberikan presuposisi pengetahuan tentang Allah sebagai sumber tertinggi kehidupan, kekuatan dan kebahagiaan umat manusia dan juga ketergantungan manusia sepenuhnya kepada Dia untuk masa sekarang dan yang akan datang.  Soteriologi hanya dapat dipahami dengan tepat berdasarkan keadaan manusia yang semula sebagaimana diciptakan menurut gambar dan rupa Allah dan gangguan yang kemudian terjadi dalam hubungan antara manusia dan Allah oleh karena masuknya dosa ke dalam dunia.   

Keselamatan disediakan sebagai anugerah dari Allah yang adil, yang berbuat dalam rahmat kepada pendosa yang tidak layak.  Pendosa yang oleh anugerah iman mengampuni dosa-dosanya, mendamaikan dia dengan diri-Nya sendiri di dalam dan melalui Kristus yang sudah ”membuat perdamaian melalui darah salib-Nya” (2Kor.5:18;Rom.5:11;Kol.1:20), mengangkatnya menjadi keluarga-Nya (Gal.4:5 dab; Ef.1:13; 2 Kor.1:22) memberinya materai, kesungguhan, dan buah sulung dari Roh-Nya didalam hatinya, dan dengan demikian menjadikannya makhluk baru.  Oleh Roh yang sama sarana keselamatan berikutnya memampukan dia berjalan dalam kehidupan yang baru, sambil makin mematikan perbuatan-perbuatan daging (Rom.8:13) sampai akhirnya ia dijadikan sama dengan Kristus (Rom.8:29) dan keselamatannya digenapi dalam kemuliaan (Flp.3:21). 

Pokok soteriologi Paulus adalah ”prinsip kesatuan” : Karena Kristus bersatu dengan manusia dalam kematian, maka manusia bersatu dengan Kristus dalam kebangkitan. ”Allah mengutus putra-Nya sendiri dalam kesamaan daging dosa dan karena dosa” (Rom.8:3) ” Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2Kor.5:21).  Tetapi kesatuan Kristus dengan kita dalam kematian merupakan dasar untuk kesatuan kita dengan Kristus dalam kehidupan.  ”Kami tahu, bahwa Ia, yang telah membangkitkan Tuhan Yesus, akan membangkitkan kami juga bersama-sama dengan Yesus (2Kor.4:14),” atau dengan kata lain : Yesus Kristus, menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya (2Kor.8:9).  Dasar teologi pembenaran adalah kesatuan Kristus dengan manusia.  Dan dikatakan bahwa kematian dan kebangkitan Kristus adalah jaminan Allah akan kebangkitan yang akan datang, permulaan daripada kebangkitan akhir, yaitu sebuah fakta sejarah yang memberi makna pada masa depan kita. 

Dasar pembenaran bukanlah ketaatan kepada hukum Taurat, melainkan kematian Kristus.  Kematian-Nya adalah manifestasi kasih Allah yang tertinggi bagi orang-orang berdosa, dan sekaligus menjadi dasar jaminan pembenaran itu; “Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya” (Rm. 5:9).  Dasar penerimaan kita bukan perbuatan kita, atau iman kita, atau pekerjaan Kristus di dalam kita, melainkan karya yang secara objektif telah dilaksanakan-Nya bagi kita.  Dengan kata lain, jika manusia dapat dibenarkan melalui Taurat, maka kematian Kristus itu sia-sia (Gal. 2:21).

Kematian Kristus sebagai dasar pembenaran dikemukakan secara terperinci dalam Roma 3:21-26.  Manusia “oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.  Jadi, dasar pembenaran adalah kematian Kristus, dan sarana yang olehnya pembenaran itu menjadi efektif bagi setiap orang adalah iman.  Pembenaran adalah pemberian yang dikaruniakan yang harus diterima melalui iman (Rm. 3:24,25).

Dalam pemikiran reformasi, istilah “pembenaran” dan kata kerja “membenarkan” mempunyai arti “masuk ke dalam suatu hubungan yang benar dengan Allah”, atau mungkin juga “dijadikan benar di hadapan pandangan Allah”.  Ajaran pembenaran dilihat sebagai berhubungan dengan pertanyaan tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang individu supaya diselamatkan.  Kebangkitan humanisme menghasilkan suatu penekanan baru atas kesadaran individual dan suatu kesadaran baru akan individualitas manusia. 

