Apakah Hukum Taurat itu?


Hukum (PL) dan Perjanjian Baru

Pendahuluan

    Setiap negara memiliki aturan hukumnya sendiri. Bukan hanya negara, setiap wilayah/daerah, setiap suku bahkan kompleks atau perkampungan semuanya memiliki hukum yang berlaku di mana manusia itu hidup.

Apakah Hukum Taurat itu? 

    Berbicara mengenai “hukum” jika dilihat dalam pembagiannya, hukum ini memiliki banyak sekali jenisnya. Namun dalam hal ini kita tidak akan membahas hal tersebut, karena focus kita hanyalah pada ke dua hukum yaitu “hukum dalam Perjanjian Lama dan hukum dalam Perjanjian Baru”.
    Dalam sejarah panjang kehidupan manusia yang kita ketahui, manusia telah hidup dengan adanya hukum yang berlaku dan mereka ikuti. Hal ini juga berlaku bagi perjalanan hidup dan keimanan para tokoh-tokoh Alkitab maupun suatu bangsa yang telah dipilih oleh Tuhan untuk menjadi umat-Nya bahkan, sampai saat ini sampai kepada kita sebagai orang Kristen. Hukum tetap ada dan tentu saja tetap berlaku sesuai dengan wilayahnya sendiri.
Beberapa pertanyaan sederhana yang dapat kita ajukan dalam pembelajaran ini misalnya:

· Apa itu hukum?

· Lalu apakah hukum dalam Perjanjian Lama tersebut?

· Apa hukum dalam Perjanjian Baru?

· Hukum manakah yang masih berlaku kepada kita saat ini?

· Apakah kita hidup di bahwah hukum dunia atau hukum Tuhan?

Pengertian hukum secara umum

    Pengertian hukum secara umum dapat diartikan sebagai berikut:
    Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah terjadinya kekacauan.
Namun ada pula yang mengatakan Hukum adalah peraturan atau ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi pelanggarnya.
Jadi, tiap masyarakat berhak mendapat hak yang sama dalam mata hukum.

Memahami hukum-hukum dalam Perjanjian lama

Apa itu Perjanjian Lama?

    Sebelum kita memahami apa itu hukum dalam Perjanjian Lama, terlebih dahulu kita haru mempelajari atau mengetahui apa itu Perjanjian Lama. Untuk mengetahui apa itu Perjanjian Lama, pertama-tama kita harus memahami terlebih dahulu Apa itu Perjanjian?
Keluaran 24:7 Diambilnyalah kitab perjanjian itu, lalu dibacakannya dengan didengar oleh bangsa itu dan mereka berkata: “Segala firman TUHAN akan kami lakukan dan akan kami dengarkan.”
Kata “perjanjian” dalam ayat ini ditulis dalam bahasa Ibraninya “Berit” yang berarti “ikatan diantara kedua belah pihak untuk melakukan perintah yang sudah disepakati.”
Dari hal ini, dapatlah dipahami bahwa makna perjanjian dalam konteks Ibrani/Yahudi pada masa itu tidaklah jauh berbeda dengan apa yang kita pahami sekarang.
Kemudian, pertanyaan selanjutnya ialah: “Apakah Perjanjian Lama itu?” Dalam konteks ini adalah perjanjian antara kedua belah pihak seperti yang sudah diketahui di atas tadi.
Perhatikan ayat selanjutnya dari Keluaran 24:8 Kemudian Musa mengambil darah itu dan menyiramkannya pada bangsa itu serta berkata: “Inilah darah perjanjian yang diadakan TUHAN dengan kamu, berdasarkan segala firman ini.”
    Dalam perjanjian ini, ada hal yang menjadi pengikat, yaitu dengan darah domba sebagai Meterai. Dan tidak sampai di situ saja, melainkan juga diikat dengan berbagai aturan yang diberikan oleh Tuhan kepada umat-Nya untuk di taati. Dalam hal inilah selanjutnya orang Isarel memegang suatu hukum yaitu Hukum Taurat.
    Adanya perintah untuk menjalankan setiap hal tanpa melalaikan suatu perintah yang telah disepakati dalam perjanjian disebut ketaatan. ketaatan itulah yang mengikat dan menunjukkan bahwa perjanjian Allah dengan umat-Nya itu masih terus berlangsung.

Keluaran 34:27-28

27. Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Tuliskanlah segala firman ini, sebab berdasarkan firman ini telah Kuadakan perjanjian dengan engkau dan dengan Israel.”
28. Dan Musa ada di sana bersama-sama dengan TUHAN empat puluh hari empat puluh malam lamanya, tidak makan roti dan tidak minum air, dan ia menuliskan pada loh itu segala perkataan perjanjian, yakni Kesepuluh Firman.
    Dari ayat diatas dapat dipahami dan diketahui dengan baik bahwa perjanjian tersebut diadakan Allah dengan umat-Nya bangsa Israel dengan Musa sebagai wakilnya. Perjanjian inilah yang disebutkan dengan “Perjanjian Lama” oleh orang Kristen. jadi, Perjanjian Lama ialah suatu perjanjian dengan Allah yang diikat oleh Hukum Taurat. Selain itu, hal yang perlu diingat ialah, perjanjian itu juga dituliskan pada loh batu. Kemudian, Prinsip dasar atau utama dari perjanjian hukum Taurat ini ialah: “Barangsiapa taat maka perjanjian ini berlaku dan bila tidak taat maka perjanjian ini di ingkari.”
Dalam hal ini juga, Tuhan telah menjanjikan berkat apabila orang Israel menaati hukum Taurat tersebut. Selain itu, apabila orang Israel melanggarnya maka akan ada kutuk yang menanti kehidupan mereka (Ulangan 11:32).

Selain itu, fakta menarik lainnya yang dapat diketahui berupa isi dari Perjanjian Lama yang memuat nubuatan-nubuatan mengenai juruslamat yaitu Yesus Kristus.

Hukum dalam Perjanjian Lama

    Berbicara mengenai hukum dalam perjanjian Lama, sudah tentu selalu berkaitan dengan hukum Taurat. Karena hukum inilah yang mengatur segala tingkah laku bangsa Israel yang sebagai umat pilihan Allah. Dengan demikian kita akan membahas mengnai hukum Taurat ini terlebih dahulu.

Hukum Taurat

    Kata Taurat diambil dari kata “Tora” dalam bahasa Ibrani dan “Nomos” dalam bahasa Yunani, yang di dalam Alkitab bahasa Indonesia di terjemahkan sebagai ‘hukum Taurat’, ‘hukum’, dan ‘taurat’.
    Kata ini muncul kira-kira sebanyak 200 kali. Kata “Tora” memiliki banyak perbedaan, perihal asal-usul kata ini, tapi dapat di pastikan bahwa kata “Tora” memiliki hubungan dengan kata kerja “hora” yang memiliki arti memimpin, mengajar, mendidik, serta beberapa kitab diterjemahkan sebagai ‘pengajaran’.
Sebagai contoh dapat dilihat dalam Yesaya 1:10 dan Hagai 2:11-13. Sehingga dapat dimengerti arti dasarnya adalah pengajaran. Dalam hal ini mencakup bukan dalam satu hal saja (hukum) melainkan dalam kategori yang cukup luas, yang mencakup beberapa aspek kehidupan manusia.
Hukum Taurat dipahami sebagai pengungkapan dari sifat kehidupan dalam konteks perjanjian, oleh sebab itu dikenal sebagai ungkapan perjanjian. Sehingga dapat dimengerti Hukum Taurat mengandung sebuah inti, atau makna yang sakral perihal perjanjian.
Kenapa demikian? Karena ketika Allah memberikan Hukum Taurat terdapat sebuah konsep didalamnya, dimana Allah memberikan sebagian dari diri-Nya kepada umat perjanjian (bangsa Israel). Ia juga menyatakan maksud kasih yang sama, seperti tertulis dalam kitab Keluaran, 19:5-6

5 “Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi.

6 Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Inilah semuanya firman yang harus kau katakan kepada orang Israel.”

Apakah hal tersebut penting? Tentu saja sangatlah penting dikarenakan untuk memahami Hukum Taurat diperlukan dasar-dasar, konsepnya sama seperti sebuah bangunan yang dibangun diatas dasar yang kokoh tentu akan membuat bangunan tersebut menjadi kuat dan tidak mudah roboh, demikian juga dalam hukum Taurat dimana dasarnya yaitu kasih Allah.

