PENGANTAR
Krisis Hari Tuhan Saat Ini
Siklus enam hari kerja dan satu hari untuk beribadah dan beristirahat merupakan siklus yang sudah biasa dilakukan pada umumnya. Hal ini terinspirasi dari warisan budaya dan sejarah dari bangsa Ibrani (Yahudi; Israel), dan pada masanya telah warisan ini sudah berlaku hampir di seluruh dunia.Pemahaman mereka mengenai pemujaan kepada Tuhan menjadi mungkin dan lebih bermakna dengan terhentinya kegiatan sekuler. Jadi, ketika kita beristirahat atau tidak melakukan kegiatan-kegiatan rutinitas keseharian kita; pada saat itulah waktu yang paling baik untuk kita melakukan peribadatan kepada Tuhan.
Pengertian Hari Sabbat dan Relevansinya dalam Kekristenan
Oleh karena kita sebagai orang Kristen memuja Allah yang sama dengan bangsa Yahudi maka kitapun memiliki atau mengadopsi hal-hal yang sesuai dan relevan dengan kebenaran Alkitab/Firman Tuhan. Demikianlah penyembahan Yahudi dan Kristen menemukan ekspresi konkretnya dalam satu hari dan berulang setiap minggu hingga menjadi suatu kebiasaan atau ketetapan bahwa ada satu hari yang hanya di khususkan untuk melakukan peribadatan.Akan tetapi belakangan ini, masyarakat hampir di seluruh dunia telah mengalami transformasi yang radikal. Maksudnya di sini ialah, kebiasaan yang dahulu sudah mulai tergantikan dengan kebiasaan yang sekarang. Jika dahulu masyarakat mengkhususkan satu hari sebagai hari peribadatan, maka sekarang hal tersebut mulai berkurang. Bahkan hal mengenai satu hari sebagai peristirahatan atau peribadatan tersebut sering kali tidak diterapkan lagi. Orang-orang mulai tetap melakukan pekerjaan, lembur atau bekerja paruh waktu. Jadi satu hari yang di khususkan buat beristirahat atau beribadah kepada Tuhan pun menjadi tidak seperti keadaannya yang semula lagi.
Mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Apa penyebabnya?Jawaban dari kedua pertanyaan di atas tentu saja karena kemajuan dan pencapaian teknologi, industri, ilmiah dan spasial (berkenaan dengan ruang atau tempat) yang begitu pesat. Kemajuan ini telah melanda seluruh dunia, kemudian menyebabkan banyak banyak perubahan yang mulai mengubah kebiasaan dan cara pandang manusia yang hidup di zaman ini. Dengan demikian orang yang hidup di masa ini mulai hidup dengan kebiasaan yang baru, kebiasaan yang selalu memikirkan “apa yang harus saya kerjakan?”, “apa yang harus saya hasilkan?”, “jika saya libur/istirahat, maka saya akan rugi! Begitulah hal yang menjadi pemikiran manusia di zaman sekarang ini, sekalipun tidak semua orang berpikir demikian.
Manusia yang hidup di zaman ini diperlakukan atau hidup seolah-olah lebih berat dari sebuah mesin. Jika mesin bekerja dan memerlukan waktu untuk beristirahat, maka manusia di zaman ini bekerja tanpa memiliki waktu istirahat yang cukup. Manusia modern, seperti yang diketahui saat ini hidup di bawah kemajuan teknologi yang terus berkembang. Oleh karena hari Minggu kerja cenderung mengubah tidak hanya siklus enam hari kerja dan satu hari istirahat , tetapi bahkan nilai-nilai agama, seperti pengudusan hari Tuhan. Karena itu, orang Kristen saat ini tergoda menganggap waktu sebagai sesuatu yang menjadi miliknya, sesuatu yang dapat ia manfaatkan untuk kesenangannya sendiri. Kewajiban beribadah memang tidak sepenuhnya diabaikan, namun seringkali diatur menjadi sesuai dengan keinginan hidup.
Banyak orang Kristen yang bermaksud baik dengan melihat hari Minggu sebagai ketaatan jam ibadah daripada sebagai hari suci Tuhan. Setelah memenuhi kewajiban ibadah mereka, banyak yang akan dengan hati nurani yang baik menghabiskan sisa waktu Minggu mereka dengan terlibat dalam menghasilkan uang atau dalam mencari kesenangan. Dengan demikian tidak ada lagi hari suci Tuhan yang memang di khususkan bagi Tuhan.
Gagasan Alkitab tentang “Sabat Suci” yang dulunya dipahami sebagai waktu untuk berhenti dari kegiatan sekuler supaya mengalami berkat penebusan ciptaan dengan menyembah Tuhan dan dengan bertindak murah hati terhadap orang-orang yang membutuhkan. Namun hal ini semakin menghilang dari pandangan ataupun kebiasaan orang Kristen. Saat ini, mudah untuk memahami bagaimana pola yang ditransmisikan kepada kita tentang tujuh hari dalam seminggu, dengan hari berulangnya istirahat dan ibadah, bisa mengalami perubahan radikal. Masalah ini diperparah oleh kesalahpahaman yang berlaku tentang arti dari “hari suci” Tuhan itu sendiri.
Orang Kristen mulai melalaikan hari “suci Tuhan” bukanlah suatu perbuatan yang tanpa alasan. Melainkan memiliki alasan yang cukup jelas di zaman ini. Kebutuhan sosial atau ekologis merupakan kemungkin terbesar yang mendorong manusia termasuk orang Kristen untuk melupakan istirahat pada hari Minggu. Hal ini juga menimbulkan sikap beribadah yang tidak seutuhnya dari orang-orang Kristen. Oleh karena itu, sangat diharapkan hasil yang lebih dari sekedar mendidik komunitas Kristen untuk memahami baik makna dan pengalaman Alkitabiah mengenai “Sabat” Tuhan.
Namun, untuk mencapai ini, pertama-tama sangat diperlukan untuk mengartikulasikan dengan jelas dasar teologis untuk pemeliharaan Sabat. Apa sajakah alasan alkitabiah dan sejarah untuk memelihara Sabat?
Untuk memberikan jawaban atas masalah-masalah penting ini, sangat penting untuk memastikan, pertama-tama, “kapan”, “di mana”, dan “mengapa” hari Sabat menjadi hari Minggu dan naik sebagai hari ibadah Kristen. Hanya setelah merekonstruksi gambaran sejarah ini, dan mengidentifikasi faktor-faktor utama yang berkontribusi pada asal mula hari Minggu, bukan? mungkin untuk melanjutkan tugas menilai kembali validitas dan signifikansi pemeliharaan hari Minggu.
Masalah dan Tujuan Studi ini
Masalah asal usul perayaan hari Minggu dalam agama Kristen mula-mula telah membangkitkan persuasi minat para sarjana agama yang berbeda belakangan ini. Berbagai studi ilmiah, terakhir adalah bukti yang jelas untuk menemukan jawaban yang lebih memuaskan atas pertanyaan yang selalu menggelitik tentang waktu, tempat, dan penyebab asal mula menjaga hari Minggu.Kecenderungan dalam studi terbaru, bagaimanapun juga telah membuat pemeliharaan hari Minggu baik ciptaan eksklusif dan asli dari komunitas apostolik Yerusalem atau adaptasi yang terlalu pagan dari “dies solis / Sun-day” dengan penyembahan dewa Matahari yang terkait. Akan tetapi penyelidikan dan kesimpulan yang hanya beberapa faktor penyebab yang unilateral/sepihak dan tidak seimbang membuat hasil ini perlu di pertimbangkan”. Sebab, jika kita mengenali semua bagian dari liturgi pesta-pesta barangkali adalah yang paling abadi.
secara praktis tidak mungkin untuk mengubah hari dan bentuk perayaan yang sudah ada sejak zaman nenek moyang dahulu. Kita harus berharap bahwa hanya motif yang rumit dan dalam yang dapat mendorong mayoritas umat Kristen untuk meninggalkan tradisi pemeliharaan Sabat Yahudi yang kuno dan menonjol dengan mendukung hari ibadah yang baru yaitu hari Minggu.
Oleh karena itu, dalam upaya apa pun untuk merekonstruksi proses sejarah asal mula hari Minggu, perhatian harus diberikan kepada sejumlah besar kemungkinan faktor penyumbang teologis, sosial, politik dan penyembah berhala yang mungkin memainkan peran kecil atau lebih besar dalam mendorong adopsi hari Minggu sebagai hari ibadah umat Kristen.
jadi studi ini memiliki dua tujuan yang jelas. Pertama, itu mengusulkan memeriksa karya ilmiah yang didukung oleh banyak sarjana yang mengaitkan dengan Para rasul, atau bahkan kepada Kristus, inisiatif dan tanggung jawab untuk meninggalkan pemeliharaan Sabat dan beralih pada penyembahan hari Minggu. Pertimbangan akan diberikan pada ajaran Kristus tentang hari Sabat, kebangkitan dan penampakan Kristus, perayaan Ekaristi dan untuk komunitas Kristen Yerusalem, untuk menentukan peran apa yang dimainkan dalam membangun pemeliharaan hari Minggu.
Tujuannya adalah untuk memastikan apakah kebaktian Minggu itu “berasal selama masa hidup para Rasul di Yerusalem atau apakah itu dimulai beberapa waktu kemudian di tempat lain”. Verifikasi asal mula historis pemeliharaan hari Minggu ini sangat penting, karena ini mungkin menjelaskan tidak hanya penyebab asalnya, tetapi juga penerapannya pada orang Kristen saat ini. Jika memang hari Minggu hari Tuhan, semua orang Kristen, ya, seluruh umat manusia harus mengetahuinya.
Kedua, pembelajaran ini dirancang untuk mengevaluasi sejauh mana faktor-faktor tertentu seperti perasaan anti-Yahudi, tindakan Romawi yang represif terhadap Yahudi, pemujaan Matahari dengan “hari Matahari” yang terkait, dan orang Kristen tertentu dengan motivasi teologis, mempengaruhi pengabaian hari Sabat dan adopsi oleh mayoritas orang Kristen pada hari Minggu sebagai hari Tuhan. Studi ini kemudian merupakan upaya untuk merekonstruksi faktor-faktor dalam mencari gambaran yang lebih tepat tentang waktu dan penyebab yang berkontribusi pada adopsi hari Minggu sebagai hari ibadah dan istirahat bagi orang Kristen.
Studi ini tidak memusatkan perhatian pada aspek liturgis atau pastoral dari perayaan hari Minggu dalam agama Kristen primitif, karena masalah-masalah seperti itu telah ditangani secara mendalam dalam monografi-monografi terbaru. Pembelajaran ini merupakan harapan agar peserta yang sungguh-sungguh dapat dirangsang melalui pemahaman yang lebih baik tentang makna hari suci Allah untuk mencari persekutuan yang lebih dalam dengan “Tuhan atas hari Sabat” (Markus 2:28).
BAB II
Sabat dan Pengertiannya
Sabat (שָׁבַת–“SHABAT”), artinya berhenti, melepaskan atau beristirahat. Kejadian 2:2-3 mengatakan “Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.· Kejadian pasal 2 dengan jelas menjelaskan bahwa Allah telah berhenti dari segala pekerjaan penciptaan-Nya dan, seperti dengan berkat sebelumnya pada hewan dan manusia, Dia sekarang memberkati hari ketujuh ini dan membedakannya dari enam lainnya.
· Perhentian penuh dari pekerjaan yang bersifat duniawi.
· Jadi, hari Sabat di jadikan oleh Allah sebagai hari perhentian dari pekerjaan-Nya namun bukan berarti Allah benar-benar berhenti dan tidak bekerja sama sekali lagi melainkan Allah mengkhususkan serta memberkati hari tersebut lebih dari enam hari lainnya.