Konsep penebusan adalah ide yang inti dalam kematian Kristus.  Singkatnya, kematian Kristus meyelesaikan perkara dosa manusia dan membuat manusia dapat bersekutu sekali lagi dengan Allah.  Tema kematian Kristus adalah utama pada gereja mula-mula (1 Kor. 15:3).  Dalam hampir setiap suratnya Paulus berbicara mengenai kematian Kristus. Kematian: Rm. 5:6; 8:34; 1 Kor. 8:11.  Darah-Nya: Rm. 3:25; 5:9; Kol. 1:20.  Salib-Nya: 1 Kor. 1:17-18; Gal. 5:11; Flp. 2:8.  Penyaliban-Nya: 1 Kor. 1:23; Gal. 3:1; 2 Kor. 13:4. 

Hal yang pertama yang dapat dikatakan mengenai kematian Kristus adalah bahwa kematian-Nya merupakan pernyataan utama dari kasih Allah.  Walaupun latar belakang penebusan adalah sistem korban, tidak pernah dapat dikatakan bahwa penebusan Kristus diperlukan untuk memadamkan murka Allah dan mengubah Dia dari Allah yang penuh amarah menjadi Allah yang baik.  Salib tidak hanya menunjukkan kasih Kristus, tetapi juga kasih Allah.  2 Kor 5:19. (Rom 5:8; 8:3; 8:32).  Bagi Paulus, salib merupakan bukti terakhir akan kasih Allah terhadap manusia.  Paulus tidak membedakan di antara kasih Allah dan kasih Kristus (Gal 2:20; 2 Kor 5:14; Efe 5:25).  

Tetapi walaupun kita melihat kasih Allah di salib, kita juga perlu tahu bahwa karena murka Allah terhadap dosa penebusan itu perlu.  Dosa itu pasti kena murka Allah (Rom 3:21ff; 1:18; dll).  Bagi Paulus tidak ada kontradiksi di antara kasih Allah yang menebus dan murka Allah terhadap dosa.  Dosa tidak dihukum berdasarkan suatu prinsip, tetapi berdasarkan kehendak Allah yang tidak dapat bertahan dengan kesalahan (Gal 6:7).  Murka adalah tanggapan Ilahi terhadap dosa dan mempunyai dasarnya dalam siapakah Allah itu.  Selain ada murka Allah, pengampunan Allah tidak berarti.  Yang mau ditekankan di sini adalah bahwa kasih Allah merupakan sumber penebusan; penebusan Kristus tidak mengubah murka menjadi kasih.

Proses Penyelamatan 

Penyelamatan adalah proses, cara, perbuatan yang menyelamatkan. Paulus mempercayai bahwa Berdasarkan penelusuran terhadap teks-teks dari surat-surat yang dianggap sungguh-sungguh ditulis oleh Paulus, yakni 1 & 2 Korintus, Roma, 1 Tesalonika, Galatia, Filipi dan Philemon, Anthony J.  penebusan yang dikerjakan Allah dilakukan melalui kematian dan kebangkitan Yesus, serta dicurahkannya Roh Kudus.   Berita keselamatan yang dibawakan oleh rasul paulus juga mempercayai bahwa karya penyelamatan terjadi melalui karya Anak Allah yang telah mati di salibkan, bagi setipa orang yang beriman atau percaya kepada Yesus Kristus sang Anak Allah, maka akan memperoleh keselamatan melalui tindakan pembenaran Allah.

Tujuan Penyelamatan

Tujuan penyelamatan adalah memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan baik dalam keadaan yang mendesak maupun tidak.  Penyelamatan yang Allah lakukan kepada manusia merupakan misi Allah dari keberdosaan manusia untuk mendamaikan Allah dengan manusia. Dalam hal ini kita dapat melihat bahwa adanya tujuan karya penyelamatan yang di lakukan Allah yaitu pendamaian, dimana yang dahulunya manusia terikat dari dosa dan di selamatkan oleh Allah untuk mendamaikan Allah dengan manusia, meskipun yang melakukan penyelamatan adalah Allah dan bukan manusia, sehingga dikatakan bahwa manusia yang berdosa “telah di selamatakan dengan cuma-cuma melalui anugerah” (Roma 4: 16).  

Yesus tidak mati untuk DiriNya sendiri atau hanya mati saja sebagai peristiwa dalam sejarah.  Dia mati untuk kita (1 Tes. 5:9; Rom 5:8; 8:32; Ef. 5:2; Gal.3:13).  Perlu kita memperhatikan bahwa Yesus tidak mati sebagai “wakil” manusia.  Dia mati mengganti kita (karena kematianNya, saya tidak akan mati).  Karena Yesus mengalami hukuman dosa dan penghakiman Allah mengganti orang berdosa, orang itu tidak perlu mengalami hukuman dahsyat itu.  Dia yang tidak mengenal dosa dan karena itu tidak perlu mati.  KematianNya bukan karena dosaNya sendiri, tetapi dilakukan supaya orang lain yang bersalah dan layak mati tidak perlu mati.