Beberapa orang menganggap bahwa hukum Taurat sebagai sebuah jeratan atau jeruji yang mengurung setiap individu yang mengikuti isinya, dan hebatnya lagi dengan sebuah pembelaan bahwa tidak ada manusia yang bisa mengikutinya. Selain itu, sering kali orang-orang berpikir bahwa Allah yang ada dalam Perjanjian Lama atau hukum Taurat adalah Allah yang kejam, bengis dan tidak memiliki toleransi.

Namun, pada dasarnya Hukum Taurat harus dilihat dalam perspektif kasih Allah seperti dasar hukum yang dimaksud pada penjelasan dibagian atas. Hal ini kembali mengingatkan kita bahwa untuk memahami hukum Taurat atau untuk memahami Allah haruslah dari cara atau sudut pandang Allah itu sendiri bukan dari pola pikir atau cara pandang kita sebagai manusia yang kodratnya telah jatuh ke dalam dosa.

Ini juga berkaitan dengan manusia yang telah jatuh ke dalam dosa sehingga mengakibatkan manusia sulit menerima hal kekudusan Allah. Itu karena dosa yang telah masuk ke dalam manusia, jika manusia tidak jatuh ke dalam dosa maka hal itu bukanlah suatu persoalan justru manusia akan setuju dengan apa yang Allah kehendaki.

Selanjutnya dalam penetapan aturan serta pembatasan masyarakat, terdapat dua unsur yang terkandung didalamnya, yaitu: kebijakan dan prosedur.

William Dyrness menjabarkan dua unsur diatas sehingga sejalan dengan konteks hukum Taurat, dan pemikirannya.

(info: William Dyrness, profesor senior teologi dan budaya, bergabung dengan fakultas Fuller pada tahun 1990 dan menjabat sebagai dekan Sekolah Teologi dari tahun 1990 hingga 2000. Ia mengajar mata kuliah di bidang teologi, budaya, dan seni, dan merupakan anggota pendiri Brehm Pusat Ibadah, Teologi, dan Seni.

Dyrness memiliki lebih dari 30 tahun pengalaman mengajar di Amerika Serikat, Filipina, Kenya, dan Korea Selatan. Ia telah menerbitkan karya dalam berbagai bidang, termasuk teologi dan budaya, apologetika, teologi dan seni, dan misi global.)

Melalui pernyataan William dapat dimengerti bahwa kebijakan dan prosedur adalah dua kata yang berhubungan dalam pernyataan maksud Allah dalam Hukum Taurat, dimana kebijakan adalah cara pemeliharan kehidupan individu yang sadar dengan posisinya sebagai masyarakat perjanjian, sedangkan prosedur adalah kiat-kiat atau tahapan pelaksanaan kebijakan yang tertulis dalam Hukum Taurat.

Kedua hal ini jika disadari dan dipahami dalam konteks hukum Taurat, akan merubah paradigma yang selama ini menganggap bahwa hukum Taurat hanyalah sebuah hukum yang mengikat tanpa ampun.

Untuk ditekankan bahwa orang Israel melaksanakan hukum Taurat bukan karena mereka ingin menjadi umat Allah, melainkan karena mereka telah menjadi umat Allah maka mereka mematuhi Hukum Taurat.

Hal ini sekali lagi menjadi sebuah penekanan bagi perspektif yang salah dalam melihat dan menyimpulkan Hukum Taurat, fakta tersebut memperlihatkan bahwa hal itu terjadi dikarenakan anugerah dari Allah, baik itu pemberian Taurat, maupun hubungan yang terjalin. Ingat, bukan Allah yang harus mengikuti kita, melainkan kita yang mengikuti Dia karena hakikat dan natur yang dimiliki-Nya.

Oleh sebab itu kekudusan tanpa dosa yang dimiliki Allah membuat diri-Nya menjadi pribadi yang bertolak belakang dengan manusia yang telah jatuh dalam dosa. Oleh sebab itu ketika bangsa Israel mengikuti Allah dan menerima hukum Allah sebagai pemberian diri-Nya dan pernyataan perjanjian diantara mereka, maka bangsa Israel harus menjadi seperti apa yang mereka ikuti, imani, puji, dan sembah.

Sehingga ketika mereka mengikuti Hukum Taurat tersebut maka mereka akan memperoleh berkat perjanjian yang telah dijanjikan.

Selain memahami hukum Taurat sebagai kumpulan dari berbagai aturan yang Allah berikan kepada umat-Nya, kita juga harus memahami Hukum Taurat dengan cara yang berbeda.

Cara seperti apakah itu?

Ya, memahami Hukum Taurat berdasarkan tujuannya. Memang terjemahannya cukup membingungkan tetapi pada dasarnya kitab ini menceritakan bagaimana kisah Allah menciptakan atau membawa orang-orang jenis baru yang mampu mengasihi Allah dan sesama dengan sepenuh hati.

Allah menciptakan manusia dengan sempurna, namun sayang manusia memberontak terhadap Allah. Kemudian Allah memilih Abraham untuk menjadi berkat melalui keluarganya yang mana kisah ini berakhir di perbudakan di Mesir. Sehingga Allah menyelamatkan mereka.

Kemudian di Gunung Sinai, Allah membuat perjanjian dengan bangsa Israel seperti sebuah kesepakatan dan semua hukum yang diberikan oleh Tuhan kepada Musa yang diteruskannya kepada bangsa itu ialah syarat-syarat dari kesepakatan itu, atau yang kita kenal sebagai undang-undang.

Adapun isinya ialah tentang cara ibadah dan adat istiadat perbedaan antara bangsa Israel dengan bangsa lain dan kemudian ada juga peraturan mengenai kehidupan sosial.

Selanjutnya sisa dari Taurat ialah kelanjutan dari kisah-kisahnya saja. 613 peraturan yang ada tadi hanyalah beberapa pilihan dari undang-undang yang asli yang bahkan ini juga sudah dipecahkan dan diletakan ke dalam titik-titik atau bagian strategis dalam kisah itu.

Maksudnya dari pernyataan di atas ialah, jika kita membaca dan memahami kisah dimana Musa menerima 10 hukum Taurat, yang kemudian bangsa Israel langsung menyembah patung lembu emas; maka setelah itu ada peraturan yang baru. Kemudian orang Israel melanggar lagi dan muncullah hukum atau perintah yang baru lagi. Siklus ini berulang-ulang, semakin banyak pemberontakan maka perintahnya juga semakin bertambah.

Perhatikan,, tidak peduli sebanyak apapun perintah itu dibuat, bangsa Israel tetap melanggarnya. Oleh karena itu, pada bagian terakhir kitab Taurat, Musa memberikan kesimpulan atau pidato terakhir kepada bangsa itu ketika mereka hendak memasuki tanah Perjanjian.

Musa menegaskan kepada bangsa itu bahwa sumber dari pelanggaran itu ialah hati mereka yang keras. Oleh karena itulah mereka harus memiliki hati yang baru jika mereka ingin mengikuti Allah dengan sungguh-sungguh.

Perkataan Musa ini tepat, sebab pada kisah-kisah berikutnya terlihat bangsa Israel yang semakin lama semakin memberontak terhadap Allah.

Dalam Perjanjian Lama ini, maka kita juga mengenal adanya hukum Taurat dan juga kitab para nabi.



Pembagian Taurat

Ketika membaca hukum Taurat yang tertulis dalam Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan, ke 2 Tawarikh dan kitab lainnya dapat dilihat sebuah hukum yang cukup luas, dan menyeluruh yang mengatur hampir seluruh aspek kehidupan bangsa Israel.

Namun, para teolog membuat pembagiannya agar mudah di klasifikasi, serta di pahami berdasarkan konteks keadaannya.

Dalam hal ini, hukum Taurat yang dimaksud dalam pembelajaran ini di bagi menjadi dua bagian sesuai dengan topik pembasan, yaitu:

Hukum Deuteronomis (Ulangan) atau Kitab Perjanjian. Hukum ini dikenali sebagai rumusan-rumusan peraturan hukum yang tertulis dalam kitab Ulangan 12-25. Beberapa ahli teolog berpendapat penemuan kitab hukum oleh raja Yosia dalam 2 Raja-raja 22 adalah kitab deuteronomis 2, namun jika menilik kembali dan meninjau maka ditemukan bahwa kitab Ulangan 12-25 memiliki pengaruh yang bersifat kuno sebelum zaman raja Yosia, hal ini dapat dilihat dalam kitab Ulangan 17:8-13 dengan 2 Taw 19:5-11; Ulangan 24:16 bandingkan dengan 2 Tawarikh 25:4.

Hukum kesucian.

Merupakan kumpulan peraturan mengenai upacara keagamaan dan aturan-aturan yang mengikat tingkah laku umat Israel, dan semuanya berpusat pada satu tempat yaitu kemah suci yang dapat dikelompokkan dalam Imamat 17-26.