· Jadi Sabat merupakan hari Perhentian Allah dari pekerjaan-Nya dan mengkhususkan hari tersebut bagi Diri-Nya sendiri.
MACAM-MACAM SABAT DALAM PERJANJIAN LAMA
Hari Sabat
Konsep Hari Dalam Yahudi
Taukah anda bahwa bangsa Ibrani tidak memiliki penyebutan nama-nama hari, selain hari Sabat?Mereka hanya menyebutkan nama hari ordinalnya, yaitu hari pertama, hari kedua dst
Apakah maksud dari semuanya itu?
Penyebutan nama Hari
· Pertama “yom ri'shon” Kejadian 1:5 (seiring dengan hari Minggu dan dimulai dari saat matahari terbenam hari Sabtunya)
· Kedua “yom sheni” Kejadian 1:8 (seiring hari Senin)
· Ketiga “yom shlishi” Kejadian 1:18 (Selasa)
· Keempat “yom revi'i” Kejadian 1:19 (Rabu)
· Kelima “yom xamishi” Kejadian 1:28 (Kamis)
· Keenam “yom shishi” Kejadian 1:31 (Jumat)
· Ketujuh “Yom sibii”
Tetapi penyebutan hari ke-tujuh ada perbedaan dalam kata yang digunakan yaitu: Hari SABAT bukan “ketujuh” atau sibii.
Mengapa hal tersebut terjadi?, atau apa alasan hari ke tujuh di sebut sebagai hari Sabat, sehingga berbeda dengan penyebutan enam hari lainnya?
· Alasannya cukup sederhana yaitu karena menjelaskan betapa pentingnya hari sabat ini untuk dilihat dan diperhatikan.
Adapun beberapa alasan mengapa hari sabat itu penting
1. Hari Sabat merupakan suatu “Perintah Tuhan”; selain di perintahkan, hari Sabat juga merupakan perbuatan Tuhan yang diteladankan-Nya (ingat proses penciptaan). Dalam Keluaran 20:8-11, 8. Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: 9. enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, 10. tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu. 11. Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya.
Melalui pebacaan ayat di atas maka dapat di pahami bahwa ketaatan akan adanya hari Sabat karena Tuhan sendiri melakukannya. Menariknya lagi, ini merupakan hari yang Tuhan kuduskan. Jadi ini menegaskan kembali betapa pentingnya satu hari yang hanya di khususkan bagi Allah. Selain itu, perlu di pahami bahwa “Puncak penciptaan bukan hanya kepada segala makhluk yang ada, termasuk manusia, tetapi juga hari peristirahatan, suatu undangan sang pencipta untuk bersukacita bersama-Nya”.
Pertanyaannya adalah: Bagaimana jika kita tidak menghormati hari Sabat?
Jika kita tidak menghormati hari Sabat, maka kita...
· Sama dengan tidak menghormati Allah,
· Tidak ikut Teladan Allah, bukankah orang Kristen sebagai anak-anak Allah harus mengikuti Allah sebagai Bapanya?
Ingat, Allah tidak lelah sehingga Ia perlu beristirahat, melainkan hal itu dilakukan-Nya supaya kita mengikuti teladan-Nya. Saelain itu, hal ini juga diperuntukkan kepada kita sebagai karya-Nya supaya kita tetap mengingat akan Dia dan juga untuk kebaikan kita sendiri.
· Ingatlah, seorang anak pasti meniru perbuatan atau teladan orang tuanya, demikian juga Allah sebagai orang tua, ingin supaya anak-anak-Nya meniru teladan-Nya.
2. Peringatan akan karya Tuhan dalam Keselamatan
Ulangan 5:15, Sebab haruslah kau ingat, bahwa engkaupun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau dibawa keluar dari sana oleh TUHAN, Allahmu dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung; itulah sebabnya TUHAN, Allahmu, memerintahkan engkau merayakan hari Sabat.Jelas sekali penjelasan ayat ini berhubungan dengan pembebasan bangsa Israel dari perbudakan bangsa Mesir, selain itu ayat ini juga menegaskan bahwa umat Allah harus merayakan hari Sabat.
jadi hari Sabat juga memberikan penjelasan supaya orang Israel mengingat akan peristiwa pembebasan, dengan demikian, setiap hari sabat orang Israel akan ingat bahwa Tuhan adalah seorang Pembebas dan juruselamat.
3. Regulator atau pengatur kehidupan umat Allah
Peraturan asusila/kemanusiaan yg memberi waktu perhentian Keluaran 20:10, 23:12, Ul 5:14-15Keluaran 20:10, “tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu.”
Keluaran 23:12 “Enam harilah lamanya engkau melakukan pekerjaanmu, tetapi pada hari ketujuh haruslah engkau berhenti, supaya lembu dan keledaimu tidak bekerja dan supaya anak budakmu perempuan dan orang asing melepaskan lelah.”
Pada ayat ini jelas, berhenti bekerja pada hari Sabat itu juga sebagai waktu untuk hewan beritirahat dan juga buat semua pelayan-pelayan atau pekerja yang bekerja di bawah kekuasaan kita.
1 Korintus 16:2, versi Firman Allah yang Hidup (FAYH)
Setiap hari Minggu, sebagian dari uang yang Saudara peroleh selama seminggu hendaknya Saudara sisihkan untuk persembahan. Besarnya persembahan Saudara bergantung pada jumlah penghasilan yang telah dikaruniakan Allah kepada Saudara. Janganlah menunggu sampai saya datang, lalu baru berusaha mengumpulkannya sekaligus.
Dalam ayat ini, Paulus sedang menjelaskan bahwa jemaat masing-masing mengumpulkan persembahannya dalam setiap pertemuan Minggunya. Artinya, pada hari Minggu mereka berkumpul bersama dan tidak bekerja melainkan berkumpul untuk beribadah.
Bab 3
Sabat Merupakan Konsep Perjanjian
Taukah anda kalau hari Sabat merupakan suatu konsep perjanjian?, sehingga bagi mereka yang melanggarnya akan mendapatkan hukumanKeluaran 31:14, Haruslah kamu pelihara hari Sabat, sebab itulah hari kudus bagimu; siapa yang melanggar kekudusan hari Sabat itu, pastilah ia dihukum mati, sebab setiap orang yang melakukan pekerjaan pada hari itu, orang itu harus dilenyapkan dari antara bangsanya
Bilangan 15:32-36,
Ayat ini memceritakan bagaimana keadaan yang di alami oleh orang yang melanggar peraturan Sabat. Apa yang terjadi dengan orang tersebut? Pada ayatnya yang ke 35-36 dijelaskan bahwa atas perintah Tuhan, orang tersebut di lempari dengan batu hingga meninggal.
Itulah hukum yang berlaku bagi orang yang melanggar peraturan Sabat pada masa itu. Saat ini, memang peraturan tersebut sudah tidak belaku bagi orang Kristen, namun kita harus tetap menghormati hari Sabat Tuhan.
Baca Yeremia 17:19-27,
Apa yang saudara pahami mengenai konsep Sabat dalam pembacaan kitab Yeremia di atas?
Berikan tanggapan mu.....
Ingat sewaktu roti manna di berikan khusus untuk menyambut hari Sabat? Allah memberikan jatah 2 lipat pada hari sebelumnya. Hal ini dimaksudkan supaya orang Israel tidak perlu mencari Manna pada hari Sabat melainkan tetap menguduskan hari Sabat, baca Keluaran 16:1-36. Selanjutnya dalam pembacaan yang sama, terdapat orang yang tetap memungut Manna pada hari ketujuh/ Sabat (ay. 27), tetapi mereka tidak mendapatnya.
Ibrani 4:1, 3, 11. Penulis kitab Ibrani juga sedang mengingatkan bahwa pentingnya hari perhentian / Sabat yang telah disediakan oleh Allah bagi umat-Nya. Selain itu, penulis kitab ini juga tetap mengingatkan supaya kita tetap berusaha untuk tetap mengikuti Sabat tersebut dan menjadi orang-orang yang taat.
Banyak orang Kristen hanya mengetahui adanya hari Sabat sebagai hari yang dikhususkan Allah bagi manusia. Akan tetapi, sesungguhnya ada beberapa Sabat lain yang harus kita ketahui.
Meskipun orang Kristen tidak merayakan Sabat ini, namun tidak salah jika orang Kristen mempelajari dan mengetahuinya sebagai ilmu untuk menambah wawasan dan pengetahuan akan Alkitab yang lebih luas lagi. Dengan demikian juga di harapkan supaya orang Kristen dapat memetik atau mengambil hikmah yang terkandung di dalamnya dan juga menambah pengetahuannya mengenai Sabat dalam Alkitab.
Tahun Sabat
Pada bagian sebelumnya, kita telah mengetahui apa artinya Sabat, kita juga sudah mulai mengetahui apa itu hari Sabat.Pada pembelajaran kali ini kita akan mempelajari mengenai tahun Sabat. Apa itu tahun Sabat?, apa yang anda ketahui mengenai tahun Sabat ini.
Dalam Imamat 25:11-13,
11. Tahun yang kelima puluh itu harus menjadi tahun Yobel bagimu, jangan kamu menabur, dan apa yang tumbuh sendiri dalam tahun itu jangan kamu tuai, dan pokok anggur yang tidak dirantingi jangan kamu petik buahnya.
12. Karena tahun itu adalah tahun Yobel, haruslah itu kudus bagimu; hasil tahun itu yang hendak kamu makan harus diambil dari ladang.
13. Dalam tahun Yobel itu kamu harus masing-masing pulang ke tanah miliknya.
Tuhan berfirman kepada Musa, tanah harus mendapat perhentian karena itu pemberian atau Anugerah Tuhan. Beberapa hal yang menjadi poin penting di sini antara lain:
· Tuhan tidak mau umat-Nya menjadi umat yang lupa diri, oleh karena itulah harus ada masa perhentian.
· Tanah yang menghasilkan makanan bagi mereka; tidak boleh mereka melupakan Tuhan.
· Pada tahun ke 7, pemeliharaan untuk orang miskin.
Perayaan 7 sabat tahunan bangsa Yahudi
· Selain merayakan hari sabat, orang-orang Yahudi juga merayakan 7 peryaan Sabat tahunan pada setiap tahunnya. Jadi dalam setahun ada 7 perayaan Sabat di samping perayaan hari Sabat yang sudah ada.
· 7 perayaan tahunan bangsa Yahudi ini, jika kita lihat, sesungguhnya merujuk kepada pelayanan Tuhan Yesus Kristus ketika datang ke dunia ini sebagai Mesias. Adapun tujuh perayaan Sabat tersebut ialah sebagai berikut:
1 Hari raya Paskah, dirayakan pada hari ke 14 bulan pertama (Abib/Nisan) Imamat 23:5 “Dalam bulan yang pertama, pada tanggal empat belas bulan itu, pada waktu senja, ada Paskah bagi TUHAN.”
2 Hari raya Roti Tidak Beragi, diarayakan pada hari ke 15 sampai kepada harinya yang ke 21 (1 Minggu) dari bulan pertama, Abib / Nisan, Imamat 23:6-8
6. Dan pada hari yang kelima belas bulan itu ada hari raya Roti Tidak Beragi bagi TUHAN; tujuh hari lamanya kamu harus makan roti yang tidak beragi.
7. Pada hari yang pertama kamu harus mengadakan pertemuan kudus, janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan berat.
8. Kamu harus mempersembahkan korban api-apian kepada TUHAN tujuh hari lamanya; pada hari yang ketujuh haruslah ada pertemuan kudus, janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan berat.”
3 Hari Raya Hulu Hasil/ Hasil Pertama, dirayakan pada hari ke 16 bulan Abib/Nisan sesudah hari ke 7/ Sabat, Imamat 23:10-14.