Hasil utama dari pendamaian adalah bahwa manusia memperoleh damai dengan Allah (Roma 5:1).  Ini bukan suatu perasaan damai dalam hati manusia; damai ini berada karena tidak ada lagi ancaman murka Allah.  Perasaan damai (damai subyektif yang berada dalam hati manusia) adalah hasil karya pendamaian.  Hasil lain dari proses pendamaian adalah bahwa manusia sekarang bisa mempunyai damai satu dengan yang lain.  Tembok pemisah di antara Yahudi dan bukan Yahudi sudah dirontohkan (Efe 2:14-16).  Kristus adalah damai kita.  Kita melihat bukti lain mengenai sifat obyektif dari pendamaian.  Itu adalah bahwa kita diperintahkan memberitakan Injil kepada semua manusia (2 Kor 5:18).  Karena pekerjaan pendamaian sudah selesai, maka kita dapat memberitakannya kepada manusia.

 Pembenaran adalah pernyataan bahwa orang percaya benar di hadapan Allah, pendamaian adalah pemulihan hubungan orang yang dibenarkan kembali kepada persekutuan dengan Allah.  Pendamaian perlu karena dosa telah memutuskan hubungan di antara Allah dan manusia dan manusia perlu didamaikan dengan Allah.  Di dalam 2 Kor 5 dan Rom 5, kita harus menyimpulkan bahwa pendamaian adalah suatu yang sama sekali bersifat obyektif, yaitu bukan suatu perubahan dalam sikap manusia terhadap Allah tetapi suatu tindakan nyata yang dilakukan oleh Allah bagi manusia.  Rom 5:10 dan 8 menjelaskan bahwa karya ini dilakukan sewaktu kita masih dalam dosa.

Kesimpulan 

Pada akhirnya secara tegas Paulus mengatakan bahwa ”tidak seorang pun dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat (Rom.3:20; Gal.2:16), argumentasi yang dikemukannya adalah karena tidak ada orang yang (dengan sempurna) mengalami Taurat, dan juga andaikata orang mentaati Taurat dengan sepenuhnya, tidak ada gunanya sebab kebenaran datang hanya karena iman.  Dalam menyampaikan kabar keselamatan (pembenaran) Paulus menggunakan metode metafor, yaitu melalui penggambaran keselamatan kedalam tiga gambaran yaitu gambaran ”perdamaian” yang dikembangkan terurama dalam Rom.5:10-11; 2Kor.5: 18-20.  Gambaran ”pembenaran” dalam Rom.3:25.  Gambaran ”penebusan” yang terdapat terutama dalam Rom.3:24; 8:23; 1Kor.1:30.  Inilah menjadi kekuatan bagi berita keselamatan menurut Paulus, Yesus adalah pusat dan sumber keselamatan yang melayakkan orang yang seharusnya tidak layak untuk menerima keselamatan.  Secara tegas Paulus hendak mengatakan, diluar Kristus tidak ada keselamatan.

Ketergantungan kepada Taurat untuk mencapai keselamatan akan mengarahkan manusia untuk menggantungkan keselamatan kepada kemampuan dan kekuatannya sendiri, apabila pemahaman ini yang berkembang maka Yesus Kristus menjadi tidak lagi penting.  Inilah yang ditolak secara tegas oleh Paulus.  Bahkan pada akhirnya Ia mengatakan bahwa ”bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (Flp.1:21). 





DAFTAR PUSTAKA

Berkhof, Louis. Teologi Sistematika Volume 4: Doktrin Keselamatan. Surabaya: Momentum, 2014.

Bultmann, Rudolf. The Theology of the Testament. New York: Charles Scribner’s, 1951.

Conn, Harvie M. Teologia Kontemporer. Malang: Literatur Saat, 2008.

Dhavamony, Mariasusai. Fenomenologi Agama. Yogyakarta: Kanisius, 2006.

Douglas, J. D. The New Bible Dictionary Edisi Terjemahan. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2002.

Erickson, Millard J. Teologi Kristen Volume Tiga. Malang: Gandum Mas, 2004.

Guthrie, Donald. Teologi Perjanjian Baru2: Misi Kristus, Roh Kudus, Kehidupan Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.

Knitter, Paul F. Pengantar Teologi Agama-Agama. Yogyakarta: Kanisius, 2008.

Ladd, George Eldon. Teologi Perjanjian Baru Jilid 2. Bandung: Kalam Kudus, 1999.

McGrath, Alister E. Sejarah Pemikiran Reformasi. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.

Pate, C. Marvin. Teologi Paulus Tentang:Kristologi, Soteriologi, Antropologi, Pneumatologi, Eklesiologi, Eskatologi. Malang: Gandum Mas, 2004.