Hukum Kesucian dan Pembagiannya

Seperti dijelaskan dibagian atas bahwa hukum kesucian merupakan ritual peribadatan bangsa Israel terutama dalam menjalin hubungan dengan YHWH, sebagai Allah yang disembah oleh bangsa Israel. Dalam hukum kesucian sangatlah identik dengan darah, korban, api, dan mezbah.

Dalam hubungannya terhadap keselamatan dapat dilihat, ditinjau, dan membuat sebuah landasan argumentasi ketika mengetahui setiap ritual korban bakaran dalam hukum kesucian, disinilah kunci dari simbolisme serta nubuatan penebusan Mesias di Perjanjian Lama.

Upacara korban dalam Perjanjian Lama diambil dari kata kerja bahasa Ibrani kipper yang memiliki arti “mendamaikan” atau “menutupi”, dan kata ini dapat dilihat dalam Imamat 1:4. Dimana kata kerja ini menunjuk pada proses penebusan atau pendamaian dengan membayar sejumlah uang atau upeti, dimana hal ini merefleksikan kata benda dalam bahasa Ibrani koper (harga tebusan).

Berdasarkan konteks Alkitabiah (terutama Imamat 17:11), arti terakhir ini paling tepat mencerminkan konsep Ibrani. Terutama dalam korban sajian, meskipun tidak menggunakan binatang tetapi tetap digolongkan dalam hukum kesucian.

Korban Bakaran.

Di ambil dari bahasa Ibrani עֹלָה (o-law'), memiliki arti korban bakaran, kata ini dalam Perjanjian Lama ditulis dan ditemukan sebanyak 286 kali. Jika diterjemahkan secara umum kata ini berarti asap yang naik atau naik keatas kepada Tuhan.

Pada dasarnya kata ini lebih dipahami sebagai kata yang mengandung makna membakar secara keseluruhan, bukan diartikan sebagai membakar namun memiliki sisa yang bisa dikonsumsi oleh para penyembah atau imam. Penyembah meletakkan tanggannya diatas korban(simbol pergantian), dimana keberdosaan dengan penuh rasa bersalah (penyesalan/pertobatan), dipindahkan kepada korban/hewan itu.

Hal ini memperlihatkan sebuah eksekusi atau hukuman yang dijatuhkan, dan ketika ditinjau pada sisi lain memperlihatkan simbol dari pemindahan.

Korban Sajian.

Dalam bahasa Ibrani (minμâ) diartikan sebagai sarapan, atau sajian, yang dimana jika dalam konteks ini diartikan sebagai korban sajian. Dalam konteks sekuler minμâ digunakan sebagai kata pemberian kepada orang yang berkedudukan tinggi, seperti kepada raja sebagai bentuk penghormatan dan penyerahan diri. Korban sajian dapat dilihat definisinyadalam Imamat 2: 1-16 dan Imamat 6: 14-23.

Oleh sebab itu dapat dipahami bahwa Tuhan bukan saja menuntut persetujuan dan pengakuan semata, melainkan tindakan serta perbuatan dari si penyembah. Perspektif inilah yang digunakan sebagian para teolog dalam menjelaskan korban sajian secara sederhana.

Korban Keselamatan,

Dalam bahasa Ibrani ditulis sebagai זֶבַח (zebach) yang berarti keselamatan atau korban keselamatan. זֶבַח dalam bentuk kata benda diartikan sebagai penawaran, tertulis dalam Mazmur 40:6 atau korban bakaran dalam 1Samuel 6: 5 dan Keluaran 10:25. Kata ini juga sering ditemukan dalam kata korban pendamaian (Imamat 3:1 dan Imamat 17:5), namun terkadang dibedakan dengan korban pendamaian (Bilangan 15:8 dan Yosua 22:7)9.

Dalam mengenal korban keselamatan maka harus dikaitkan dengan tradisi altar yang dimulai dari Nuh hingga Musa. Akar kata זֶבַח digunakan sebanyak 401 kali baik dalam kitab pentateukh dan kitab sejarah. Peristiwa yang terjadi dari Nuh hingga Musa ketika mereka memberi korban bakaran diatas altar dengan menggunakan kata yang sama dari akar kata tersebut dan memperlihatkan makna ucapan syukur atas kasih anugerah Tuhan, selain sebagai ucapan syukur korban keselamatan juga diklasifikasikan sebagai korban pembayaran nazar.

Dalam pelaksanaannya korban keselamatan dapat dimakan pada hari persembahan sebagai santapan yang istimewa bagi bangsa Israel atau penyembah.

Korban penghapus dosa.

Dalam bahasa Ibrani ditulis חַטָאת, yang berarti korban penghapus dosa. Perlu diketahui bahwa kata ini terkadang memiliki arti “rasa bersalah”, hal ini dikarenakan tidak ada bahasa Ibrani yang dikhususkan untuk kata rasa bersalah, sehingga kata dosa terkadang membawa konsep ini.

Ketika bangsa Israel melakukan dosa, maka mereka harus mengadakan korban penghapus dosa, mengakui, dan berbalik dari dosa. Bagi orang-orang Israel ada harapan untuk perubahan hidup, baik sebagai individu maupun sebagai bangsa, karena Tuhan bersedia untuk berpaling dari amarahnya terhadap dosa (bukan hanya penyembahan berhala tetapi juga dosa-dosa sosial) dan melakukan hal-hal luar biasa bagi mereka yang akan berubah dari dosa, mengaku, dan berserah kepada Allah dalam jalan keselamatannya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya nyanyian dalam Mazmur menyatakan realitas pembebasan dari beban dosa dan hukuman dosa.

Korban penebus salah.

Dari akar kata אָשַם (sham) dimana seseorang yang tergerak karena rasa bersalah, kemudian terbawa dalam kondisi bersalah terutama dalam konteks hukuman. Kata ini digunakan sebanyak 103 kali dengan turunannya, kata kerja “אָשַם” muncul dalam Pentateukh pada kitab Imamat, pasal empat, lima dan enam, dan dalam Bilangan 5: 6-7.

Adapun cara pengorbanan yang dilakukan yaitu binatang dengan nilai tertentu dibawa ke imam, dosa diakui, dan hewan dikorbankan dengan cara tertentu. Tujuannya adalah penebusan dan pengampunan. Kata sham menunjukkan tindakan dosa, tanggung jawab atas dosa, hukuman, dan bahkan hukuman sesudahnya, atau sebagai alternatif untuk penebusan.

Korban pelanggaran.

Dalam korban ini, beberapa teolog menggelompokkannya secara terpisah dalam kitab Imamat 5:1-13,

· adapun kata yang ditemukan di dalamnya adalah “sham dan chata'.”

· Namun, beberapa pendapat akan mengatakan bahwa perbedaan korban pelanggaran dengan yang lainnya terletak pada Imamat 5:11 “Tetapi jikalau ia tidak mampu menyediakan dua ekor burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati, maka haruslah ia membawa sebagai persembahannya karena dosanya itu seper sepuluh efa tepung yang terbaik menjadi korban penghapus dosa. Tidak boleh ditaruhnya minyak dan dibubuhnya kemenyan di atasnya”.

Selanjutnya sengenggam diberikan sebagai ingat-ingatan dan dibakar diatas mezbah. Adanya kelonggaran dalam ritual ini membuat ia di pisahkan secara tersendiri meski kata yang digunakan adalah “sham dan chata'” ditemukan lebih banyak dalam Imamat 1:1-13.

Kesimpulan

Sebagai kesimpulan pembelajarn dari pemahaman mengenai hukum dalam Perjanjian Lama dapat dipahami sebagai berikut:

· Hukum dalam PL lebih dikenal dengan istilah Hukum Taurat

· Dalam pembagiannya, hukum ini di bagi ke dalam 3 bagian utama.

· Adapun butir atau jumlah dari hukum Taurat ialah lebih dari 600 hukum, atau 613 hukum.

· Semua itu diharuskan untuk di taati sebagai umat Allah, sebab jika tidak di taati maka hal tersebut dapat mendatangkan celaka jika bangsa Israel tidak memohon ampunan atas pelanggaran yang telah mereka lakukan.

· Hukum Taurat atau hukum PL identik dengan adanya korban persembahan, namun dalam keseluruhannya hal itu mencerminkan akan korban Kristus dalam Perjanjian Baru.

· Nehemia 9:29 “Engkau memperingatkan mereka dengan maksud membuat mereka berbalik kepada hukum-Mu. Tetapi mereka bertindak angkuh, mereka tidak patuh kepada perintah-perintah-Mu dan mereka berdosa terhadap peraturan-peraturan-Mu, yang justru memberi hidup kepada orang yang melakukannya. Mereka melintangkan bahu untuk melawan, mereka bersitegang leher dan tidak mau dengar.