10. “Berbicaralah kepada orang Israel dan katakan kepada mereka: Apabila kamu sampai ke negeri yang akan Kuberikan kepadamu, dan kamu menuai hasilnya, maka kamu harus membawa seberkas hasil pertama dari penuaianmu kepada imam,
11. dan imam itu haruslah mengunjukkan berkas itu di hadapan TUHAN, supaya TUHAN berkenan akan kamu. Imam harus mengunjukkannya pada hari sesudah sabat itu.
12. Pada hari kamu mengunjukkan berkas itu kamu harus mempersembahkan seekor domba berumur setahun yang tidak bercela, sebagai korban bakaran bagi TUHAN,
13. serta dengan korban sajiannya dari dua persepuluh efa tepung yang terbaik, diolah dengan minyak, sebagai korban api-apian bagi TUHAN yakni bau yang menyenangkan, serta dengan korban curahannya dari seperempat hin anggur.
14. Sampai pada hari itu juga janganlah kamu makan roti, atau bertih gandum atau gandum baru, sampai kamu telah membawa persembahan Allahmu; itulah suatu ketetapan untuk selama-lamanya bagi kamu turun-temurun di segala tempat kediamanmu.
Jadi dalam bulan pertama setiap tahunnya bangsa Israel merayakan 3 hari raya tahunan dalam waktu yang berturut-turut
4 Hari raya 7 Minggu atau Pentakosta. 7 minggu sesudah Hulu hasil dan terhitung sesudah lewat Hari Sabat pada akhir minggu yang ke tujuh. Ini jatuh pada bulan ke 3/Sivan, baca Imamat 23:15-16
5 Pada bulan ke 7, ada perayaan yang dilakukan bangsa Israel berturut-turut yaitu, hari raya meniup serunai. Hari pertama bulan ke 7 (Tishri) Imamat 23:24-25, sebagai tanda persiapan hari pendamaian yang akan jatuh pada hari ke 10 di bulan ke 7
· Dalam hal ini mereka akan melakukan intropkesi diri dan bertobat
6 Hari raya Pendamaian, di rayakan hari ke 10 bulan 7, Imamat 23:27-28
7 Hari raya Pondok Daun, hari ke 15-21, Imamat 23:34-36
Tugas: coba saudara urutkan waktu perayaan Sabat Tahunan Yahudi berdasarkan yang telah dipelajari di atas?
secara singkat, inilah urutan waktu perayaan Sabat Tahunan bangsa Yahudi.
Bulan pertama
· Hari Raya Paskah
· Roti Tidak Beragi
· Hari Raya Hasil Pertama
Bulan ke 3
· Hari Raya 7 Minggu atau Pentakosta
Bulan ke 7
· Hari Raya Meniup Serunai/Sangkakala
· Hari Raya Pendamaian
· Hari Raya Pondok Daun/ Sukot/ Tabernakel
Pertanyaan: “Mengapa orang Kristen tidak merayakan Sabat Yahudi??”
Tahukah saudara bahwa Ke-7 hari raya ini, sudah digenapkan oleh Tuhan Yesus di atas bukit Golgota?
Itulah sebabnya orang Kristen yang bukan bangsa Yhaudi secara jasmani tidak perlu merayakan ketujuh perayaan sabat ini. Kolose 2:16-17
16. Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat;
17. semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus.
Bab IV
KRISTUS DAN HARI SABAT
Undangan keselamatan karena Kristus adalah Tuhan atas hari Sabat terdapat dalam Matius 12:8 Karena Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.
Ungkapan “Hari Tuhan / kuriake hemera” yang pertama kali muncul sebagai sebutan Kristen yang tak terbantahkan untuk hari Minggu di bagian akhir abad kedua. Secara tidak langsung hal ini menunjukkan hari yang secara eksklusif dimiliki oleh Tuhan “Kurios”.Setiap hari Minggu secara tradisional dilihat oleh banyak orang Kristen sebagai hari di mana Kristus adalah Tuhan dan yang dikuduskan untuk-Nya, kita boleh memulai penyelidikan sejarah ke dalam asal-usul pemeliharaan hari Minggu dan memastikan apakah Kristus mengantisipasi institusi hari penyembahan baru yang didedikasikan khusus untuk-Nya.
Perkataan Kristus yang ditemukan dalam Injil tidak mengandung ungkapan “Hari Tuhan”. (Matius 12: 8; Markus 2: 28; Lukas 6: 5), namun, mengandung lokusi / frasa yang serupa, yaitu “Tuan atas hari Sabat / kurios tou sabbatou,”
sebuah frasa yang digunakan oleh Kristus pada akhir perselisihan-Nya dengan orang Farisi mengenai pertanyaan tentang kegiatan yang sah pada hari Sabat.
Berbagai penulis telah berusaha untuk membangun hubungan kausal antara Kristus yang memproklamirkan diri-Nya sebagai “Tuan atas Sabat” dan penetapan hari Minggu sebagai “hari Tuhan”.
Lukas 6:5. Kata Yesus lagi kepada mereka: “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.”
Mengapa Yesus mengatakan bahwa Dia adalah Tuhan atas hari Sabat?
Jelas sekali bahwa “Kristus memproklamirkan diri-Nya sebagai Tuhan/tuan atas hari Sabat secara khusus kepada membebaskan manusia dari beban formal seperti hari Sabat, yang telah menjadi tidak perlu.
Seorang penafsir bernama Wilfrid Stott juga menafsirkan bahwa logika Kristus sebagai rujukan implisit untuk hari Minggu: “Dia adalah Tuhan atas hari Sabat dan dalam hal ini ekspresi, dikutip oleh ketiga Injil Sinoptik yang juga ada referensi rahasia untuk hari Tuhan. Dia (Yesus), sebagai Tuhan, memilih hari-Nya sendiri. Secara tidak langsung kita dapat melihat dalam pernyataan ini maksud Kristus untuk menetapkan Hari ibadah barunya yaitu hari Minggu. Yesus berkuasa penuh atas hari tersebut.
Untuk menilai validitas asumsi tersebut, kita harus menentukan Sikap dasar Kristus terhadap hari Sabat. Terus terang, apakah perbuatan Kristus benar-benar menghormati atau dengan sengaja melanggar hari Sabat? Jika yang terakhir adalah kasus, maka kita perlu mencari tahu apakah Kristus dengan kata-kata dan tindakan-Nya dimaksudkan untuk meletakkan dasar untuk hari ibadah baru yang pada akhirnya akan menggantikan hari Sabat.
Sikap Kristus Terhadap Sabat
Tuhan Yesus memberi mereka empat jawaban:1) murid-murid Yesus pernah memetik gandum pada hari Sabat. Tindakan para murid disamakan dengan tindakan Daud dan pengikutnya (lihat 1 Samuel 21:1-6). Dalam kedua peristiwa itu, terlihat ada peraturan Sabat yang dilanggar oleh kebutuhan untuk menghilangkan rasa lapar secara fisik. Demikianlah murid-murid “Anak Daud” telah mendapat contoh yang bagus dari Daud sendiri:
1 Samuel 21:1-6
21:1 Sampailah Daud ke Nob kepada Ahimelekh, imam itu. Dengan gemetar Ahimelekh pergi menemui Daud dan berkata kepadanya: “Mengapa engkau seorang diri dan tidak ada orang bersama-sama dengan engkau?”
21:2 Jawab Daud kepada imam Ahimelekh: “Raja menugaskan sesuatu kepadaku, katanya kepadaku: Siapa pun juga tidak boleh mengetahui sesuatu dari hal yang kusuruh kepadamu dan yang kutugaskan kepadamu ini. Sebab itu orang-orangku telah kusuruh pergi ke suatu tempat.
21:3 Maka sekarang, apa yang ada padamu? Berikanlah kepadaku lima roti atau apa pun yang ada.”
21:4 Lalu jawab imam itu kepada Daud: “Tidak ada roti biasa padaku, hanya roti kudus yang ada; asal saja orang-orangmu itu menjaga diri terhadap perempuan.”
21:5 Daud menjawab imam itu, katanya kepadanya: “Memang, kami tidak diperbolehkan bergaul dengan perempuan, seperti sediakala apabila aku maju berperang. Tubuh orang-orangku itu tahir, sekalipun pada perjalanan biasa, apalagi pada hari ini, masing-masing mereka tahir tubuhnya.”
21:6 Lalu imam itu memberikan kepadanya roti kudus itu, karena tidak ada roti di sana kecuali roti sajian; roti itu biasa diangkat orang dari hadapan TUHAN, supaya pada hari roti itu diambil, ditaruh lagi roti baru.
Matius 12: 3-4, Yesus Kristus dengan jelas berkata tentang Daud dan pengikutnya, bahwa mereka melanggar “hukum” karena makan roti sajian yang dikhususkan untuk Tuhan. Daud melanggar hukum karena kebutuhan manusia secara fisik (lapar). Padahal setiap roti sajian diperbarui setiap hari Sabat, dan roti-roti yang tersisa harus dimakan oleh imam-imam di Ruang Kudus (Keluaran 25:30). Itulah suatu contoh yang kuat, dalam keadaan darurat (kelaparan) Daud, nenek moyang orang Yahudi dengan berani mengambil keputusan yang menyimpang dari suatu kebiasaan suci pada zamannya. Penyimpangan ini bukanlah penyimpangan yang kecil jika dilihat dari sudut pandang orang Yahudi, melainkan suatu penyimpangan yang bersifat fatal.
Tuhan Yesus mengacu pada peristiwa ini untukmenunjukkan bahwa setiap saat kewajiban moral dan seremonial bertabrakan, maka yang harus mengalah adalah kewajiban seremonial. Imam besar harus mengutamakan kehidupan Daud dan pengikutnya, bahkan dengan mengorbankan peraturan seremonial sekalipun.
2) Dalam ayat 5-6, Matius mengutip suatu argumen bahwa para imam diperbolehkan melakukan pekerjaan pada hari Sabat.
* Bilangan 28:9-10
28:9 “Pada hari Sabat: dua ekor domba berumur setahun yang tidak bercela, dan dua persepuluh efa tepung yang terbaik sebagai korban sajian, diolah dengan minyak, serta dengan korban curahannya.
28:10 Itulah korban bakaran Sabat pada tiap-tiap Sabat, di samping korban bakaran yang tetap dan korban curahannya.
Diceritakan dalan Bilangan 28:9-10, Kita lihat dalam ayat-ayat tersebut pada hari Sabat korban harian harus didua-kalikan. Imam-imam melakukan pekerjaan, mereka mengolah makanan, mereka menyalakan api dll, mereka mempersembahkan korban pada hari sabat. Dalam hal ini para imam diperbolehkan mengesampingkan HUKUM SABAT.
Ayat 6, Tuhan Yesus sengaja memasukkan diri-Nya dengan sebutan yang ‘samar’ bahwa ada sesuatu yang “lebih besar dari Bait Allah”. Ya, tentu saja Dia lebih besar! Sebab Dia adalah Allah sendiri, Sang Tuan atas hari Sabat! Maka, dalam hal ini juga, kita melihat suatu klaim bahwa Tuhan Yesus menempatkan dirinya “lebih besar” daripada ketentuan Sabat yang diisyaratkan dalam Hukum Taurat (lihat ayat 8, dan point 4 dibawah ini). Yesus Kristus adalah Allah, Dia Sang Empunya Hukum Taurat, dan Dia adalah Hukum itus sendiri. Dia adalah Sesuatu yang melebihi Bait Allah secara fisik di Yerusalem, berarti Kerajaan Allah yang dimulai terwujud sejak kedatangan Yesus Kristus.
