PENGAMPUNAN JAMINAN BERTAHANNYA KELUARGA


PENGAMPUNAN JAMINAN  BERTAHANNYA KELUARGA

Oleh: Charisma Melniatri

Lukas 17:3-4“17:3 Jagalah dirimu! Jikalau saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia, dan jikalau ia menyesal, ampunilah dia. 17:4 Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia.".

    Peribahasa umum mengatakan bahwa “ tak ada gading yang tak retak.” Hal ini biasanya berarti bahwa tidak ada sesuatupun yang sempurna. Jika hal ini dikaitkan dengan pribadi orang dapat berarti tidak seorangpun yang tidak mempunyai kelemahan, tidak seorangpun yang tidak pernah salah. Meskipun seseorang berusaha sekeras mungkin untuk melakukan yang benar, namun pasti pernah salah. Ketidaksempurnaan ini tentunya juga ada dalam diri setiap anggota keluarga, baik suami, isteri maupun anak-anak. Oleh karena itulah sering terjadi konflik yang diakibatkan oleh kecewa, sakit hati akibat kesalahan dari salah satu anggota keluarga kepada anggota keluarga lainnya.

PENGAMPUNAN JAMINAN  BERTAHANNYA KELUARGA

    Pengampunan itu menjadi sangat penting di dalam kehidupan keluarga. Pengampunan berhubungan erat kaitannya antara kita dengan Tuhan. Manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa, ia sudah bertobat dan menerima pengampunan, namun naturnya sebagai manusia masih tetap. Oleh karena itu, secara realita pengampunan masih tetap diperlukan, karena manusia masih terus saling mengampuni, karena masih selalu saling menyakiti dan melakukan kesalahan. Pengampunan berhubungan dengan natur manusia sebagai makhluk yang berelasi terlebih dalam keluarga yang menjadi kebutuhan dari manusia itu. Jika dengan Allah saja kita bisa terputus hubungannya dan melanggar kehendak-Nya, terlebih jika dengan sesama di dalam keluarga, antara istri dengan suami, orangtua dan anak.

Dalam hubungan sesama manusia secara khusus dalam keluarga tidak bisa dielakkan bahwa setiap orang membawa pandangan negative dari dirinya sendiri, sehingga ketika seseorang menyampaikan/melakukan sesuatu sekalipun hal itu positif maka kita terkadang menangkapnya negative, sekalipun benar bagi kita, namun bagi anggota keluarga lainnya bisa salah. Oleh karena itulah, pertentangan, perbedaan dan ketidaksepahaman adalah sesuatu tindakan yang tidak dapat dielakkan. Oleh karena itu sering hal ini menjadikan kita sakit hati, kepahitan dan tidak mengampuni. Hal inilah yang juga terkadang kita lupa, bahwa dalam setiap hubungan kita pasti selalu terjadi perbedaan dan konflik. Namun kesadaran akan hal ini terkadang lupa sehingga membuat setiap pribadi dalam keluarga mempertahankan ego dan pendapat sendiri. Padahal jelas sekali kalo kita menyadari di dalam setiap konflik yang ada, pastilah ada yang dirugikan dan dikecewakan. Maka dari itu, seharusnya hal ini membawa kita kepada kesadaran, bahwa perbedaan pemahaman dan konflik bisa saja terjadi setiap hari di dalam keluarga. Kita juga menyadari bahwa setiap anggota keluarga bisa saja melakukan hal yang mengecewakan, bisa saja membuat kita sakit hati. Namun keputusan ada di dalam setiap pribadi anggota keluarga apakah akan memilih mengampuni mereka yang menyakiti, mereka yang mengecewakan atau justru memilih sakit hati dan mempertahankan sakit hati itu sehingga hal itu menjadi pemecah yang dapat menghancurkan keharmonisan keluarga bahkan sampai pada tingkat perceraian antara suami dan istri.

Pentingnya akan pengampunan ini menjadi perhatian khusus Yesus, sehingga Ia memberikan nasehat untuk mengampuni saudara yang berbuat dosa. Lebih lanjut Yesus bahkan menekankan jikalau saudara itu berbuat dosa tujuh kali sehari, maka kita dinasehatkan untuk tetap mengampuni. Melalui hal ini kita dapat mengerti bahwa jika seseorang dapat melakukan kesalahan yang menyakiti kita berulang-ulang dalam satu hari, tentu ini lebih memungkinkannya terjadi dalam keluarga. Oleh karena itu, pengampunan menjadi sangat penting dalam kehidupan dan keberlangsungan keluarga.

Mengampuni berarti melepaskan orang lain dari hutang kesalahannya. Hal ini dapat juga berarti menerima orang lain apa adanya. Tentunya pengampunan ini tidak dapat dilepaskan dari kasih. Kasih dari Allahlah yang memampukan kita mengampuni satu dengan yang lain. Hal ini jugalah yang dialami oleh Yusuf ketika bertemu dengan saudara-saudaranya (Kej.45:1-15). Yusuf menerima saudara-saudaranya kembali apa adanya, sekalipun dia telah disakiti oleh saudara-saudaranya di masa lalu. Namun kasih yang dimiliki oleh Yusuf melenyapkan sakit hatinya dan memampukan Yusuf untuk menerima saudara-saudaranya sehingga membuat keluarganya utuh kembali. Sebaliknya jika Yusuf tetap mempertahankan sakit hatinya dan tidak mau mengampuni, maka yang terjadi justru adalah amarah. Yusuf akan memamfaatkan segala situasinya untuk membalaskan dendamnya. Namun Yusuf sadar dan memilih untuk mengampuni saudara-saudaranya.

Nasehat Yesus dan contoh kehidupan Yusuf harusnya menjadi tuntunan dalam kehidupan keluarga orang percaya pada masa kini. Mengampuni harus menjadi pilihan bagi setiap anggota keluarga ketika berhadapan dengan kesalahan dan kelemahan anggota keluarga lainnya. Saya percaya, ketika suami selalu mengampuni isteri, demikian juga isteri mengampuni suami, orangtua mengampuni anak-anak, dan anak-anak mengampuni orangtua, maka keharmonisan dan keutuhan keluarga akan tetap terjaga.

No comments:

Post a Comment

Jika anda Ingin Membantu pelayanan ini, silahkan kirimkan bantuan anda dengan menghubungi email charinmarbun@gmail.com. Jika anda diberkati silahkan Tuliskan dalam komentar. Jika ada pertanyaan dan permohonan Topik untuk dibahas, silahkan tuliskan dikolom komentar. Terimakasih sudah membaca, Tuhan Yesus memberkati selalu.