Melalui ayat ini dapat dipahami bahwa orang yang melakukan dan menaati hukum Taurat maka ia akan hidup.

Apa itu Perjanjian Baru?

Setelah memahami apa itu pengertian dari Perjanjian Lama, tiba saatnya kita juga harus melihat apa itu Perjanjian Baru. Hal ini tidaklah lain, supaya kita dapat memahami dan mengetahui dimanakah letak perbedaannya di antara kedua hukum ini.

Yeremia 31:31, Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman TUHAN, Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda,

Ternyata kata ini diungkapkan oleh Allah secara pribadi melalui hambanya Yeremia. Makna Perjanjian Baru ini menunjuk kepada pembaharuan kepada Perjanjian Lama yang telah diingkari oleh bangsa Israel. Tuhan sendirilah yang menginginkan atau membuat suatu perjanjian yaitu perjanjian yang baru.

32, bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir; perjanjian-Ku itu telah mereka ingkari, meskipun Aku menjadi tuan yang berkuasa atas mereka, demikianlah firman TUHAN.

Bangsa Israel telah ingkar terhadap perjanjian pertama, maka Allah melakukan suatu pembaharuan. Pembaharuan apakah itu? Hal ini dijwab dalam Yer 31:33

Jadi PB adalah perjanjian antara Allah dan umat-Nya, tetapi tidak seperti hukum Taurat yang ditulis pada batu dan juga ada pada kertas dan yang dimeteraikan dengan darah anak domba.

Sedangkan PB ialah hukum Allah yang Ia tuliskan dalam batin atau hati manusia yang dimeteraikan dengan darah Yesus Krstus bukan darah domba.

Ibr 9:15, Karena itu Ia adalah Pengantara dari suatu perjanjian yang baru, supaya mereka yang telah terpanggil dapat menerima bagian kekal yang dijanjikan, sebab Ia telah mati untuk menebus pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan selama perjanjian yang pertama.

Jelas PL perjanjian antara Allah dengan umat-Nya yang di ikat dengan hukum Taurat.

Sedangkan PB adalah perjanjian antara Allah dan umat-Nya yang diikat dengan darah Yesus.

· Jadi jelas ada perbedaan yang terletak pada kedua hukum ini, oleh sebab itu maka ada juga hal-hal yang berbeda dalam penerapannya bagi umat Allah.

· Selain itu, kita juga dapa memahami pola keselamatan yang berbeda.

· Dalam PL konteks keselamatan berada pada umat Allah. maksudnya dalam PL keselamatan berpusat kepada bangsa Israel. Artinya, jika seseorang ingin diselamatkan jiwanya, dia harus masuk ke dalam jemaah Israel untuk menjadi umat Allah.

· Sedangkan dalam PB merupakan kebalikan dari hal tersebut. Jika dalam PL seperti sesuatu yang masuk ke dalam maka dalam PB seperti sesuatu yang dari dalam keluar. Artinya keselamatan itu dari bangsa Israel yang bergerak keluar untuk menjangkau seluruh dunia. hal ini dapat dipahami dalam memahami konteks Amanat Agung dalam Matius 28:19-20.



Implementasi Hukum Kesucian Perjanjian Lama dalam Diri Yesus Kristus

Dalam Perjanjian Baru, Yesus menunjukkan bahwa Diri-Nya merupakan kelanjutan daripada Hukum Taurat dan kitab para nabi(PL). hal ini terlihat dari pengajarannya bagimana Yesus menyinggung persoalan mengenai hati manusia. Hal ini seperti adanya suatu system dari dalam hati manusia untuk menentang perintah Allah. Misalnya, semua perbudatan dosa atau perbuatan yang di luar kehendak Allah.

Oleh sebab itulah Yesus hadir untuk menggenapi hukum Taurat. Ia mengajarkan mengasihi Allah dan sesama. Hal ini juga terlihat dalam pola pengajaran Yesus yang mana Ia membawa konsep Moral Allah. Contoh : Membunuh manusia memang bukan hal yang baik, namun membenci dalam hati saja merupakan suatu perinsip yang sama bagi Yesus. Dari hal ini kita dapat memperhatikannya, bukan hanya suatu perbuatan yang dilakukan saja, tetapi sesuatu yang masih dalam hatipun sudah sama seperti sesuatu yang sudah dilakukan tadi.

Hal ini karena kita tidak memperlakukan manusia dengan kasih. Bagi Yesus, musuh saja perlu untuk kita kasihi. Artinya kasih itu sama seperti kasih yang dimiliki Allah, inilah salah satu hukum Moral Allah yang Yesus ajarkan untuk kita.

Itulah sebanya, Yesus dikatakan sebagai penggenapan dari Hukum Perjanjian Lama. Ketika bangsa Israel gagal, Yesus hadir dengan memberikan hukum dimana hukum itu ialah mengasihi Allah dan juga mengasihi sesama. Yesus menunjukkan hal tersebut kepada manusia bagaimana Dia telah mengasihi Allah dan sesama. Yesus menunjukkan kepada seluruh bangsa, seperti apakah Allah itu yang sebenarnya.



Yesus Kristus merupakan puncak atau klimaks dari konsep hukum kesucian dalam hukum Taurat. Hal ini digenapi ketika Ia disalibkan dan darah-Nya tercurah, kisah penyaliban Yesus dapat kita baca dalam keempat kitab, yaitu: Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes.

Kata yang digunakan tentang “penebusan” pada Perjanjian Baru ada beberapa, kata yaitu:

1. ἐξαγοράζω artinya membeli kembali atau mendapatkan kembali kemudian membawa ketempat semula (Galatia 3:13).

2. ἀγοράζω artinya membeli atau menyerahkan suatu hal sebagai bentuk pembayaran yang setimpal (sama) bagi suatu barang atau benda lainnya (1 Korintus 6:20).

3. περιποιέομαι artinya menjaga sebaik-baiknya agar terpelihara dan memperoleh keselamatan (Kisah Para Rasul 20:28).

4. λύτρον artinya membayarkan atau membeli sebagai syarat dalam memperoleh kebebasan atau dilepaskan (Matius 20:28).

Dalam pembagian hukum kesucian, beberapa teolog akan membaginya dalam empat bagian saja, dimana bagian terakhir yaitu korban penghapus dosa disatukan dengan korban penebus salah. Namun, sebagian teolog juga akan memisahkan bagian tersebut dan menambahkan satu bagian lagi dalam hukum kesucian yaitu korban pelanggaran.

Mezbah ini bisa dilihat dalam dua sisi,

· pertama: mezbah yang memiliki bekas dari persembahan orang lain.

· kedua: mezbah yang diatasnya terletak korban persembahan orang lain.

Jika dilihat sesuai konteks maka bagian kedualah yang dimaksudkan. Sehingga persembahan si miskin telah memiliki nilai yang sama, dengan orang yang memberikan korban persembahan.

jadi, konteks pertumpahan darah di dalam ritual ini tidak hilang atau tidak kehilangan konteksnya. Sehingga perdebatan dengan membandingkan ibrani 9:22 sebagai kontradiksi telah terbantahkan.

Ketika dilihat lebih jauh akan setiap makna dari kata ini, semuanya memiliki makna pertukaran dengan nilai yang sama, dan ketika ditinjau lebih jauh lagi semua kata ini memakai darah sebagai simbol, dan diketahui bahwa dalam keempat kata diatas pertukaran darah mengandung unsur kematian dari korban penebusan.

Korban penebusan harus sebanding dengan nilai yang ditukar, maknanya tidak mengandung cacat celah, sehingga kelayakkan itu hanya bisa dilakukan oleh Yesus Kristus, Anak Allah, Firman yang hidup.

Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Paulus, bahwa “Kristus adalah τέλος hukum Taurat” (Roma 10:4), ayat inilah yang digunakan untuk merangkum keyakinan Paulus bahwa Kristus adalah kegenapan dalam hukum Taurat. Dalam kegenapan inilah Yesus Kristus menggenapi simbol, gambaran, dan nubuatanakankonsep penebusansehingga setiap orang percaya di perdamaikan, dimana hal ini telah dirancang sejak kejatuhan manusia ke dalam dosa.

Dapat kita pahami bahwa penerapan korban penebusan pada penyaliban Yesus Kristus, merupakan penggenapan dari hukum kesucian. Hal ini tidak bisa dipisahkan karena ada sebuah konsep pernyataan Allah didalamnya, benang merah ini membuktikan Mesias telah dinubuatkan dalam kehidupan beragama bangsa Israel, bentuk simbol yang dinyatakan dalam Perjanjian Lama menjadi sebuah bentuk konkret, serta menjadi peneguhan dan dasar dari relevansi yang ada.