3) Kutipan dari Hosea 6:6 (Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban. sembelihan) ayat ini sepintas dipergunakan untuk mengkritik pertimbangan nilai yang salah dari orang-orang Farisi;
Dalam ayat 7 ini Tuhan Yesus menyebut suatu hal lagi yang melebihi hari Sabat, yaitu belas kasihan, dengan kata-kata yang disebut dalam Hosea 6:6. Orang-orang Farisi telah melupakan bahwa hukum kasih yang adalah hukum tertinggi/terutama.
Disini terlihat jelas adanya perbedaan ‘asasi’ di antara Tuhan Yesus dan orang Farisi. Yesus Kristus mengajar hukum kasih kepada semua orang, hal ini selalu muncul dalam kepenulisan kitab-kitab Injil. Dalam hal ini terlihat jelas bahwa orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat tidak mengerti berapa dalamnya kasih Allah dan tidak cukup mengerti juga tentang kasih terhadap sesama manusia, yang harus sejajar dengan kasih akan Allah itu sendiri.
4) Yesus Kristus sebagai Anak Manusia mempunyai kewenangan khusus atas Sabat dan lebih mempunyai hak daripada Daud atau para imam untuk melanggar peraturan Perjanjian Lama mengenai Sabat.
Di ayat 8 ini adalah sabda Tuhan Yesus yang paling radikal tentang hari Sabat : “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat”. Anak Manusia itulah Yesus Kristus. Tuhan Yesus mengambil alih gelar dari Daniel 7:13-14, dimana dikatakan bahwa “seorang seperti anak manusia datang dengan awan-awan dan kepadanya diberikan pemerintahan atas semua bangsa, dan kerajaannya tidak akan lenyap".
Dengan memakai gelar Anak Manusia itu untuk diriNya, Yesus menandakan bahwa Dia-lah yang ditentukan Allah sebagai Raja atas seluruh dunia. Yesus, Raja yang besar itu adalah “Tuan” atas hari Sabat, yang berarti Ia berhak untuk menentukan bagaimana Sabat patut dirayakan. Hak-Nya adalah jauh lebih tinggi dari semua diskusi ahli-ahli Taurat.
Namun satu hal yang pasti bahwa sabda Tuhan Yesus ini masih merupakan teka-teki bagi orang-orang Farisi. Mereka belum mengerti bahwa dengan “Anak Manusia” Yesus memaksudkan diri-Nya sendiri sebagai Raja dunia. Andaikata pada saat itu mereka mengerti, pastilah kemarahan mereka berpusat di situ. Hal Ini bisa di bandingkan dengan peristiwa ketika Yesus dihadapan Mahkamah Agama (Sanhedrin), dimana Ia mengakui bahwa Ia Anak Manusia, yang duduk di sebelah kanan Allah dan yang datang di awan-awan, Ia langsung divonis hukuman mati (Mat 26:57-68).
Dalam kisah ini, kita dapat mengerti, Tuhan Yesus mengelompokkan Daud, Imam-imam dalam Bait Allah, dan diri-Nya dalam 1 group yaitu “orang-orang yang melanggar hukum Sabat-namun tidak bersalah”. Dan dengan memberikan fakta tersebut kepada orang-orang Farisi yang menyudutkan-Nya mengapa melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?
Dalam komunitas Kristen perdana bagian ini dipergunakan sebagai sumber pertahanan melawan kritik orang-orang Yahudi mengenai longgarnya umat Kristen perdana dalam menaati hukum Sabat. Orang-orang Kristen Perdana mendasarkan ibadah mereka pada teladan dan kewibawaan Yesus Kristus sebagai “TUAN/LORD” atas hari Sabat (KURIOS/ Boss/ Penguasa/ Pemilik hari Sabat)!
Tuhan Yesus Kristus, yang berkuasa atas hari Sabat, Dia juga yang tinggal di dalam orang-orang percaya. Dan jika sekiranya Dia, Sang Bait Allah itu, diam di dalam orang percaya dan orang percaya diam di dalam Dia, bagaimanakah mungkin segenap hukum Taurat dikenakan lagi kepada mereka?
1 Petrus 2:9,10
2:9 LAI TB, Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani (MAM'LEKHEM KOHANIM), bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri (AM SEGULAH), supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib
Kita orang-orang percaya, menjadi sama seperti para imam yang berada di dalam “Bait Allah” tersebut. Jika ada yang menganggap kita bersalah karena melanggar Sabat. Namun Alkitab menyatakan kita tidak bersalah! Tuhan Yesus menyatakan kita tidak bersalah. Mengapa? Karena kita (orang-orang yang percaya) diam di dalam bait Allah dan bait Allah ada di dalam kita. Itulah sebabnya Firman Allah memberikan kita nama yang baru “imamat rajawi” (1 Petrus 2:9). Para imam yang berada di dalam Bait Allah melanggar namun tidak bersalah, Daud.yang dinyatakan tidak bersalah walaupun memakan roti yang bukan seharusnya ia makan.
BAB V
Tipologi Sabat dan Pemenuhan Mesianiknya
Tempat yang baik untuk kita memulai penyelidikan tentang konsep Kristus tentang Sabat adalah Injil Lukas pasal empat. Di sini kita dapat menemukan kutipan dari khotbah yang dikhotbahkan Kristus di Sinagog, Nazaret pada hari Sabat setelah pelantikan pelayanan publik-Nya.Perlu dicatat bahwa di dalam Injil Lukas pelayanan Kristus tidak hanya dimulai pada hari Sabat atau hari dimana, menurut Lukas (4:16), Kristus biasa mengamati; tetapi juga berakhir pada “hari persiapan saat Sabat dimulai”(23: 54). Sepanjang pelayanan Yesus, Ia memicu penolakan berulang-ulang (Lukas 4:29; 13:14, 31; 14: 1-6) tampaknya Lukas juga menyajikan pendahuluan bagi Kristus yaitu penolakan dan pengorbanan terakhir.
Dalam khotbah pembukaan-Nya, Kristus mengacu pada Yesaya 61: 1-2, yang mana berkata, “Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara, untuk memberitakan tahun rahmat TUHAN dan hari pembalasan Allah kita, untuk menghibur semua orang berkabung,”
Lukas 4: 18-19. “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.”
Berdasarkan prakteknya semua komentator setuju bahwa “tahun yang dapat diterima dari Tuhan (4:19) yang Kristus resmi tahbiskan “diurapi” untuk diberitakan, mengacu pada tahun Sabat (yaitu tahun ketujuh) atau tahun Yobel (yaitu tahun kelima puluh, setelah tujuh Sabat tahunan). Dalam lembaga tahunan ini, hari Sabat menjadi pembebasan orang-orang yang tertindas dari masyarakat Yahudi. Tanah harus dibiarkan kosong, untuk menyediakan hasil bumi gratis bagi orang miskin, yang dirampas dan hewan. Para budak dibebaskan jika mereka menginginkan dan hutang sesama warga telah dibayarkan. Tahun Yobel juga mensyaratkan pengembalian properti kepada pemilik aslinya.
Dalam teks Yesaya, yang dibaca oleh Kristus, mengacu pada lembaga-lembaga Sabat. Ini jelas dalam konteks yang berbicara tentang pembebasan orang miskin, tawanan, buta, tertindas. Sangatlah penting bahwa Kristus dalam pidato pembukaan-Nya mengumumkan Misi mesianik-Nya.
Kita mungkin bertanya, mengapa Kristus mengumumkan misi-Nya sebagai penggenapannya tentang janji Sabat untuk pembebasan? Apakah Dia bermaksud menjelaskan, mungkin dengan cara terselubung, bahwa institusi hari Sabat adalah jenis yang telah menemukan pemenuhannya di dalam Diri-Nya dan oleh karena itu kewajibannya telah berhenti? (Dalam kasus seperti itu Kristus akan membuka jalan untuk penggantian hari Sabat dengan hari penyembahan yang baru.) Atau apakah Kristus mengidentifikasi misi-Nya dengan hari Sabat untuk menjadikan hari itu peringatan yang sesuai untuk kegiatan penebusan-Nya?
Untuk menjawab dilema ini kita perlu, pertama-tama, mengingatkan diri kita sendiri implikasi penebusan Mesianik dari hari Sabat. Yang melekat dalam institusi Sabat adalah jaminan berkat ilahi, “Tuhan memberkati hari ketujuh” (Kej 2: 3, Kel 20:11).
Gagasan Perjanjian Lama tentang “berkat” adalah konkret dan menemukan ekspresi dalam kehidupan yang penuh dan berkelimpahan. Berkat hari Sabat dalam kisah penciptaan (Kej. 2: 3) mengikuti berkat dari makhluk hidup (Kej. 1:22) dan dari manusia (Kej 1: 28). Oleh karena itu, ini mengungkapkan berkat Tuhan yang tertinggi dan total atas ciptaan-Nya yang lengkap dan sempurna (Kej. 1:31).
Dengan memberkati hari Sabat, Tuhan berjanji untuk menjadi penolong manusia selama seluruh perjalanan sejarah manusia. Berkat-berkat hari Sabat dalam terungkapnya sejarah keselamatan, menjadi lebih terkait secara khusus dengan tindakan penyelamatan Tuhan. Misalnya dalam perintah versi Keluaran, Yahweh memperkenalkan diri-Nya sebagai Penebus yang penuh belas kasihan yang membebaskan Israel “dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan” (Keluaran 20: 2). Untuk menjamin kebebasan yang baru diberikan ini kepada semua anggota masyarakat Ibrani, perintah Sabat memerintahkan agar istirahat diberikan kepada semua, termasuk bahkan hewan (Keluaran 20:10).
Misi Mesias juga dijelaskan oleh Yesaya (di bagian yang Kristus terapkan pada diri-Nya sendiri dalam pidato pembukaan-Nya (Lukas 4: 18-19) dalam bahasa aslinya yang mengacu pada tahun sabat (61: 1-2). Allah dalam tindakan penebusan dan pemulihan sabat dan Tahun Yobel, “muncul kembali sebagai Penebus yang menjamin kebebasan pribadinya dan memberikan bagi yang miskin bagian dari warisan bangsanya. Tentunya ini bukan konsepsi seremonial yang tertanggal, karena Tuhan memilikinya dan memanifestasikan dirinya secara luar biasa sebagai Penebus di dalam Kristus Sang Perantara, Anak yang telah memerdekakan kita (Yohanes 8:36).”
· Tipologi Mesianik penting lainnya dari hari Sabat dapat dilihat dalam pengalaman istirahat. Sabat yang didefinisikan “sebagai kebahagiaan dan keheningan, sebagai kedamaian dan harmoni.” Hari Sabat sering diidentifikasikan baik dalam tulisan para Nabi dan dalam sastra Talmud dengan zaman Mesianik, umumnya dikenal sebagai dunia yang akan datang.
Misalnya, bahwa “Yesaya menggunakan kata ‘kesenangan’ (oneg) dan 'kehormatan' (kaved) dalam deskripsinya tentang Sabat dan dunia yang akan datang (yaitu Zaman Mesianik) (Yesaya 58: 13 “Dan engkau akan menyebut hari Sabat ... dan menghormatinya”; 66: 11 “Dan engkau akan menyukai pancaran kehormatannya”).
Implikasinya jelas kegembiraan dan kegembiraan yang akan terjadi menandai Zaman Mesianik dibuat tersedia di sini dan sekarang pada hari Sabat.” Sabat adalah antisipasi, pencicipan, paradigma kehidupan di dunia yang akan datang (yaitu Zaman Mesianik). ”
Penafsiran yang agak mirip tentang Sabat ditemukan dalam apokaliptik Yahudi akhir di mana durasi dunia dihitung dengan “minggu kosmik” yang terdiri dari enam zaman masing-masing 1.000 tahun, diikuti oleh Sabat di akhir zaman. Dalam sebagian besar perikop Sabat eskatologis ini secara eksplisit dianggap sebagai hari-hari Mesias yang mendahului atau diidentifikasi.
