Pardomuan Marbun
Ulangan 6:5 “Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. 6:6 Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, 6:7 haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.”
Setiap orang dalam keluarga mendambakan kebahagiaan. Tentunya tidak ada satu orangpun di dalam sebuah keluarga yang menginginkan keluarganya tidak bahagia. Kebahagiaan adalah harapan setiap orang untuk terjadi dalam keluarganya, baik itu orangtua (ayah, ibu) maupun anak-anak. Namun dalam kenyataannya tidak semua keluarga mengalami dan merasakan kebahagiaan dimana orangtua menyakiti anak-anaknya maupun sebaliknya anak-anak menyakiti orangtua. Hal ini menjadi masalah yang sering terjadi dalam keluarga-keluarga masa kini, tidak terkecuali keluarga Kristen.
Dalam hubungan orangtua dan anak, keluarga merupakan tingkat pertama dimana anak mempelajari segala sesuatu yang tidak diketahuinya. Proses belajar dilakukan dengan mulai meniru dan menerapkan apa yang dilakukan oleh anggota keluarga, terutama orang tua. Perilaku dan pola asuh orang tua terhadap anak akan berpengaruh dalam proses pertumbuhan anak terutama dalam proses pembentukan kepribadian anak tersebut. Dalam pertumbuhan proses tumbuh-kembang anak, orang tua memiliki peranan untuk mendampingi dan memahami kehidupan anak-anak. Oleh karena itulah Allah memberikan perintah kepada orang Tua untuk mengajar anak setiap saat tentang terang firman Tuhan, mendidik anak-anak dengan kebenaran Firman Tuhan (Ams 22:6, Ef. 6:4).
Namun pada kenyataan yang ada acapkali para orang tua tidak menjalankan tugasnya dengan benar. Banyak orang tua tidak menjadi teladan yang baik dalam mendidik anak-anak. Orangtua bersikap otoriter dan terlalu memaksakan kehendaknya serta tidak memberikan ruang kepada anak untuk mengutarakan pendapatnya. Bahkan tidak sedikit orangtua yang menyakiti hati anak-anaknya, dengan cara memarahi tanpa alasan, serta secara tidak sadar memberikan teladan yang buruk bagi anak-anaknya. Teladan buruk ini dapat berupa orangtua yang emosional, berkata kasar, merokok, berbohong di depan anak, dan bahkan orangtua tidak membawa anak-anak kepada Tuhan sejak dari lahir. Tentu semua teladan yang buruk akan membawa dampak buruk bagi anak-anak di masa depan. Dampak buruk itu tentunya juga akan membawa kehancuran bagi masa depan keluarga.
Allah tahu betapa pentingnya keteladanan orangtua bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Oleh karena itulah Allah memberikan perintah kepada orangtua untuk terlebih dahulu mengasihi Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa, dan dengan segenap akal budi (Ul.6:5). Perintah untuk mengasihi Tuhan diberikan terlebih dahulu kepada orangtua sebelum perintah untuk untuk mengajarkannya kepada anak-anak. Melalui hal ini kita dapat mengerti bahwa hal pertama yang perlu dipastikan terlebih dahulu adalah orangtua yang mengasihi Tuhan. Ini berarti ayah ataupun ibu sebagai orangtua harus membangun imannya terlebih dahulu kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh.
Mengasihi Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap kekuatan berarti mengasihi Tuhan dengan seluruh totalitas kehidupan. Oleh karena itu orangtua yang mengasihi Tuhan akan terpancar dari kehidupan imannya sehari-hari. Kehidupan iman yang mengasihi Tuhan ini akan nyata dalam mezbah doa yang dibangun setiap hari, perkataan dan perbuatan, pembacaan firman Tuhan serta cara hidup yang takut akan Tuhan. Ini berarti orangtua dapat menunjukkan keteladanan iman kepada anak-anaknya.
Terciptanya kehidupan orangtua yang mengasihi Tuhan, maka perintah berikutnya adalah mengajarkan berulang-ulang kepada anak-anak. Orangtua diperintahkan untuk mengajarkan anak-anak akan iman kasih kepada Tuhan dalam setiap waktu dan kesempatan. Alkitab dengan jelas menyebut berbagai macam kesempatan bersama yang dimiliki orangtua dengan anak-anak yaitu ketika duduk di rumah, dalam perjalanan, waktu bangun, berbaring, mengikatkannya pada tangan, di dahi dan pada tiang pintu rumah. Hal ini merujuk kepada setiap kesempatan harus digunakan oleh orangtua untuk mengajar dan memberi teladan akan Kasihnya kepada Tuhan. Dengan demikian setiap waktu dan kesempatan bersama antara orangtua dengan anak-anak harus menjadi pelajaran bagi anak-anak. Itu berarti orangtua dituntut hidupnya menjadi teladan dalam segala hal bagi anak-anaknya, terutama dalam hal imannya kepada Tuhan. Saya percaya, jika masing-masing orangtua telah melakukan bagiannya dengan mengasihi Tuhan dan menjadi teladan bagi anak-anaknya, maka anak-anak akan bertumbuh dan berkembang ke arah yang sama yaitu kepada Tuhan.
Hal inilah yang akan paling membahagiakan dalam keluarga terutama bagi orangtua di masa tua, yakni jika anak-anak sesudah besar dan mandiri namun tetap memiliki iman yang kokoh dan teguh kepada Tuhan yang sama dengan orangtuanya yaitu kepada Tuhan Yesus Kristus. Akan sangat mengecewakan bahkan menyakitkan jika di masa tua sebagai orangtua, memiliki anak-anak yang berhasil dalam usaha, pendidikan dan karir, namun mereka meninggalkan imannya kepada Tuhan. Mereka tidak lagi percaya kepada Tuhan atau mereka berpindah kepercayaan kepada agama yang lain. Tetapi akan sangat menyenangkan jika di masa tua bersama anak-anak dan mungkin cucu-cucu masih tetap beribadah bersama kepada Tuhan. Hal ini tidak dapat dibayarkan dengan apapun. Oleh karena itu, bagi setiap orangtua, jadilah teladan iman bagi anak-anakmu sedini mungkin.
Luar biasa Pak 🙏
ReplyDeleteTerimakasih, semoga jadi berkat.
Delete