Implementasi hukum Taurat yang di wujudkan dalam penyaliban Yesus Kristus, merupakan sebuah bentuk karya yang luar biasa. Hal ini dikarenakan sebelum hal tersebut terjadi gambarannya telah dilihat dan juga dilakukan oleh bangsa Israel dalam peribadatan mereka. Untuk diketahui bahwa agama, terutama hukum kesucian merupakan budaya yang melekat dalam kehidupan bangsa Israel.

Hal ini membuktikan betapa Allah begitu menyayangi serta memperlihatkan bahwa bangsa Israel merupakan umat pillihan, dimana Allah memperlihatkan bagi mereka sebuah konsep dari karya penebusan yang akan digenapi di dalam Yesus Kristus.



Contoh pengajaran dalam PB

Matius 22:34-40 dalam Ayat 34-36,. Orang-orang Farisi senang mendengar bahwa lawan mereka, yaitu orang-orang Saduki, telah dibungkamkan Yesus. Orang-orang farisi menyadari bahwa Yesus mampu memberti jawaban-jawaban yang baik. Mereka mengambil keputusan untuk memeriksa kepandaian Yesus satu kali lagi dengan menanyakan hukum manakah Yang terutama dalam hukum Taurat.

Orang Yahudi menghitung bahwa didalam hukum Taurat di Perjanjian Lama ada 248 perintah dan 365, totalnya ada 613 larangan, dan mereka mempersoalkan hukum-hukum mana yang paling penting di antara semua hukum itu. Sebenarnya orang-orang Farisi berharap supaya Yesus memberi suatu jawaban yang dapat dikecam. Suatu jawaban untuk menjebak Yesus.

Pada ayat 35 dituliskan bahwa “mereka bertanya untuk mencobai Dia.” Dalam Ayat 37-40 mengungkapkan bahwa Yesus menjawab dengan mengutip dua ayat dari dalam hukum Taurat, yaitu Ulangan 6:5 dan Imamat 19:18. Orang-orang Yahudi mengenal dengan baik perintah di Ulangan 6:5 itu tentang mengasihi Tuhan dengan segenap hati, oleh karena perintah itu merupakan bagian dari “Syema”, yang adalah pengakuan iman orang Yahudi.

“Syema” itu terdiri dari tiga bagian Alkitab, yakni Ulangan 6:4-9, Ulangan 11:13-21 dan Bilangan 15:37-42. Di antara orang Yahudi setiap laki-laki yang sudah dewasa wajib mengucapkan Syema itu pada setiap hari.

Tidak ada kewajiban untuk mengucapkan “Syema” itu dalam bahasa Ibrani; boleh juga dalam bahasa yang lain. Dalam ayat 37 menyatakan seolah ada istilah perbedaan diantara

· hati,

· jiwa dan

· akal budi.

Ketiga istilah itu tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi (pikiran) berarti mengasihi dengan segenap tenaga rohani manusia.

Makna istilah “mengasihi Tuhan” dalam Ulangan 6:3 dan didalam kata-kata Yesus di ayat ini, bukan perasaan yang ditekankan dalam istilah itu, melainkan perbuatan-perbuatan kasih sekalipun seorang yang hidup dekat kepada Tuhan merasakan kasih kepada Tuhan yang penuh kasih itu. Mengasihi Tuhan berarti kesetian kepada Tuhan yang telah rela menegakkan perjanjian-Nya dengan Israel. Seorang yang mengasihi Tuhan dengan segenap hatinya adalah seorang yang selalu mau taat dan setia kepada Tuhan.

Hukum tentang mengasihi Tuhan adalah hukum yang terutama. Tetapi di ayat 39 Yesus menyebut suatu hukum yang sama dengan itu, artinya sama penting. Itulah hukum tentang mengashi sesama manusia, yang tertulis di Imamat 19:18.

Dalam istilah “mengasihi sesama manusia” sekali lagi bukan perasaan yang ditekankan, melainkan perbuatan-perbuatan kasih. Mengasihi sesama manusia seperti diri manusia sendiri berarti mengusahakan apa yang baik dan apa yang berguna bagi sesamanya, sama seperti secara otomatis manusia mencari apa yang baik dan apa yang berguna bagi dirinya sendiri.

Patutlah manusia mengasihi sesama manusia, tanpa membedakan sesamanya yang merupakan seorang yang simpatik atau seorang yang tidak simpatik, tetapi hanya karena sebuah alasan yaitu manusia merupakan ciptaan Tuhan. Apabila manusia mengasihi Tuhan, maka patutlah manusia mengasihi ciptaan-Nya juga. Jikalau manusia mengasihi sesama manusia, maka manusia menyerupai Tuhan Yang pengasih itu (Matius 5:43-48).

Tetapi ayat 39 Yesus tidak memberi alasan-alasan; Yesus hanya mengutip firman Tuhan di Perjanjian Lama saja.

Pernah seorang pengarang menulis bahwa suatu revolusi akan terjadi jauh lebih besar dari segala revolusi yang lain, apabila dengan pertolongan Tuhan manusia mulai mengasihi sesama manusia seperti dirinya sendiri. Pada ayat 40 Tuhan Yesus menyatakan bahwa pada kedua hukum itu (tentang mengasihi Tuhan dan tentang mengasihi sesama manusia) tergantung seluruh hukum Taurat dan para nabi, sama seperti sebuah pintu bergantung pada dua engsel. Jadi Yesus menekankan baik kasih terhadap Tuhan maupun kasih terhadap manusia, bukan horisontal saja.

Orang Farisi itu telah bertanya, tentang hukum yang terutama dalam hukum Taurat, yang berarti buku Kejadian sampai dengan buku Ulangan. Jawaban Yesus lebih luas; Yesus menyebut bukan satu hukum saja, melainkan dua, dan ditambah-Nya bahwa kedua hukum itu mempunyai peranan sentral juga dalam manusia perjanjian Lama yang ditulis oleh para nabi, misalnya Yesaya.

Injil Matius tidak menyatakan apakah orang-orang Farisi setuju dengan jawaban Yesus. Dalam karangan-karangan orang Yahudi dan dalam Markus 12:32-34; Lukas 10:25-27 ada tanda-tanda bawa beberapa ahli Taurat Yahudi sependapat dengan Yesus bahwa hukum-hukum tentang mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama manusia merupa-kan hukum-hukum dasar. Tetapi pada banyak kesempatan menjadi nyatalah bahwa pengertian Yesus tentang kasih kepada Tuhan dan sesama manusia adalah lebih dalam daripada pengertian para ahli Taurat; bandingkanlah Lukas 10:29-37 dan Matius 23:12.

Maksud umum dari setiap Injil telah disimpulkan oleh Yohanes dengan baik (Yohanes 20:31). Maksud ini ialah untuk memilih dari perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan Kristus supaya orang percaya kepada-Nya dan beroleh hidup melalui Dia. Isi pokok dari sebuah Injil ialah dari kerygma rasuli; mulai dari baptisan Yohanes sampai hari Yesus terangkat ke sorga meninggalkan murid-murid-Nya (Kis.1:22).

(Kerygma berasal dari kata bahasa Yunani κῆρυγμα (kêrugma). Dalam Perjanjian Baru, kata ini diartikan sebagai “pewartaan” (lih. Luk 4:18-19, Rom 10:14, Mat 3:1). Kata kerygma berelasi dengan kata kerja keryssein yang artinya “memaklumkan”, mewartakan, mengumumkan, memproklamasikan” dan kata keryx yang artinya “khalayak, publik, orang banyak.)

Tujuan utama Matius dapat dicari dengan menyelidiki kembali sifat khas Injil-Nya. Sifat Injil ini, yang menekankan penggenapan Perjanjian Lama(PL) menunjukkan bahwa Injil ini dimaksudkan sebagai pembelaan ajaran Kristen terhadap orang-orang Yahudi yang tidak percaya.

Enam dari rumusan memperkenalkan kutipan dalam Injil ini adalah mengenai kelahiran (dan masa kanak-kanak), serta kematian Yesus. Kedua hal itu merupakan penghalang bagi orang Yahudi untuk percaya kepada-Nya, perkawinan dan juga karena Mesias yang disalibkan adalah batu sandungan bagi mereka. Juga diberi tekanan pada kenyataan kebangkitan manusia, suatu kenyaataan yang disangkal oleh orang-orang Yahudi (Mat. 27:62-66; 28:11-15).