Dalam Perjanjian Baru Tema istirahat Sabat yang muncul dalam Ibrani 3 dan 4 mungkin mewakili untaian lain dari tipologi Mesianik yang dibawa dari Perjanjian Lama. perkembangan tema “istirahat” dalam Perjanjian Lama dari konsep perdamaian nasional dan politik (Ul. 12:91; 25: 19) menjadi spiritual dan masuk secara pribadi sepenuhnya ke dalam istirahat Allah. Konsep ini, seperti di ulang dalam Ibrani, di mana umat Allah diundang untuk masuk ke dalam “istirahat Sabat” (Ibrani 4: 9) dengan percaya (Ibrani 4: 3), menaati (Ibrani 4: 6, 11) dan menerima “kabar baik” Allah dengan “iman” (Ibrani 4: 1-2).
Ada juga gagasan sementara tentang istirahat Sabat yang dipahami sebagai pintu masuk ke tanah Kanaan (Ulangan 12: 9; 25:19), namun pendapat ini kurang tepat, karena tanah yang diberikan Yosua kepada orang Israel (Ibrani 4: 8), bukanlah “Peristirahatan Sabat” (4: 9) yang telah Allah sediakan bagi umat-Nya sejak penciptaan (Ibrani 4: 3,4, 10).
Yang terakhir dapat dialami dengan menerima “hari ini “(Ibrani 4: 7) “ ini Kabar baik” (Ibrani 4: 2, 6) tentang keselamatan. Singgungan pada peristiwa Kristus sangat jelas. Di dalam Dia-lah peristirahatan Sabat Perjanjian Lama digenapi dan melalui Dia-lah hal itu sekarang dapat dialami oleh semua orang percaya.
Survei singkat ini telah cukup membuktikan keberadaan file Tipologi Sabat Perjanjian Lama mengacu pada Mesias. Dalam terang fakta ini klaim yang dibuat Kristus dalam pidato pengukuhan-Nya menjadi penggenapan fungsi penebusan hari Sabat, memperoleh signifikansi tambahan. Dengan mengidentifikasikan diri-Nya dengan hari Sabat, Kristus menegaskan Ke-Mesiasan-Nya.
Ini menjelaskan mengapa Kristus, seperti yang nantinya akan diperlihatkan, mengungkapkan misi Mesianik-Nya khususnya melalui pelayanan Sabat-Nya. Hal ini dipahami dengan baik dan dibuktikan, misalnya, dengan tuduhan bersama yang dilontarkan para pemimpin Yahudi terhadap Kristus: “Ia tidak hanya melanggar Sabat tetapi juga menyebut Allah Bapa-Nya, menjadikan dirinya setara dengan Allah” (Yohanes 5:18). Dalam persidangan yang sebenarnya, tampaknya tuduhan melanggar Sabat tidak diajukan terhadap Kristus. Rupanya, “Lawan-Nya” jelas lebih suka berkonsentrasi pada klaim Mesianik yang tersirat bahkan dalam pelanggaran-Nya terhadap hari Sabat."
BAB V
Penampakan Kristus yang Bangkit
Penjelasan lain yang serupa namun berbeda tentang asal-usul pemeliharaan hari Minggu telah dipopulerkan oleh W. Rordorf dalam monografinya tentang asal-usul dan sejarah awal hari Minggu, yang telah diterjemahkan dan diterbitkan dalam beberapa bahasa. Penulis dengan argumentasi yang brilian namun berliku-liku menghubungkan Perjamuan Terakhir Kristus, makanan yang dikonsumsi oleh Tuhan yang bangkit dengan murid-murid-Nya pada hari Minggu, Paskah.Pemecahan roti yang dipraktikkan di komunitas paling awal, dan Perjamuan Tuhan yang dijelaskan dalam I Korintus 11: 17- 34. Dia menyimpulkan bahwa semua ini “berakar pada perjamuan Paskah, ketika Tuhan yang telah bangkit hadir dalam bentuk yang terlihat bersama para murid-Nya, dan kita dapat menetapkan titik waktu yang pasti untuk perjamuan Paskah: itu terjadi pada Minggu malam. Selain itu, fakta bahwa Kristus menampakkan diri dan makan bersama para murid “tidak hanya pada Paskah-Minggu malam, tetapi juga pada Minggu berikutnya (Yohanes 20:26) dan mungkin bahkan pada hari Minggu lainnya setelah itu, (Kisah Para Rasul 10:41),” diartikan sebagai pengaturan pola yang teratur untuk perayaan ekaristi yang teratur pada setiap Minggu malam.
Oleh karena itu, hari Minggu diduga akan mendapatkan namanya “Hari Tuhan - kuriake hemera dan kultus ekaristi” dari “Perjamuan Tuhan “kuriakon deipnon” yang pada malam Paskah mengalami “lembaga kedua” ketika Tuhan yang bangkit merayakan ritus itu lagi dengan murid-murid-Nya. Catatan Injil tentang peristiwa tersebut secara signifikan mendiskreditkan hal seperti itu. Para murid, misalnya, telah berkumpul pada malam Paskah-Minggu “dalam ruangan tertutup” (Yohanes 20:19) masih bingung dan tidak percaya akan kebangkitan Yesus (Lukas 24: 11), bukan untuk merayakan Perjamuan Tuhan, tetapi “karena takut orang Yahudi”(Yohanes 20:19).
Ketika diduga orang Kristen merayakan Perjamuan Tuhan pada hari Minggu, tidak menyebutkan makanan apa pun yang diambil Kristus dengan murid-muridnya pada malam Paskah. Penghilangan detail ini hampir tidak dapat dibenarkan jika perjamuan Paskah - dianggap sebagai titik awal yang penting dari pemeliharaan hari Minggu. Lebih jauh lagi, fakta bahwa Yohanes menyebutkan makanan yang Kristus konsumsi dengan murid-murid-Nya pada pagi hari-minggu awal di tepi danau Galilea (Yohanes 21:13), sangat menunjukkan bahwa tidak ada signifikansi khusus yang dikaitkan dengan Paskah Kristus; Makan malam hari Minggu.
Sulit dipercaya bahwa para murid melihat perjamuan malam Paskah sebagai “institusi kedua dari Perjamuan Tuhan,” ketika Lukas, satu-satunya reporter makanan, “tidak menyebutkan,” seperti yang dicatat yaitu, memecahkan roti. Para murid, sebenarnya, “memberi-Nya (Kristus) sepotong ikan goreng, dan Ia mengambilnya dan makan di hadapan mereka ”(Lukas 24: 42-43). Tidak disebutkan roti atau anggur, atau pemberkatan ritual. Para murid tidak menerima elemen ekaristi dari Kristus, tetapi “mereka memberi Dia sepotong ikan goreng” (ayat 42). Hanya Kristus yang makan, mengapa? Jawabannya secara eksplisit diberikan oleh konteks (ayat 36-41) di mana Kristus tidak meminta roti dan anggur, tetapi sesuatu atau “apa saja untuk dimakan” (ayat 41) untuk meyakinkan para murid tentang realitas fisik dari tubuh kebangkitan-Nya.
Penyebutan penampakan Kristus “delapan hari kemudian” (Yohanes 20:26), Seharusnya hari Minggu setelah kebangkitan-Nya, hampir tidak dapat menyarankan pola pemeliharaan hari Minggu yang teratur, karena Yohanes sendiri menjelaskan alasannya, yaitu, tidak adanya Tomas pada penampakan sebelumnya (ayat 24). Serupa dengan itu pada kesempatan ini Yohanes tidak merujuk pada perjamuan kultus apapun, tetapi hanya pada demonstrasi nyata Kristus kepada Tomas tentang realitas kebangkitan tubuh-Nya (ayat 26-29). Fakta bahwa “delapan hari kemudian” para murid berkumpul kembali tidaklah mengherankan, karena kita diberitahu bahwa sebelum Pentakosta “mereka tinggal bersama-sama di ruang atas dan di sana mereka bertemu setiap hari selama saling membangun (Kis 1: 13,14; 2: 1).
Penampakan Kristus tidak mengikuti pola yang konsisten. Yesus menampakkan diri kepada individu dan kelompok tidak hanya pada hari Minggu tetapi pada waktu, tempat dan keadaan yang berbeda. Dia sebenarnya menampakkan diri kepada orang-orang yang sendirian seperti Kefas dan Yakobus (1 Kor. 15: 5, 7), kepada dua belas orang (ay 5, 7), dan kepada sekelompok yang terdiri dari lima ratus orang (ayat 6). Pertemuan-pertemuan itu terjadi, misalnya, ketika berkumpul dalam ruangan tertutup karena takut kepada orang-orang Yahudi (Yohanes 20:19, 26), saat bepergian di jalan Emaus (Lukas 24: 13-35) atau saat memancing di danau Galilea (Yohanes 21: 1-14).
Tidak ada pola yang konsisten yang dapat diturunkan dari penampakan Kristus kepada membenarkan institusi perayaan ekaristi berulang pada hari Minggu. Nyatanya, dengan hanya dua murid di Emaus, Kristus “mengambil roti dan memberkati; dan memecahkannya, dan memberikannya kepada mereka ”(Lukas 24:30). Contoh terakhir ini mungkin terdengar seperti perayaan Perjamuan Tuhan. Tetapi pada kenyataannya itu adalah makanan biasa di sekitar meja biasa yang mengundang Yesus. Kristus menerima keramahan kedua murid dan duduk “di meja bersama mereka” (Lukas 24:30). Menurut kebiasaan yang berlaku, Tuhan “mengambil roti dan memberkatinya, memecahkannya dan memberikannya kepada mereka” (ayat 30). Tindakan ini, “hanyalah bagian dari persiapan yang biasa dan perlu untuk makan bersama.” Tidak ada anggur yang disajikan atau diberkati, karena perjamuan itu tiba-tiba disela oleh pengakuan akan Tuhan “dalam memecahkan roti” (lihat ayat 35; 31).
Ini menunjukkan bahwa, “penglihatan itu mungkin terjadi sepuluh hari kemudian, setelah pesta roti tidak beragi. Tetapi jika penglihatan pada tanggal yang terlambat ini terjadi pada hari Minggu, maka hampir tidak mungkin untuk menjelaskan pemeliharaan hari Minggu dengan cara yang tidak disengaja.” Meskipun mungkin sulit untuk menjelaskan perbedaan narasi dalam Injil, namun fakta bahwa baik Matius dan Markus tidak me‘Referensi’kan untuk perjamuan atau pertemuan Kristus dengan murid-muridnya pada Minggu Paskah. Hal ini menyiratkan bahwa tidak ada kepentingan khusus yang dikaitkan dengan makanan yang Kristus bagikan dengan murid-muridnya pada Minggu malam kebangkitan-Nya. Itu terjadi pada waktu, tempat dan keadaan yang berbeda, dan dalam kasus di mana Kristus makan, Dia makan makanan biasa (seperti ikan), bukan untuk mengadakan ibadah Minggu Ekaristi, tetapi untuk mendemonstrasikan realitas kebangkitan tubuh-Nya.
BAB VI
Dilema Orang Kristen
Hal yang menjadi dilema bagi orang Kristen hingga saat ini berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan yang masih saja di lontarkan.Antara lain pertanyaan tersebut ialah:
A. Bukankah Sabat sesungguhnya hari Sabtu?
B. Mengapa orang Kristen merayakan Sabatnya pada hari Minggu?
C. Apakah hari Minggu itu merupakan Sabat
Dalam Perjanjian Lama, Sabat merupakan bagian dari ritus kurban dan persembahan (perayaan / satu hari beribadah) yang kemudian dibakukan sebagai hukum Taurat, namun dalam Perjanjian Baru, perayaan Sabat PL sudah digenapkan dalam Yesus Kristus. Hari Sabat bagi Israel adalah suatu tanda bagi Tuhan Yesus yang akan membawa “SHALOM, damai, sejahtera dan kebahagiaan dalam hubungan antara Allah dan manusia”. Dalam PL hari Sabat itu memberi kesaksian tentang Mesias, yang pada-Nya ada Roh Tuhan, untuk membuat tahun Sabat/Sabat yang sejati, menjadi kenyataan dan untuk memenuhi tahun kesenangan Tuhan( Yesaya 61:1-4).
Namun, bagi umat Kristen pengertiannya bila dilihat dari terang Perjanjian Baru tidak lagi merupakan suatu hukum. Mesias telah datang dan mengambil rupa Yesus sebagai penggenap Taurat (Lukas 4:14-22), dimana Yesus bertugas: “mengabarkan tahun karunia Tuhan” (Lukas 4:18,19) dan dikatakan pula bahwa: “Pada hari ini isi kitab yang kamu dengar itu sudah sampai.” Tahun karunia Tuhan bagi umat Israel ialah tahun Yobel (tahun ke-50, yang merupakan Sabat akbar setelah meliwati 7 X Sabat tahun).
Dalam Matius 11:28 Yesus mengatakan “Aku akan memberikan kelegaan bagimu”. Istilah Yunani untuk kelegaan (dahulu sentosa) adalah kata yang sama dalam terjemahan kata Ibrani, yaitu Sabat. Tuhan Yesus berkata dalam Lukas 6:5: “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.
Berdasarkan terang ini kita melihat bahwa makna sesungguhnya Sabat telah digenapi oleh Tuhan Yesus sendiri dan bahkan Dia Sendiri telah menjadi Sabat bagi kita. Yesus sendiri dianggap berkali-kali melanggar Sabat oleh orang Yahudi yang tidak mengerti dan menerima ke ‘Mesias’an Yesus (Matius 12:1-14;Luk.14:1-6; Yohanes 5:1-18;14:14-24), demikian juga Rasul Paulus mengingatkan soal bahwa Perjanjian Baru membebaskan kita dari Taurat Yahudi (Galatia 4:9-10; Kolose 2:16).
Itulah sebabnya kita mengerti mengapa umat Kristen tidak lagi merayakan hukum Sabat, baik pada hari Sabtu maupun pada hari Minggu.
Memang dalam Alkitab diketahui bahwa semula para pengikut Tuhan Yesus Kristus yang Yahudi masih berkumpul di sinagoga pada hari Sabat (Kisah 13:14,44 dst; 14:1;18:4,19,19:8) namun mereka sadar bahwa Sabat telah memiliki pengertian baru sehingga lama-kelamaan mereka yang telah menjadi Kristen dan menerima Tuhan Yesus sebagai juruselamat, mereka akan merasa tidak nyaman lagi beribadah pada hari Sabat di sinagoga yang masih melaksanakan ritus-ritus Taurat, apalagi dalam persidangan para Rasul di Yerusalem (Kisah 15), rasul-rasul tidak menyebutkan firman Sabat sebagai perintah yang harus dituruti oleh orang kafir (lihat juga perjuangan Paulus dalam kitab Galatia dan Roma pasal 14).
Umat Kristen jemaat awal kemudian berkumpul pada hari pertama dalam minggu sebagai peringatan mingguan hari kebangkitan Tuhan Yesus (Yohanes 20:1,19,26; Kisah 20:7; 1 Korintus 16:2), pengakuan Tomas bahwa Yesus adalah ‘Tuhanku dan Allahku’ (Yohanes 20:28) terjadi dalam pertemuan hari Minggu. Hari Pertama dalam Minggu disebut sebagai hari Tuhan (kuriakê hêmera, Wahyu 1:10). Kuriakê-hêmera dalam bahasa latin adalah Dies Dominica (bhs.Portugis = dominggo) dan kemudian menjadi kosa kata bahasa Indonesia yaitu Minggu.
Jadi, umat Kristen tidak lagi merayakan hari Sabat pada hari Sabtu atau hari Minggu, melainkan pertemuan pada hari pertama dalam minggu adalah pertemuan ulangan untuk mengenang Tuhan Yesus yang telah bangkit dan bukan merayakan Sabat. Sehingga ada perbedaan antara merayakan Sabat dan juga mengenang kebangkitan Kristus.
Ada juga argumentasi dari pengjaran Adventis bahwa ‘hari Tuhan’ (hêmera tou kuriou) dalam PL menunjuk hari Sabtu karena dikatakan bahwa ‘hari ketujuh adalah Sabat Tuhan’ (Keluaran 20:10), disebut “hari Sabat adalah hari kudus-Ku” (Yesaya 58:13) dan bahkan dalam PB dikatakan bahwa Yesus mengaku sebagai “Tuhan atas hari Sabat”.
Akan tetapi, jikalau kita melihat bagaimana Tuhan Yesus memperbaharui arti Sabat yang sebenarnya, kita dapat melihat bahwa Yesus kemudian tidak menjalankan Sabat sekalipun masih sekali-kali hadir pada hari Sabat di sinagoga dan Bait Allah untuk memberitahukan “Tahun Rahmat Tuhan”. Oleh karena tidak merayakan Sabat itulah mengapa Yesus sering dimaki bahkan dimusuhi oleh umat Yahudi.
Selanjutnya Yesus di salib pada hari Jumat menunjukkan kemanusiaanNya yang penuh untuk menjalankan misi penebusan atas dosa manusia. Hari Sabtu/Sabat keesokan harinya menunjukkan masa perhentian. Namun lebih jelas kebangkitan pada hari minggu menggenapkan pribadi Yesus sebagai ‘Tuhan’ dan selanjutnya Yesus menemui murid-murid-Nya pada hari Minggu, karena itu ‘hari Tuhan’ adalah hari Minggu dimana Yesus benar-benar telah menunjukkan diri-Nya sebagai Tuhan.
Kemudian para murid berkumpul pada hari Tuhan (kuriakê hêmera) untuk mengenang kebangkitan Yesus dari kematian yang menyatakan diri sebagai Tuhan pada hari pertama dalam minggu itu (yaitu hari Minggu), karena bukan saja Ia adalah Tuhan atas hari Sabat, Tuhan Yesus sudah menjadi Sabat bagi umat-Nya sehingga umat tidak lagi perlu melakukan syariat Sabat lagi.
Jadi, Pertanyaan mengenai apakah Sabat kita berbeda dengan Sabat Israel?
Jawabannya tidak, karena..Sabat Kristen berubah menjadi hari pertama yaitu hari Minggu, hal ini juga mengingatkan akan kebangkitan Tuhan Yesus, .., Yoh 20:19, KPR. 20:7
Kalender saat ini, Mashei (Mesias) = AD atau Anno Domini yang artinya ‘Tahun Tuhan’ yang dihitung dari kelahiran Tuhan Yesus
Before Christ (BC), terhitung sebelum Tuhan Yesus lahir, itulah sebabnya kalender dunia dihitung dari sana yang artinya secara tidak langsung, dunia juga sedang mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan, sama dengan mengakui hari Minggu akan kebangkitan Yesus.
Hari berubah namun prinsip atau konsepnya tidak berubah, kita sebagai orang Kristen harus tetap menghormati dan menguduskan hari Sabat
Jadi tidak ada alasan untuk tidak beribadah di hari minggu, karena ini hari yang di kuduskan, di khususkan, yang di teladankan oleh Allah kepada umat Manusia
BAB VII
Ibadah Hari Minggu
Perlu dipahami bahwa umat Kristen yang beribadah pada hari Minggu; sama sekali “tidak mengubah Sabat menjadi Minggu.” Hari Sabat mingguan tetaplah “hari Sabtu” dan Hari Minggu bagi orang Kristen ini bukan sebagai pengganti hari Sabat, melainkan suatu “peringatan”. Umat Kristen tidak di bawah hukum Taurat yang di dalamnya terdapat Hukum Sabat.Ada perbedaan dalam menyikapi hari Sabat khusus orang Yahudi dengan hari Minggu bagi umat Kristen. Umat Kristen ‘TIDAK’ menguduskan hari Minggu sebagaimana orang Israel menguduskan hari Sabtu (sabat), yang dimana dalam pengudusan hari Sabtu/ Sabat bagi orang Israel itu di dalamnya terdapat sederetan larangan-larangan Sabat.
Berdasarkan Traktat Sabat Mishnah 7:2, ke-39 kegiatan yang dilarang itu adalah:
Menabur;
Membajak;
Menuai;
Mengikat berkas gandum;
Membuang sampah;
Menampi;
Memilih;
Mengasah;
Memilah;
Membuat adonan;
Membuat roti;
Menggunting wol;
Mencuci wol;
Memukuli wol;
Mewarnai wol;
Memintal;
Menenun;
Membuat dua simpul;
Menenun dua lembar benang;
Memisahkan dua lembar benang;
Mengikat;
Melepaskan ikatan;
Menjahit robekan;
Merobek;
Menjerat;
Memotong hewan;
Terbang;
Mewarnai kulit binatang;
Menyapu untuk mencari barang yang hilang;
Menandai kulit binatang;
Memotong kulit hingga menjadi bentuk tertentu;
Menulis dua atau lebih huruf;
Menghapus dua atau lebih huruf;
Membangun;
Meruntuhkan bangunan;
Mematikan api;
Menyalakan api;
Memberikan sentuhan terakhir pada sebuah benda;
Memindahkan benda dari tempat pribadi ke tempat umum, atau sejauh 4 hasta dalam batas tempat umum;
Itulah ke 39 hukum Sabat yang dimiliki oleh orang Yahudi, yang mana hukum tersebut tidak berlaku bagi orang Kristen.
Orang Kristen memang menempatkan 1 hari dalam suatu pekan untuk beribadah kepada Allah, namun di dalam Kekristenan tidak terdapat hukum-hukum yang mengikat yang melarang melakukan aktivitas tertentu dan mendapatkan sanksi jika melanggarnya (sebagaimana orang Israel tunduk kepada 39 larangan kerja).
Tetapi Hari Minggu adalah “anamnêsis” (peringatan) kebangkitan Tuhan Yesus Kristus yang terjadi pada hari Minggu/ Ahad. Dan Ibadah pada tiap-tiap hari Minggu ini adalah wujud pengucapan syukur dan merupakan suatu ‘peringatan’ bahwa pada hari itu terjadi peristiwa besar yang membuat hubungan manusia dengan Allah dipulihkan. Dimana manusia yang telah jatuh ke dalam dosa sejak zaman Adam, kini mendapat pengampunan dengan karya Kristus yaitu kematian-Nya dan kebangkitan-Nya yang membawa keselamatan bagi seluruh umat manusia yang beriman kepada-Nya.
Ayat di bawah ini merupakan petunjuk pertama yang jelas tentang kebiasaan orang Kristen untuk menghormati hari Minggu sebagai hari ibadah:
Kisah Para Rasul 20:7
LAI TB, Pada hari pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul untuk memecah-mecahkan roti, Paulus berbicara dengan saudara-saudara di situ, karena ia bermaksud untuk berangkat pada keesokan harinya.
Alkitab Terdjemahan Lama, Maka pada hari jang pertama didalam minggu itu tatkala kami berhimpun memetjahkan roti, bertuturlah Paulus dengan mereka itu sebab maksudnja hendak berlajar pada keesokan harinja sambil melandjutkan utjapannja sehingga sampai tengah malam.