Dari hal ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa Injil Matius ditulis oleh seorang Kristen Yahudi untuk orang Kristen Yahudi yang hidup bersama-sama dengan orang Yahudi yang belum percaya yang tinggal di suatu tempat dekat Palestina menjelang akhir abad pertama.

Injil ini dimaksudkan untuk mengajar mereka dengan teliti dan cermat bagaimana Yesus telah menggenapi nubuat-nubuat PL dan telah meletakkan dasar-dasar bagi gereja Kristen. Gereja adalah penerusan umat Allah dari perjanjian yang Lama, tapi telah dibahurui sehingga bukan lagi berdasarkan keturunan-keturunan melainkan berdasarkan kerohanian dan terdiri dari orang-orang dari segala bangsa.

Dengan ajaran ini umat akan sanggup menangkis serangan-serangan orang Yahudi yang non-Kristen, serta mengajak orang-orang untuk menerima Yesus sebagai Raja mereka yang sebenarnya.

Dasar Hukum dalam Perjanjian Baru

Dalam Perjanjian Baru, dasar dari hukum ini dapat kita lihat dalam Matius 22:37-38.



Ternyata seluruh hukum dalam PL tergenapi ketika kita melakukan hukum kasih. Hukum kasih bentuk atau sifatnya seperti sebuah tanda, yaitu vertical dan horizontal.

Hal ini sama dalam Lukas 10:27. Memang konteks kedua ayat ini berbeda namun yang menjadi persamaannya ialah melakukan hukum kasih. Pada waktu kita melakukannya maka kita akan hidup. Melakukan hukum ini memberikan sebuah kehidupan bagi kita.

Saat ini ada banyak orang, termasuk orang Kristen mulai melepaskan atau melupakan hukum kasih ini. Bagaimana cara mereka melupakan hukum kasih ini?

Ya tentu saja melalui perbuatan dan perkataan mereka. Ada banyak orang, berkata-kata yang kasar dan tidak sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan. Misalnya mengutuki seseorang. Tanpa di sadari manusia tersebut sedang melepaskan suatu pernyataan yang buruk yang sifatnya membawa kepada kematian.

Namun ketika seseorang sedang melakukan hukum kasih, orang tersebut juga secara otomatis sedang memberikan suatu pernyataan kehidupan baik kepada dirinya sendiri maupun kepada orang lain..

Dalam Perjanjian Baru hal mengenai kasih juga dapat kita lihat dalam 1 Petrus 4:8 Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa.

Ini merupakan hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara kasih dan juga pengampunan.

Hal ini tercermin dalam peristiwa penyaliban Yesus di bukit Golgota.



Lukas 23:34 Yesus berkata: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." Dan mereka membuang undi untuk membagi pakaian-Nya.



Contoh ketika ada seseorang yang memfitnah anda. Anda tidak cukup hanya mencuek dan tidak mempedulikan orang tersebut. Memang ini terlihat rohani dan baik, namun sesungguhnya hal tersebut belumlah benar sesuai dengan kebenaran Tuhan.

Apa yang Yesus ajarkan kepada kita? Tidak cukup hanya dengan tidak menanggapi orang yang bersalah kepada kita, melainkan kita juga harus melepaskan atau memberikan pengampunan untuk mengampuni orang tersebut.



Dengan demikian dapatlah kita memahami hukum kasih dan kita juga dapat menjalankannya dalam kehidupan kita setiap hari bahkan setiap saat. Bagaimana caranya orang Krsten dapat melakukan hal tersebut? Tentu saja dengan mengampuni setiap orang yang bersalah kepadanya setiap hari bahkan setiap saat.



Perhatikan apa yang diajarkan oleh Yesus dalam Matius 6:14 Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga.

15 Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu."

Orang Kristen tentu saja dapat memahami hal ini dengan mudah namun belum tentu mampu melakukannya. Dengan demikian, orang Kristen sangat memerlukan Roh Kudus dalam hidupnya.

Itulah sebabnya tidak cukup hanya memahami saja melainkan hal yang terpenting ialah melakukannya. Demikianlah pentingnya kita melakukan hukum kasih ini.

· Untuk memahami konsep ini lebih lagi, perhatikan kisah dalam Matius pasal 18.

· Tidak ada alasan untuk tidak mengampuni.

setiap saat akan ada orang yang akan menyakiti atau melakukan suatu perbuatan yang tidak baik kepada kita, namun inilah kesempatan yang baik bagi kita untuk menerapkan hukum kasih ini.



Hukum dalam Perjanjian Baru

setelah menjadi Kristen dan percaya kepada Kristus. Orang Kristen tentu memiliki pertanyaan-pertanyaan dalam hati maupun pikirannya. Contohnya sebagai berikut:

“bagaimanakah seharusnya saya menempuh kehidupan ini?”

“bagaimanakah caranya saya menjalani kehidupan yang saya peroleh dari kasih Karunia Allah ini?”

Melalui pertanyaan-pertanyaan ini, maka pada bagian ini, kita akan mempelajari hukum dalam Perjanjian Baru yaitu hukum hayat. Kita diselamatkan bukan karena melakukan hukum Taurat melainkan karena kasih karunia Allah. Akan tetapi, hukum Taurat dalam hukum moralitasnya telah di tingkatkan adanya.

Bagaimanakah Allah mengerjakan keselamatan itu di dalam kita? Di dalam diri kita tentu sudah ada tuntutan moralitas yang telah dipertinggi, maka Allah pun telah mengaruniakan kepada kita kasih karunia-Nya yang unggul supaya kita bisa mengatasi hal tersebut. Apakah yang dikarunia Allah kepada kita?

Hal itu tidak lain dari hukum hayat (hidup atau kehidupan) ilahi di dalam roh manusia kita. Perlu dipahami bahwa hukum hayat ini merupakan sifat Kristus seperti yang tercatat di dalam filipi 2:13

Mengenai hukum ini, Ibrani 10:8. Di atas Ia berkata: “Korban dan persembahan, korban bakaran dan korban penghapus dosa tidak Engkau kehendaki dan Engkau tidak berkenan kepadanya” — meskipun dipersembahkan menurut hukum Taurat —.

Hukum hayat merupakan sesuatu yang berada di dalam hayat tersebut. Ada begitu banyak hewan dan setiap hewan memiliki hayatnya sesuai dengan jenisnya. Ikan memiliki hayat untuk berenang, burung di udara memiliki hayatnya untuk terbang dan lain sebaginya. Melalui hal ini kita dapat menyimpulkan bahwa hayat berlaku secara otomatis di dalam hayat tersebut. Artinya, hal tersebut dapat dilakukan tanpa harus di ajarkan.

Contohnya: anak ikan tandcdcpa perlu di ajarkan untuk berenang, ia akan berenang dengan sendirinya.

Inilah yang dimaksud dengan Yohanes ketika dia mengatakan “tidak perlu kamu dia ajarkan” tetapi pengurapannya 1 Yoh 2: 27

Ketika seseorang percaya kepada Kristus maka ia dilahirkan kembali yang secara otomatis akan memperoleh hayat Allah yang masuk ke dalam rohnya. Hal ini tentu saja menandakan bahwa hayat Allah yang masuk ke dalam roh orang percaya akan membuat orang tersebut diisi sesuai dengan hayat Allah yang sifatnya ajaib.

Hayat dengan kecakapan dan kemampuan Allah ini tentu menjadi kemampuan dan kecakapan bagi umat-Nya. Sebelum kita dilahirkan kembali, kita hanya memiliki hayat yang telah jatuh. Hal ini ditandai dengan sifat insani kita yang lemah dan tidak mampu melaksanakan perintah-perintah Allah.

Namun setelah kita dilahirkan kembali, sifat-sifat Krstus ditaruh juga ke dalam diri kita. Yang ditaruh ke dalam kita ialah hayat beserta kecakapan dan kemampuan hayatnya yang tertinggi dan yang paling unggul.

Itulah sebabnya mengapa kita perlu tinggal di dalam Krstus. Hal ini dikarenakan agar kecakapan dan kemampuan hayat Kristus berfungsi di dalam kita.

Dalam 1 Yohanes 2:27 fase terakhir.

Jika kita tinggal di dalam Dia, maka kecakapan hayat dari sifat hayat ini dapat berfungsi secara spontan dan otomatis. Fungsinya tidak lagi bergantung pada pengajaran lagi melainkan kepada hayat. Perhtikan pada perasaan hayatnya, perasaan ini berjalan di dalam kita. Secara spontan Kristus hidup dan diperhidupkan melalui kita.

Bagaimanakah kita mengalami hukum hayat ini?

Sebelum kita diselamatkan, kita semua melakukan hal-hal yang jahat atau tidak baik.