Perhatikan frasa memecah-mecahkan roti, hal ini merujuk kepada peristiwa Perjamuan Suci (KPR. 2:42, bandingkan Lukas 22:19) yang merupakan khas ibadahnya murid-murid Kristus.
Hari Minggu (Lord's day) berasal dari bahasa Latin dies dominica: “hari Tuhan”. Dalam bahasa Yunani “κυριακη ημερα - KURIAKÊ HÊMERA” Wahyu 1:10.
Ibadah Kristen pada hakikatnya adalah ‘αναμνησις – anamnêsis’ (peringatan) tentang peristiwa Paskah yang menyatakan kemenangan maksud karya Allah yang menyelamatkan. Karena itulah berlaku sukacita dan pujian. Hari pertama ini juga cocok sebagai peringatan hari pertama dalam penciptaan ketika Allah mendatangkan terang, dan kenyataan bahwa hari Pentakosta Kristen jatuh pada ‘hari Minggu’. Selanjutnya, sudah menjadi pengharapan bagi orang Kristen mula-mula, bahwa kedatangan kembali Tuhan Yesus akan terjadi pada hari-Nya sendiri.
BAB VIII
MELANGGAR HARI SABAT tetapi TIDAK BERSALAH,
Penjelasan :Sabat merupakan hari istirahat yang sebenarnya merupakan suatu karunia Allah. Allah memberi teladan sekaligus peraturan yang sangat baik dan yang berguna bagi semua orang (merdeka maupun hamba/budak), setelah bekerja enam hari lamanya, boleh beristirahat 1 hari. Tetapi karunia Allah ini diubah oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi menjadi tugas-tugas yang berat. Ahli Taurat memerinci 39 macam larangan kegiatan pada hari sabat seperti yang telah kita ketahui di atas.
Pada waktu murid-murid Tuhan Yesus yang lapar memetik sedikit bulir gandum. Orang-orang Farisi mempermasalahkan bahwa mereka ini memetik bulir gandum pada hari Sabat, yang adalah ‘terlarang’, sehingga murid-murid Yesus melanggar hukum Sabat. Orang Farisi menegur Yesus, sebab Ia sebagai guru membiarkan perbuatan-perbuatan murid-murid-Nya itu. Tindakan para murid dipandang sebagai tindakan melanggar hukum yang berlaku dalam masyarakat Yahudi, lihat referensi Taurat dibawah ini :
Keluaran 20:8-11
20:8 Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat:
20:9 enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu,
20:10 tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu.
20:11 Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya.
Ulangan 5:12-15
5:12 Tetaplah ingat dan kuduskanlah hari Sabat, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu.
5:13 Enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu,
5:14 tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau lembumu, atau keledaimu, atau hewanmu yang mana pun, atau orang asing yang di tempat kediamanmu, supaya hambamu laki-laki dan hambamu perempuan berhenti seperti engkau juga.
5:15 Sebab haruslah kauingat, bahwa engkau pun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau dibawa keluar dari sana oleh TUHAN, Allahmu dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung; itulah sebabnya TUHAN, Allahmu, memerintahkan engkau merayakan hari Sabat.
Matius 12: 3-8, Tuhan Yesus memberi jawaban yang cukup panjang kepada mereka. Kedudukan Yesus sebagai penafsir yang berwibawa terhadap hukum diberi contoh dengan peristiwa para murid memetik dan memakan gandum pada hari Sabat.
BAB IX
SABTU (HARI KETUJUH) ADALAH SABAT (PENGHENTIAN),TETAPI SABAT TIDAK SELALU SABTU
Dalam hal ini, sekali lagi perlu di pahami mengenai konsep “hari” dalam tradisi Yahudi. Mereka tidak memberikan nama pada hari-hari tersebut seperti yang kita pahami. Melainkan mereka memakai penyebutan yang berbeda, sesuai dengan yang sudah kita pelajari. Ada yang mengartikan bahwa SABAT adalah SABTU atau hari yang ketujuh, padahal SABAT bukan berarti SABTU/ Saturday, meskipun SABTU/Saturday merupakan hari SABAT. Demikian pula Musa adalah nabi Allah, sedangkan nabi Allah bukan hanya Musa saja.Yesus Krsitus pembuat hari Sabat, hal inilah yang perlu kita ketahui dan pikirkan, bahwa Yesuslah pembuat hari Sabat, bukan manusia yang membuatnya dengan berbagai peraturan yang ada
Yohanes 1:1 Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.
Dari teks ini secara tidak langsung kita sudah bisa memahami, Mengapa Yesus dikatakan pembuat hari Sabat.? Jelas itu karena Yesus merupakan Firman Allah, dan Firman itu sudah bersama-sama dengan Allah yang artinya Allah dan Yesus ada pada proses penciptaan tersebut karena mereka adalah “Satu”.
· Ibrani 1:1. Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi,
· maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta.
Teks dalam kitab Ibrani ini juga meneguhkan pernyataan atas apa yang sedang kita bahas, yaitu mengenai Yesus yang membuat hari Sabat, mengapa demikian? Karena Yesus yang memiliki hak atas alam seseta dan oleh karena Yesus, Allah telah menjadikan Alam Semesta ini.
· Kel 20:8-11
Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu. Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya.
Untuk siapa sabat di jadikan?
· Markus 2:27. Lalu kata Yesus kepada mereka: “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat,”
Siapa Tuhan atas hari Sabat?
· Markus 2:28 “Jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat.”
· Yes 66:22, 23 “Sebab sama seperti langit yang baru dan bumi yang baru yang akan Kujadikan itu, tinggal tetap di hadapan-Ku, demikianlah firman TUHAN, demikianlah keturunanmu dan namamu akan tinggal tetap. Bulan berganti bulan, dan Sabat berganti Sabat, maka seluruh umat manusia akan datang untuk sujud menyembah di hadapan-Ku, firman TUHAN.”
· Yes 58:13 Apabila engkau tidak menginjak-injak hukum Sabat dan tidak melakukan urusanmu pada hari kudus-Ku; apabila engkau menyebutkan hari Sabat “hari kenikmatan”, dan hari kudus TUHAN “hari yang mulia”; apabila engkau menghormatinya dengan tidak menjalankan segala acaramu dan dengan tidak mengurus urusanmu atau berkata omong kosong,
Hukum Sabat Keluaran 20:8, Ibrani 4:10
Hari sabat bukan untuk bermalas-malas atau tidur-tiduran tetapi ada yang harus kita lakukan pada hari sabat. Pemeliharaan lebih daripada pemeliharaan 1 hari semata. Kita memelihara hari sabat untuk Tuhan bukan untuk diri sendiri. Berhenti dari pekerjaan pribadi, berhenti dari kesibukan sendiri, berhenti dari berbuat dosa. Ya sekalipun seharusnya kita sebagai orang Kristen memang sudah seharusnya setiap saat berhenti dari berbuat dosa.
Perhatikan apa yang dikatakan Lukas mengenai kebiasaan Yesus pada hari Sabat (Lukas 4:16)
“Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab.”
Berdasarkan informasi dari kitab Lukas ini, kita dapat memastikan bahwa Yesus-pun menghormati hari Sabat yang ada. Hal itu tampak dalam perbuatan-Nya yang di catat oleh Lukas bahwa masuk rumah ibadat merupakan kebiasaan-Nya. Kebiasaan menunjukkan hal-hal yang secara berulang kita lakukan, dan kita melakukannya dengan sadar.
Jadi, Yesus telah memberikan teladan kepada kita, sekarang bagaimana cara kita memperlakukan hari Sabat / hari peristirahatan?
Sikap rasul Paulus, Kisah Para Rasul 18:4
Dan setiap hari Sabat Paulus berbicara dalam rumah ibadat dan berusaha meyakinkan orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani.
Dalam ayat ini terlihat bahwa Pauluspun sama seperti Yesus yang menghormati hari Sabat/perhentian dengan cara masuk ke dalam rumah ibadat. Seperti yang kita ketahui, rumah ibadat orang Yahudi ialah Sinagog danYesus dengan Paulus juga merupakan orang Yahudi, sehingga mereka memberikan teladan yang sama. Pada masa yang sama, orang Kristen awal memang mash mengikuti tradisi-tradisi Yahudi, namun pada akhirnya orang Kristen memiliki hari Sabatnya yang berbeda dengan Sabat Yahudi namun tetap dalam makna yang sama tetapi peraturan yang berbeda.
Bab XI
Teologi Hari Minggu
Motif utama pemeliharaan hari Minggu muncul di awal literatur patristik. Kemungkinan yang paling baik dikelompokkan di sekitar tiga judul dasar: Kebangkitan, Penciptaan, dan Simbologi Hari Kedelapan. Kita akan memeriksanya dalam urutan ini, dengan mengingat bahwa refleksi teologis tidak statis tetapi dinamis, yang berkembang dalam perjalanan waktu.Ø Agustinus (354-430 M) mungkin memberikan pernyataan paling eksplisit tentang kebangkitan sebagai alasan asal mula hari Minggu, ketika dia menulis, “Hari Tuhan tidak diberitakan kepada orang-orang Yahudi tetapi kepada orang-orang Kristen oleh kebangkitan Tuhan dan dari acara itu kemeriahannya berasal.” Dalam surat lainnya, Uskup Hippo juga menyatakan bahwa “hari Tuhan lebih disukai daripada hari Sabat oleh iman kebangkitan.” Pengakuan singkat dan eksplisit tentang kebangkitan sebagai penyebab asal mula pemeliharaan hari Minggu ini merupakan puncak dari refleksi teologis yang panjang. Di awal abad kedua, kebangkitan tidak disajikan sebagai motivasi pertama atau satu-satunya untuk pemeliharaan hari Minggu.
Ø Selain itu telah ditemukan juga bahwa, Ignatius, menyinggung kebangkitan Kristus dalam Suratnya kepada para Magnesian, ketika berbicara tentang “nabi ilahi yang hidup menurut Yesus Kristus”. Dia berkata bahwa mereka “mencapai harapan baru, tidak lagi menyabati tetapi hidup sesuai dengan kehidupan Tuhan, yang juga membangkitkan hidup kita melalui kematian-Nya ”. Nilai pembuktian kebangkitan untuk pemeliharaan hari Minggu agak diabaikan dalam teks ini, baik karena rujukan pada kebangkitan Kristus tidak langsung dan karena kita telah menunjukkan sebelumnya bahwa Ignatius bukanlah menunjukkan hari-hari secara kontras melainkan cara hidup.
Ø Alasan kedua adalah bahwa hari Minggu adalah hari “di mana Yesus telah bangkit dari antara orang mati (Lukas 24:1-12), dan menunjukkan diri-Nya naik ke sorga”. Kebangkitan Yesus disajikan di sini sebagai pembenaran tambahan, mungkin karena itu belum dipandang sebagai alasan utama untuk pemeliharaan hari Minggu.
Ø Justin Martyr menunjukkan adanya antagonisme yang mendalam terhadap Yudaisme dan Sabat.
Ø Dalam I Apology Justin, menyajikan kebangkitan sebagai alasan kedua dari dua alasan: Minggu, memang, adalah hari di mana kita semua memegang pertemuan umum karena ini adalah hari pertama di mana Tuhan, mengubah kegelapan dan materi [utama], menciptakan dunia; dan Juruselamat kita Yesus Kristus bangkit dari kematian pada hari yang sama.
Ø Bagi Justin “motivasi utama untuk merayakan hari Minggu adalah untuk memperingati hari pertama penciptaan dunia dan hanya yang kedua, sebagai tambahan, kebangkitan Yesus.” Patut dicatat Justin hidup pada saat kebaktian telah diadakan hari Minggu.