Judi, mabuk, pesta pora/diskotik, hawa nafsu dan lain sebagainya. Namun setelah kita diselamatkan, tanpa perlu di ajarkan maka kita secara otomatis mengetahui apa yang Allah sukai atau yang tidak Ia sukai. Hal ini terjadi secara spontan di dalam batin kita. Sifat Allah ini dapat dirasakan dengan sendirinya, kita akan merasakan bahwa ada sesuatu yang menggangu dalam diri kita, yang tidak menyetujui ketika kita melakukan hal-hal yang tidak dikehendaki-Nya.

Inilah hukum hayat itu yang beroperasi di dalam kita. Mungkin masih ada sifat yang lama dilakukan, namun dalam hatinya ada ketidaknyamanan. Contoh: seseorang yang suka mabuk dan berjudi, ketika ia telah menerima Kristus; kemudian ia pergi dan kembali mabuk dan bermain judi. Secara otomatis ia akan merasakan perbedaan di dalam dirinya, ia merasa ada yang menggangu, ada yang melarang. Jika dahulu ia melakukannya berdasarkan kesukaan hatinya, maka sekarang hal tersebut tidak lagi.

Inilah sifat hayat Kristus yang telah menyatu di dalam roh setiap orang yang percaya kepada-Nya. Sifat Kristus ini akan terus mengganggu orang tersebut hingga akhirnya ia kalah dan Kristuslah pemenangnya. Dengan demikian kita dikembalikan dalam kehidupan normal kehidupan yang sesuai dengan rencana dan kehendak Allah. Inilah kemampuan dari kecakapan hayat di dalam Kristus yang telah menjadi hayat kita.

Pengalaman ini merupakan fungsi dari hukum hayat itu yang telah masuk ke dalam diri orang percaya. Dengan demikian Kristus sendirilah yang masuk ke dalam diri orang percaya, fungsi inilah yang dinamakan pekerjaan hukum hayat.

Hukum hayat ialah sifat Kristus itu sendiri.

Didalam sifat hayat Kristus yang Allah taruh di dalam orang percaya ialah hukum hayat ilahi, hal ini bekerja secara otomatis. Artinya sifat hayat Kristus itu berjalan dengan sendirinya tanpa harus diajarkan oleh siapapun. Selain itu, hukum hayat ilahi ini tidak didapatkan melalui pengajaran maupun mujizat.

Namun hal ini tentu saja tidak menentang pengajaran Alkitab, karena itu merupakan pembahasan yang berbeda. Karena dalam hal ini, kita tidak membahas mengenai pengajaran melainkan kehidupan orang Kristen yang normal oleh Kristus yang Ajaib yang tinggal di dalam setiap orang percaya.

Sifat hayat Kristus lebih dari cukup sebagai pedoman atau pegangan kita untuk menempuh kehidupan kita sebagai orang Kristen yang normal. Dengan demikian, kehidupan kekristenan kita perlu dipulihkan kepada kehidupan kristen yang normal.

· Hidup dari Dia

· oleh Dia

· dan kepada Dia

Kekuatan Salib dalam Hukum Perjanjian Baru

Salib adalah Kekuatan Allah

Di dalam teologi Paulus, salib dipandang sebagai kekuatan Allah (1 Korintus1:17-18). Pandangan ini bertolak belakang dengan cara pandang masyarakat pada masa itu. Terlebih, yang tersalib adalah Yesus yang diyakini oleh Paulus sebagai Mesias. Ketika Paulus memberitakan Yesus yang tersalib, hal itu dianggap sebagai kebodohan.

Bagi orang Yahudi di Korintus, sosok Mesias yang diharapkan bukanlah seorang yang mati tak berdaya di atas kayu salib, melainkan sosok pembebas secara politis yang akan mengembalikan bangsa Israel pada zaman keemasan. Kematian sang juru selamat adalah sandungan bagi mereka. Sedangkan bagi orang-orang Yunani yang telah mahir dalam mengembangkan seni dan ilmu pengetahuan, berita salib tidak dapat memuaskan rasa ingin tahu.

Pengajaran tersebut bertolak belakang dengan pemikiran mereka. Mana mungkin sang juru selamat harus mati tanpa mampu menyelamatkan diri-Nya sendiri? Hal Ini adalah kebodohan.

Namun demikian Paulus tidak malu memberitakan salib. Bahkan dia menjadikan berita salib sebagai inti berita Injil. Sehingga ketika sampai di Korintus, dia memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa selain Yesus Kristus yang tersalib (1 Korintus dc2:2).

Posisi salib dalam pengajaran dan pemberitaan Paulus terletak di pusat penginjilan atau euangelion-nya. Inti berita Injil ini diingatkan kembali oleh Paulus kepada jemaat di Korintus (I Korintus 15:1-4). Paulus mengingatkan bahwa melalui Injil tersebut jemaat Korintus diselamatkan (1 Korintus 15:2). Selain mengingatkan tentang kekuatan Injil yang menyelamatkan, dia juga menjelaskan kembali tentang inti dari berita Injil yaitu karya Allah untuk menyelamatkan manusia melalui Yesus Kristus Anak-Nya yang telah mati, dikubur, dan bangkitkan pada hari yang ke tiga. Meskipun bagi mereka yang tidak percaya, salib merupakan kebodohan belaka., namun bagi Paulus, berita salib merupakan kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang percaya pertama-tama orang Yahudi , tetapi juga orang Yunani (Roma 1:16).

Demikianlah juga bagi kita saat ini, dimana salib itu tetap merupakan bukti kekuatan Allah. Kasih-Nya yang begitu besar telah menyelamatkan setiap orang yang percaya kepada-Nya.



Apakah kita hidup di bawah hukum dunia atau Tuhan?

1 Petrus 2: 13-14 mengatakan

13 “Tunduklah, karena Allah, kepada semua lembaga manusia, baik kepada raja sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi,

14 maupun kepada wali-wali yang diutusnya untuk menghukum orang-orang yang berbuat jahat dan menghormati orang-orang yang berbuat baik.”



Seorang Kristen dewasa merupakan warga yang tentunya taat hukum. Selain taat mereka juga memiliki hikmat untuk cermat dan juga penuh disiplin diri. Dengan demikian tentulah orang Kristen menjadi warga yang patuh terhadap pemerintahan yang ada.

Namun orang Kristen juga harus memahami bahwa tunduknya orang beriman kepada hukum pemerintah yang memiliki otoritas tidaklah sebagai penghalang iman kristen. Maksudnya ialah ketika orang Kristen mentaati otoritas yang berkuasa di bumi, hal tersebut tidaklah lebih kuat daripada orang Kristen menaati otoritas dari Allah Bapa.

Hal yang harus diketahui juga ialah, Tuhan pasti menganugerahkan kemampuan untuk menaati perintah ini demi kemuliaan-Nya dan juga untuk kebaikan umat-Nya sendiri.

Dalam hal ini orang Krsiten yang cermat dan bijak juga mengetahui bahwa tunduk kepada pemerintahan dunia bukan berarti kita harus ikut dalam melakukan kejahatan-kejahatan yang mungkin di legalkan pada wilayah tersebut.



Secara sederhana alasan mengapa orang Krsten harus tunduk kepada hukum dunia dan melakukan hukum dunia ialah “karena Allah atau kehendak Allah (baca Roma 13).”



Benarkah Tuhan Tidak Konsisten?

Ada banyak orang Kristen yang bertanya: “Mengapa kita; orang Kristen tidak melakukan 613 Hukum Taurat?”

Apakah Tuhan tidak Konsisten?

Apakah Tuhan berubah pikiran?

Apalagi kita juga sudah mengetahui apa yang dikatakan oleh Yesus sendiri dalam Matius 5:18

Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, SATU IOTA atau SATU titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.

Untuk menjawab pertanyaan ini, perhatikanlah uraian berikut ini.

Hal pertama yang harus kita pahami ialah, bahwa pernyataan Allah itu bersifat “progrsif” atau ea rah kemajuan/bertahap.



Dulu, ketika manusia masih berada di taman Eden, Tuhan memberikan otoritas kepada manusia. Lihat Kejadian 1:29-30.

Awalnya manusia dijadikan Allah sebagai ciptaan yang memakan tumbuh-tumbuhan atau buah-buahan bisa juga dikenal dengan istilah herbivora.

Namun perhatikan lagi, perintah ini mengalami perubahan. Kisah ini dapat dilihat dalam kisah Nuh. Kej 9:3

Lihat, perintahnya mengalami perubahan. Mengapa hal itu terjadi? Apa penyebabnya?

Jawaban sederhana dari pertanyaan ini ialah “karena dosa”

Dosa menyebabkan tatanan rantai makanan juga mengalami perubahan. Dan hal ini menyatakan bahwa pernyataan Allah itu “Progresif” bukan sekali dikatakan dan tidak mengalami perubahan sama sekali. Bukan juga Allah itu tidak konsisten.



Untuk memahami mengenai hukum Taurat selanjutnya, mengapa hal itu tidak dilakukan oleh orang Kristen. Kita juga harus memahami bahwa hukum-hukum tersebutpun terbagi ke dalam bebeapa bagian,

1. Hukum Moral- ini lebih kita kenal dengan 10 perintah Tuhan.

2. Hukum Seremonial- hukum yang mengatur peribadatan, termasuk di dalamnya larangan dalam makanan dan tentang segala yang najis dan tahir

3. Hukum Sipil- Undang-undang dalam bangsa Israel, contoh hukum ini ialah “rajam bagi mereka yang berbuat zinah”. Pada bagian PB hukum ini telah dimenangkan oleh Yesus (baca Yohanes 8:3-11).

Hukum ke 2 dan ke 3 ini tidak diharuskan untuk berlaku selama-lamanya. Makanya dalam Perjanjian Baru hukum ini sudah tidak berlaku lagi seutuhnya, secara khusus bagi orang Kristen.

Ibrani 9:10 karena semuanya itu, di samping makanan minuman dan pelbagai macam pembasuhan, hanyalah peraturan-peraturan untuk hidup insani, yang hanya berlaku sampai tibanya waktu pembaharuan.

Markus 7:18 Maka jawab-Nya: “Apakah kamu juga tidak dapat memahaminya? Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskannya,,

ini merupakan hukum mengenai makanan yang Yesus ajarkan kepada orang Yahudi yang sedang bersama-sama dengan dirinya pada waktu itu. Dengan demikianlah hukum ini menjadi pegangan bagi orang Kristen hingga saat ini.

Penghambat dalam melakukan Hukum Kasih

Setidaknya ada 15 hal yang akan kita ketahui mengenai hal ini.

Untuk lebih jelasnya, mari lihat kitab Galatia 5:19-21.

19 Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu,

20 penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah,

21 kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu — seperti yang telah kubuat dahulu — bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.

Selain dari ke-15 yang tercatat dalam surat Galatia ini, penghambat lainnya masih tetap ada. Oleh karena itu untuk lebih memahami apa saja yang menjadi penghambat ini yaitu semua perbuatan daging. Perbuatan yang menentang Firman Allah, semuanya itu menjadi penghambat dalam melakukan Hukum Kasih.



KESIMPULAN

Melalui pembahasan diatas dapat disimpulkan, yaitu:

1. Pertama, konsep darah telah menjadi sebuah simbol dan nubuatan yang harus digenapi, Perjanjian Lama menggambarkan bagi orang Israel bahwa penebusan dosa, haruslah dengan melakukan pertukaran dengan nilai yang sama. Dan hal itu digambarkan dalam hukum kesucian serta dilaksanakan.

2. Kedua, hukum kesucian merupakan simbol, gambaran, dan nubuatan yang digenapi pada penyaliban Mesias. Kegenapan dalam hal ini jika ditelusuri lebih mendalam berarti, hukum tauratlah yang menantikan Yesus Kristus.

3. Ketiga, darah menjadi sebuah alat barter atau penukaran dalam membeli kembali orang berdosa, supaya dapat menerima keselamatan

4. Keempat, darah yang dimaksud dalam konsep Penebusan mengandung kematian, hal ini dapat terlihat gambarannya dalam hukum kesucian dan penggenapannya dalam penyaliban Yesus Kristus;Keempat kata penebusan dalam Perjanjian Baru memiliki arti pertukaran dengan darah sebagai nilai yang sama, dan kematian menjadi unsur yang terkandung di dalamnya.

5. Kelima, nilai yang sama dalam konsep penebusan, mengandung arti kelayakkan dimana hal ini hanya bisa dilakukan oleh Sang Mesias, Yesus Kristus, Anak Allah sebagai Firman yang hidup.



Hukum Perjanjian Lama bagi orang Kristen

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Hukum dalam Perjanjian Lama ialah Hukum Taurat yang dimana memuat lebih dari 600 hukum yang berlaku bagi orang Israel. Tuhan yang memberikan hukum tersebut untuk mereka taati dan jika mereka melakukannya maka Allah akan memberkati mereka dengan berkat yang berlimpah kepada mereka.

Namun jika orang Krsten membaca hukum-hukum tersebut pasti akan timbul pertanyaan

“perlukah saya/kita menaati hukum Taurat ini atau tidak?

Contoh.. jika kita melakukan suatu dosa yang tidak disengaja maka kita harus memberikan persembahan atau mengorbankan seekor kambing untuk menebus dosa kita.

Pada masa kini, hal tersebut tidaklah mungkin untuk dilakukan karena itu sesuatu yang sangat unik. Demikian juga dengan banyaknya peraturan lain seperti eraturan mengenai orang yang kena kusta, persoalan harta dan lainnya. Hal ini tidak mungkin kita lakukan di zaman ini.

Tetapi pada bagian lain dari Firman Tuhan mengajarkan kepada kita dalam Matius 5:18
Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.

Hal ini tentu membuat kita dilema, apakah kita harus melakukan hukum ini atau tidak.

Untuk memahami hal ini kita perlu melihat hukum Taurat itu kembali.

1. Taurat adalah perjanjian Tuhan bagi bangsa Israel. Tuhan mengikatkan diri dengan bangsa Israel dimana Tuhan yang merupakan otoritas tertinggi mengikatkan diri dengan bangsa Israel dengan posisi yang lebih rendah. Perjanjian ini dilakukan dengan berbagai aturan untuk di taati dan berkat yang menanti.

2. PB telah menyempurnakan PL tetapi tidak mengubah esensinya. Hal yang diaksudkan ialah “Allah tetap menuntuk Ketaatan dan Kesetiaan dari Umat-Nya.

3. Sejak kedatangan Yohanes Pembatis, Hukum lama telah diganti dengan hukum Kasih. Hal ini membuat hukum lama tidak berlaku lagi karena hukum yang baru yaitu hukum kasih yang telah diberikan oleh Yesus melampaui segala kebenaran orang Farisi dan ahli Taurat.

Apakah ada hukum Israel yang masih berlaku bagi kita?

Tentu saja ada, namun hal itu terletak pada bagian hukum Etika

Karena sejak awal Allah menetapkan hukum tersebut yaitu hukum mengasihi Allah (Ul 6:5). Hukum mengasihi sesama manusia (Im. 19:18)

Kenapa kedua hukum tersebut dapat berlaku?

Karena ke-2 hukum ini di ulang kembali dalam PB

Jadi secara sederhana hukum dan peraturan dalam PL tidak berlaku bagi orang Kristen kecuali di ulang kembali dalam PB. Artinya orang Kristen tidak mengikuti semua peraturan yang tercatat dalam kebiasaan dan adat istiadat Yahudi sekalipun orang Kristen menyembah Allah yang sama.d

Sumber



Iman Nuel Zaidan Thuan Ong “Memahami Konsep Penebusan dalam Hukum Taurat dan Penggenapannya dalam Diri Yesus Kristus” Dosen STT Pelita Kebenaran.

William Dyrness, Tema-tema Dalam Teologi Perjanjian Lama(Jakarta: Gandum Mas, 2013).

Jonar S, Soteriologi:Doktrin Keselamatan, Pengajaran Mengenai Karya Allah Dalam Keselamatan (Yogyakarta: Andi, 2015).

Desy Handayani “Implementasi Hukum Allah dalam Matius 22:34-40” PNEUMATIKOS: Jurnal Teologi Kependetaan

David Eko Setiawan, Dwiati Yulianingsih “Salib adalah Kekuatan Allah (Signifikansi Salib Bagi Kehidupan Manusia dalam Teologi Paulus”, Sekolah Tinggi Teologi Tawangmangu.

David Tjakra, Hukum yang berlaku dalam Perjanjian Baru, https://www.youtube.com/watch?v=20WI4Tkudoc.

Bible Project Indonesian, Penjelasan Animasi tentang Hukum Taurat, https://www.youtube.com/watch?v=cBZZgk_X-k0.

No comments:

Post a Comment

Jika anda Ingin Membantu pelayanan ini, silahkan kirimkan bantuan anda dengan menghubungi email charinmarbun@gmail.com. Jika anda diberkati silahkan Tuliskan dalam komentar. Jika ada pertanyaan dan permohonan Topik untuk dibahas, silahkan tuliskan dikolom komentar. Terimakasih sudah membaca, Tuhan Yesus memberkati selalu.