Ø Namun demikian, kebangkitan Kristus muncul sebagai yang utama alasan untuk merayakan hari Minggu. Beberapa praktik liturgi bahkan diperkenalkan untuk menghormati ingatannya secara khusus Perjamuan Tuhan.
Ø Meskipun perjamuan dilakukan oleh Kristus di malam hari, namun orang Kristen merayakannya di pagi hari karena kebangkitan-Nya.
Ø Bapa-bapa gereja lainnya juga menjelaskan bahwa ini dirancang untuk membantu dalam mengingat kebangkitan Kristus. Misalnya, Augustine (A.D. 354430) secara eksplisit menyatakan bahwa pada hari Minggu “puasa terputus dan kami berdoa sambil berdiri, karena itu adalah tanda kebangkitan.”
Ø Oleh karena itu tampaknya pada awalnya kebangkitan Kristus tidak dirasakan menjadi pembenaran yang eksklusif atau yang paling utama untuk ibadat hari Minggu, tetapi itu muncul lebih awal sebagai alasan dominan yang mengilhami beberapa praktik liturgi.
Oleh karena itu, kita perlu mengenali dan mengevaluasi peran yang dimainkan oleh motif teologis lainnya juga. Survei singkat tentang berbagai motivasi Kristen mula-mula untuk pemeliharaan hari Minggu ini menunjukkan bahwa hari ibadat baru diperkenalkan dalam iklim kontroversi dan ketidakpastian. Ingatan tentang kebangkitan, yang pada waktunya menjadi alasan dominan untuk pemeliharaan hari Minggu, kami temukan, awalnya hanya memainkan peran sekunder. Sebaliknya, arti penting yang melekat pada simbolisme hari pertama dan hari kedelapan, menunjukkan polemik yang menyertai pengenalan pemeliharaan hari Minggu.
Tampaknya karena urgensi yang timbul terpisah dari orang Yahudi dan Sabat mereka, orang Kristen non-Yahudi mengadopsi hari Matahari yang terhormat, karena hari itu memberikan waktu dan simbolisme yang memadai untuk memperingati peristiwa-peristiwa penting ilahi yang terjadi pada hari itu, seperti penciptaan cahaya dan kebangkitan Matahari Keadilan. Inovasi ini memancing kontroversi dengan mereka yang dipertahankan yang tidak dapat diganggu gugat dan keunggulan hari Sabat. Untuk membungkam oposisi seperti itu, kami menemukan bahwa simbolisme hari pertama dan hari kedelapan diperkenalkan dan digunakan secara luas, karena mereka memberikan argumen apologetik yang berharga untuk mempertahankan validitas dan superioritas hari Minggu.
Sebagai hari pertama, Minggu diduga dapat mengklaim keunggulan atas Sabat, karena hari itu merayakan hari jadi ciptaan pertama dan kedua yang diresmikan oleh kebangkitan Kristus. Hari ketujuh, sebaliknya, hanya bisa mengklaim untuk memperingati selesainya ciptaan. Karena hari Minggu hari kedelapan dapat diklaim sebagai kelanjutan, penggenapan, dan penggantian Sabat, baik secara temporer maupun eskatologis.
Sebagai penutup survei teologi hari Minggu ini dalam Kekristenan mula-mula, perlu untuk mengulangi pertanyaan Apakah pembenaran teologis paling awal untuk pemeliharaan hari Minggu mencerminkan ajaran-ajaran alkitabiah-apostolik atau lebih tepatnya argumen “a posteriori” yang diminta dengan keadaan yang berlaku?
(aposteriori adalah diketahui akan telah dilihatnya, diselidiki, dan sebagainya) keadaan yang sebenarnya. Artinya bahwa seseorang memiliki suatu pengetahuan atau asumsi ketika ia telah mengalami suatu hal seperti telah melihat, menyelidiki, dan melakukan penelitian terlebih dahulu, yang kemudian menyimpulkan suatu hal berdasarkan apa yang sudah ditelitinya,)
Kita tidak perlu meluangkan waktu untuk menguji ortodoksi berbagai argumen yang dikembangkan, misalnya, dari simbolisme numerik hari pertama dan kedelapan, kita juga tidak perlu memeriksa kesaksian yang diambil dari Perjanjian Lama untuk membuktikan yang kedelapan hari itu lebih bergengsi daripada hari ketujuh.
Fakta bahwa penjaga hari Minggu telah lama menolak tidak hanya sebutan populer yang awalnya populer “hari kedelapan,” tetapi juga seluruh rangkaian argumen berdasarkan item seperti penciptaan terang, dunia baru, hari kedelapan sunat, hari kedelapan hari pemurnian, delapan jiwa diselamatkan dari air bah, Pengkhotbah 11: 2, judul Mazmur 6 dan lainnya, merupakan pengakuan tersirat bahwa hal itu argumen tidak dijamin oleh eksegesis dan teologi Alkitab yang sehat.
Bagaimana dengan motif kebangkitan yang kemudian menjadi alasan dominan untuk pemeliharaan hari Minggu? Bukankah ini merupakan suatu valid pembenaran untuk beribadah pada hari Minggu daripada pada hari Sabat? Dengan meninjau dalam retrospeksi/kenagan kembali asal mula hari Minggu kita akan mempertimbangkan implikasi dari teologi Kristen awal hari Minggu untuk masalah yang mendesak saat ini ketaatan pada hari Minggu.
Kesimpulan
Hari Kebangkitan: ciptaan baru
Yesus bangkit dari antara orang mati “pada hari pertama minggu itu.” Karena ini adalah “hari pertama”, hari kebangkitan Kristus mengingatkan kita pada ciptaan pertama. Karena ini adalah “hari kedelapan” setelah Sabat, itu melambangkan ciptaan baru yang diantar oleh Kebangkitan Kristus. Bagi orang Kristen itu telah menjadi yang pertama dari semua hari, yang pertama dari semua pesta, Hari Tuhan ( he kuriake hemera, dies dominica ) hari Minggu.Minggu- pemenuhan sabat
Minggu secara tegas dibedakan dari hari Sabat yang diikutinya secara kronologis setiap minggu; bagi orang Kristen, ketaatan seremonialnya menggantikan ketaatan pada hari Sabat. Dalam Paskah Kristus, hari Minggu menggenapi kebenaran rohani dari hari Sabat Yahudi dan mengumumkan istirahat kekal manusia di dalam Tuhan. Untuk ibadat di bawah Hukum yang dipersiapkan untuk misteri Kristus, dan apa yang dilakukan di sana menggambarkan beberapa aspek KristusMereka yang hidup menurut aturan lama telah sampai pada harapan baru, tidak lagi memelihara sabat, tetapi Hari Tuhan, di mana hidup kita diberkati olehnya dan oleh kematiannya.
Perayaan hari Minggu menjalankan perintah moral yang diukir oleh alam dalam hati manusia untuk memberikan kepada Tuhan ibadah yang lahiriah, terlihat, umum, dan teratur “sebagai tanda kemurahan hatinya yang universal kepada semua.” Jadi, Ibadah hari Minggu memenuhi perintah moral dari Perjanjian Lama, mengambil ritme dan semangatnya dalam perayaan mingguan Pencipta dan Penebus umat-Nya.
Sabat merupakan anugerah atau Karunia yang Allah berikan kepada manusia sebagai ciptaan-Nya. adapun tujuan Sabat ialah:
· Supaya manusia dan hewan pekerja bisa beristirahat
· Supaya manusia tidak melupakan Allah sebagai pencipta-Nya
· Supaya manusia bersyukur akan karunia yang ia nikmati.
Kapan hari Sabat berubah dari hari ketujuh menjadi hari pertama dalam seminggu?
Perjanjian Baru menyatakan bahwa orang Kristen Yahudi menganggap kedua hari itu kudus. Paulus ternyata mengajar di sinagoge pada hari Sabat, tetapi pada hari pertama dalam seminggu (Hari Minggu) orang Kristen bukan Yahudi bertemu untuk memecahkan roti (Kis. 20:7).
Hari kudus yang kedua ini disebut “Hari Tuhan” untuk membedakannya dari hari Sabat, dan barangkali satu-satunya yang dijalankan oleh orang-orang bukan Yahudi yang telah bertobat.
Ada suatu petunjuk bahwa mereka diperintahkan untuk bertanggung jawab karena menjalankan hari itu saja, yaitu dalam Kolose 2:16, di mana Paulus meminta mereka tidak mengindahkan para kritikus mereka.
Buku The Teaching of the Twelve Apostles, yang ditulis tepatnya sebelum tahun 100 TM, membahas tentang Hari Tuhan dan merujuknya sebagai satu hari pertemuan kudus dan memecahkan roti (ps. 14). Orang Kristen primitif di mana pun sungguh-sungguh menaatinya.
Plinius, seorang sejarawan, merujuk kepada fakta ini dalam suratnya kepada Trayanus pada tahun 100 TM. Justinus Martyr (tahun 140) menjelaskan penyembahan religius orang Kristen mula-mula, ibadah-ibadah sakramen mereka, dan banyak lagi, yang berlangsung pada “Hari Pertama”.
Para penulis mula-mula lainnya yang membuat rujukan kepada Hari Tuhan ini, jelas dan tidak diragukan adalah Dionysius dari Korintus, Ireneus dari Lyons (yang menegaskan kalau hari Sabat ditiadakan), Clemens dari Aleksandria, Tertullianus, Origenes, Cyprianus, Commodianus, Victorinus, dan yang terakhir Petrus dari Aleksandria (th. 300 TM), yang berkata: “Kami mengadakan Hari Tuhan sebagai hari sukacita sebab Dia telah bangkit pada hari itu.”
· Bukti-bukti ini meliputi kedua abad pertama setelah kematian Tuhan dan menunjukkan bahwa Hari Tuhan adalah sebuah adat yang disetujui dan merupakan kebiasaan para rasul.
· Semua alasan keraguan dihapuskan oleh kenyataan bahwa Constantinus dalam maklumat yang dikeluarkan tahun 321 TM menghargai hari itu dengan cara mengakuinya sebagai hari yang suci bagi orang Kristen, dan memerintahkan supaya usaha berhenti untuk sementara waktu pada hari itu.
· Akhirnya, konsili Nicea (th. 325 TM) dalam laporan rapat resminya memberi petunjuk berkenaan dengan bentuk-bentuk penyembahan orang Kristen pada masa itu, dan konsili Laodikia (th. 364 TM) memerintahkan adanya per hentian pada Hari Tuhan.
· Dengan pemakaian oleh para rasul, dengan hukum dan adat, dengan maklumat kerajaan dan dengan konsili-konsili yang tertinggi dari Gereja Kristen mula-mula, perubahan itu diterima dan disetujui.
Sumber lebih Lanjut
Mengenal Hari Raya Tujuh Sabat Tahunan Yahudi; diambil dari https://www.youtube.com/watch?v=38w3LpeSBBkSamuele Bacchiocchi, FROM SABBATH To SUNDAY A Historical Investigation of the Rise of Sunday (Italy: Observance In Early Christianity The Pontifical Gregorian University Press Rome, 1977)
Catholic culture; diambil dari; https://www.catholicculture.org/culture/library/catechism/index.cfm?recnum=4507
Gizakiama Hulu, “Memaknai Hari Minggu Sebagai Hari Tuhan: Suatu Kajian Atas Perintah Allah Ketiga”
No comments:
Post a Comment
Jika anda Ingin Membantu pelayanan ini, silahkan kirimkan bantuan anda dengan menghubungi email charinmarbun@gmail.com. Jika anda diberkati silahkan Tuliskan dalam komentar. Jika ada pertanyaan dan permohonan Topik untuk dibahas, silahkan tuliskan dikolom komentar. Terimakasih sudah membaca, Tuhan Yesus memberkati selalu.